(39) Pasti Kembali

1.4K 259 11
                                    

Tak memerlukan waktu yang lama, esok harinya Andin sudah diperkenankan untuk pulang sekaligus menjalani proses penyembuhan di rumah saja dengan catatan ia tidak boleh melakukan aktivitas-aktivitas yang berat dan harus cukup istirahat. Selebihnya, saat dirasa kondisinya sudah semakin membaik Andin mulai kembali ke rutinitasnya, yakni kuliah dan bekerja.

Dua minggu pasca operasi dan pulang dari rumah sakit, hari ini adalah hari pertama Andin kembali beraktivitas. Rutinitas pertama yang ia jalani pagi ini adalah kembali bekerja di kantor desain milik Darwin. Pun juga tak lama lagi tugas observasinya di kantor tersebut akan selesai, dan ia akan mulai fokus ke pengerjaan skripsinya. Hampir dua minggu ia menjalani pemulihan di rumah, ia menjalankan segala pekerjaannya di rumah saja.

"Andin, kamu punya kontak Pak Anton?" Darwin bertanya saat tiba-tiba muncul di hadapan Andin yang sedang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya.

"Pak Anton manager Horizon hotel yang pernah datang waktu itu, Pak?"

"Iya. Ada kontaknya?"

"Ada, Pak." Jawab Andin.

"Oke. Kalau begitu, tolong kamu hubungi dia, ya. Kamu bilang kalau saya akan berkunjung ke hotel mereka besok. Saya akan menemui Pak Anton." Darwin memberikan instruksi kepada Andin yang masih berstatus sebagai asisten pribadi sementaranya.

"Baik, Pak."

"Yasudah, itu saja. Setelah pekerjaan kamu itu selesai, kamu bisa pulang lebih awal hari ini. Kamu masih perlu banyak istirahat, kan. Saya juga harus pulang sekarang karena saya sudah janji untuk makan siang bersama keluarga besar di rumah." Ujar Darwin sambil menyandang tas kecil miliknya di pundak.

"Iya, Pak. Setelah semua pekerjaan saya selesai, saya akan pulang."

"Oke, kalau begitu saya duluan, ya."

"Ya, hati-hati di jalan, Pak."

"Thank you."

Sepeninggal atasannya itu, Andin langsung mencari kontak seseorang yang diminta Darwin untuk dihubungi. Setelah berhasil menghubungi orang yang dimaksud, ia kembali berkutat pada pekerjaannya sebelumnya.

"Hai Ndin, sudah masuk aja?" Seorang wanita datang menyapa Andin dan duduk pada kursi meja kerjanya yang berseberangan dengan meja kerja Andin.

"Hai, Mbak. Iya nih, bosen lama-lama di rumah." Sahut Andin.

"Memang sudah sembuh?"

"Sudah kok, Mbak." Jawab Andin, terkekeh.

"Diperhatiin ayang terus, ya?" Goda wanita itu yang sudah duduk pada kursi kerjanya sambil melirik jahil rekan kerjanya tersebut.

"Apa sih, mbak. Jangan gosip, ya." Wajah Andin tiba-tiba bersemu merah.

"Ihh, masa gosip, sih. Kamu pacaran sama Pak Al, kan?" Seru wanita itu membuat Andin sontak menoleh ke kanan dan ke kiri, waspada jika didengar oleh orang lain.

"Ssstt! Mbak Windy jangan kenceng-kenceng." Peringat Andin.

"Ya ampun, Ndin. Satu kantor ini sudah tahu soal kamu sama Pak Aldebaran. Jadi nggak perlu ditutup-tutupi." Andin mengerut, bingung.

"Kok bisa?"

"Inget nggak yang pas kamu dapat buket waktu itu? Nah, hari itu kan kalian pulang bareng, mana gandengan lagi. Anak-anak kantor banyak yang lihat, terus gosipnya tersebar dengan cepat deh." Jelas Windy membuat Andin berusaha mengingat hari yang dimaksud oleh Windy. Begitu mengingatnya, Andin reflek menepuk jidatnya, pelan.

"Astaga." Keluh Andin.

"Nggak apa-apa kali, Ndin. Kalian kan sama-sama single, nggak ada masalah dong."

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang