(31) Hati-hati

1.8K 324 47
                                    

Darwin melambaikan tangannya pada Aldebaran yang masih berdiri di tempat. Aldebaran rasa ia bisa bertanya pada Darwin, siapa tahu sahabatnya itu tahu apa yang terjadi dengan Andin. Jangan-jangan Darwin sudah memberikan pekerjaan yang berlebihan pada kekasihnya sehingga gadis itu kelelahan dan berakibat pada mood-nya yang buruk.

"What's up, man!" Sapa Darwin menyodorkan tangannya dan disambut oleh Aldebaran dengan toss-an khas mereka.

"Dia aneh banget, Win." Adu Aldebaran, to the point. Darwin menyesap minumannya, kemudian tertawa kecil.

"Coba jelaskan, apa duduk masalah kalian ini?" Tanya Darwin berlagak seperti seorang professional yang sedang menerima keluhan dari client-nya.

"Masalah apa? Kita nggak ada masalah." Jawab Aldebaran.

"Loh?"

"Loh apa?" Aldebaran terdengar sensi.

"Kalau nggak ada masalah, terus apa yang lo bingungin?"

"Dia kayak menghindar dari gue. Gue nggak tahu ada apa. Gue curiga jangan-jangan loe kebanyakan ngasih Andin kerjaan, ya, sampai dia pusing sendiri terus gue jadi objek pelampiasan mood buruknya." Tuduh Aldebaran.

"Enak saja. Orang-orang yang kerja sama gue itu nggak pernah ada yang tekanan batin, ya. Mereka pada happy semua." Sahut Darwin tak terima.

"Ya terus kalau bukan karena kerjaan, gara-gara apa coba?" Aldebaran balik bertanya.

"Ya mungkin saja lo memang ada salah. Coba deh lo ingat-ingat lagi. Mungkin lo tadi malam ngigo nyebut nama cewek lain kali." Sahut Darwin diakhiri dengan tawa usilnya. Aldebaran langsung melempar tatapan tajamnya seperti biasa.

"Gue nggak lagi bercanda ya, Win."

"Ya habisnya dia menghindar dari lo. Perempuan itu nggak mungkin tiba-tiba marah atau ngambek kalau nggak ada penyebabnya. Sekecil apapun pasti ada alasannya. Ya kecuali kalau lagi menstruasi sih."

"Menstruasi?"

"Iya. Konon katanya, emosional perempuan akan meningkat tajam kalau mereka lagi menstruasi. Istri gue juga begitu sih kadang-kadang. Nggak tahu kalau istri lo." Ceplos Darwin membuat Aldebaran yang awalnya mendengarkan dengan serius, seketika berdecak kesal.

"Oh iya lupa, kan belum punya istri, ya." Ledek Darwin menahan tawanya, tanpa rasa bersalah.

"Masa sih sampai segitunya?" Gumam Aldebaran, tampak memikirkan. Darwin mengangkat bahunya, tanda tidak tahu.

"Yaudah sih santai saja. Kalau lo memang nggak ada salah, paling nanti dia baikan dengan sendirinya." Hibur Darwin, mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Lagian gue kaget juga sih sama perubahan lo. Dari seorang Aldebaran yang kaku, dingin, nggak pernah bisa dekat sama perempuan, pas ketemu Andin malah jadi bucin banget. Gue harus kasih applause sih buat Andin karena dia sudah bisa membuat seorang Aldebaran bertekuk lutut." Puji Darwin, namun Aldebaran hanya menatapnya jenuh.

"Lo sama Andin semalam tidur dalam satu kamar, kan?" Darwin bertanya dengan tatapan menyelidik.

"Kenapa arahnya jadi kesana, ya?" Protes Aldebaran.

"Satu ranjang?" Darwin terus menyelidik curiga tanpa menghiraukan tatapan peringatan dari Aldebaran.

"Sudah deh, pikiran lo sudah aneh kemana-mana. Gue laper, mau sarapan." Ucap Aldebaran, tak peduli. Matanya tampak mencari-cari seseorang.

"Mbak!" Panggilnya pada seorang pelayan restoran tersebut dari jauh.

"Pria dan wanita berada dalam satu kamar hotel yang sama semalaman. Nggak mungkin sih nggak terjadi sesuatu." Tutur Darwin masih berlanjut dengan keusilannya.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang