(41) Serangan Tak Dikenal

1.2K 261 33
                                    

- FLASHBACK -

                Di teras belakang rumah itu, Aldebaran dan Andin duduk bersantai pada dua bangku yang tersedia. Sembari menunggu dokter datang, mereka membiarkan Baskara untuk istirahat sebentar. Keduanya menikmati suasana pagi yang cerah bersama sembari memberikan makan kepada kucing peliharaan Andin.

"Ini yang namanya Poppy?" Tanya Aldebaran.

"Iya, Mas. Ini dikasih Om Tama waktu itu."

"Ohh. Cantik..." Komentar Aldebaran sembari mengelus bulu-bulu halus kucing tersebut.

"Kamu suka kucing juga?"

"Di rumah juga ada kucing, tapi jenisnya berbeda. Namanya kiko. Punya papa sih." Jawab Aldebaran.

"Ohh..."

Andin memperhatikan pria itu yang terlihat senang dengan kucingnya. Andin pernah mendengar bahwa laki-laki yang menyukai hewan, termasuk kucing, rata-rata adalah laki-laki yang baik, lembut, dan berhati tulus. Mungkin tidak semua. Tetapi melihat ketulusan yang selalu terpancar dari bola mata pria itu, Andin tahu Aldebaran adalah salah satunya.

"Kenapa?" Tanya Aldebaran saat menyadari Andin yang sedari tadi memandanginya.

"Nggak apa-apa." Jawab Andin, tersenyum.

"Ada yang mengusik pikiran kamu?" Aldebaran menepuk-nepukkan kedua tangannya, membersihkannya dari bulu-bulu kucing yang mungkin saja menempel.

"Tadi malam papa datang kesini, Mas." Ungkap Andin, setelah sebelumnya menimbang-nimbang untuk bercerita atau tidak kepada kekasihnya. Mendengar hal itu Aldebaran tampak tertegun, menatap Andin.

"Baskara marah, dan mungkin dia sakit sekarang selain karena kecapekan kerja, pasti karena semalam dia banyak menangis." Lanjut Andin dengan tatapan nanar.

"Papa kamu ngapain kesini?" Andin menggelengkan kepalanya.

"Dia bilang hanya ingin mengantarkan hadiah."

"Lalu?" Andin menghela nafasnya, panjang.

"Aku tidak peduli dia mau apa. Aku hanya merasa terganggu dengan kehadirannya kembali di hidup kami."

"Kamu tidak merindukannya barang sedikit pun?" Aldebaran penasaran. Andin terkekeh, miris.

"Apalah artinya rindu pada orang yang sudah berkhianat, Mas? Kalau pun aku rindu, aku akan mengubur rindu itu dalam-dalam."

Aldebaran terdiam. Ia sebenarnya ingin sekali membahas itu lebih jauh, namun mengingat beberapa kali pembicaraan mereka dengan pembahasan yang sama tidak pernah berakhir baik, maka Aldebaran memilih untuk menahannya, entah sampai kapan.

"Kamu masih sering ketemu dia?" Tanya Andin, kemudian.

"Pak Ferdinand?" Andin mengangguk.

"Tidak sering, sih. Tapi memang sempat bertemu beberapa kali." Jawab Aldebaran dengan perasaan sedikit gugup, takut jika Andin curiga mengenai kedekatannya dengan Ferdinand.

"Kenapa?"

"Boleh aku minta tolong, Mas?"

"Apa?"

"Kalau kamu ketemu lagi sama dia, tolong bilang jangan repot-repot lagi untuk memberi kami hadiah atau apapun. Jangan pernah datang lagi kesini. Aku dan Baskara sudah bisa bangkit, jadi jangan membuat keadaan menjadi buruk lagi." Kata Andin dengan tatapan sendunya.

Aldebaran terpaku melihat binar mata Andin yang menunjukkan kesedihan. Lagi-lagi ia bisa merasakan bahwa jauh di lubuk hati gadis itu, ia masih sangat mencintai sang ayah. Namun saat ini, Andin hanya terus membohongi dirinya sendiri, menyangkal bahwa sebenarnya ia masih membutuhkan sosok sang papa dalam kehidupannya.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang