(36) Fine Today

1.4K 272 15
                                    

Riuh tepuk tangan menggema di sebuah aula rapat di dalam gedung besar bertingkat tinggi. Hari itu telah diadakan rapat komisaris dan direksi dalam pembahasan kandidat CEO perusahaan besar tersebut, yang mana juga dihadiri oleh seluruh pemegang saham ARTMedia Grup.

Aldebaran terlihat berdiri di antara dua orang laki-laki lainnya yang resmi terpilih menjadi kandidat CEO perusahaan tersebut. Menurut hasil rapat tersebut, mereka bertiga akan segera menjalani diklat CEO bersama kandidat-kandidat CEO ARTMedia Grup di beberapa cabang negara lain yang akan dilaksanakan di New York City, Amerika Serikat.

"Excellent!" Puji sang papa yang berjalan mendekat ke arah Aldebaran, beberapa saat setelah rapat resmi dibubarkan. Para peserta rapat yang lain pun secara bergantian memberikan ucapan selamat bagi ketiganya.

"Kamu memang luar biasa, Al. I'm proud to be your dad." Timpal Damar seraya merangkul pundak putranya itu. Aldebaran terkekeh.

"Siapa dulu dong papanya." Sahut Aldebaran, balik memuji.

"Of course, sesuai. Papanya juga luar biasa soalnya." Ucap Damar dengan percaya diri, hingga keduanya tertawa bersamaan.

"Aldebaran..." Ferdinand tiba-tiba bergabung seraya bertepuk tangan dengan tersenyum sumringah.

"Saya seharusnya sudah tidak perlu kaget dengan kecerdasan yang kamu miliki. Namun hari ini saya tidak hanya terkesan, tapi juga saya semakin yakin bahwa kursi kekuasaan ARTMedia memang hanya pantas diduduki oleh seorang yang memiliki pola pikir seperti kamu." Puji Ferdinand membuat Aldebaran tersenyum simpul. Damar pun ikut tersenyum lebar.

"Saya juga semakin yakin kalau suatu saat kamu bisa melampaui papa kamu lebih jauh." Lanjutnya sambil melirik Damar yang terkekeh saat mendengarnya.

"Bukankah impian setiap orang tua memang seperti itu, Fer? Selalu berharap supaya anak-anaknya jauh lebih hebat dari mereka..." Balas Damar, namun terdengar sedikit menyelekit bagi Ferdinand yang mengingat bagaimana ia menyia-nyiakan anak-anaknya.

"Untuk urusan bisnis dan kecerdasan otak, Al memang lebih unggul dari saya. Tapi ada satu hal yang mungkin tidak bisa dia lampaui dari papanya." Aldebaran mengerutkan keningnya saat mendengar pernyataan dari papanya tersebut.

"Apa itu, Pak?" Tanya Ferdinand, penasaran.

"Sifat romantis. Aldebaran sangat kaku dengan perempuan, sedangkan papanya ini semua orang juga tahu bagaimana romantisnya." Terang Damar membuat Ferdinand tertawa geli. Sedangkan Aldebaran hanya bisa menghela nafasnya, pasrah, melihat tingkah sang papa yang mulai menjadi.

"Astaga, Papa." Decak Aldebaran.

"Itu kenyataan yang harus kamu terima, Al." Sahutnya lagi, sambil tertawa.

"Anda yakin, Pak?" Ferdinand bertanya balik dengan mengulum senyumnya sambil melirik ke arah Aldebaran.

"Tidak perlu diragukan lagi, Fer."

"Tapi sepertinya saya melihat Aldebaran yang berbeda saat berinteraksi dengan putri saya." Jelas Ferdinand membuat Damar bingung.

"Putrimu? Siapa?" Damar bertanya membuat Aldebaran menatap Ferdinand dengan perasaan tak enak, karena ia belum menceritakan apapun soal latar belakang Andin pada sang papa.

"Andin. Dia adalah putriku."

"Ah, masa?" Damar seakan tak percaya, lalu beralih menatap putranya seolah mempertanyakan.

"Iya, Pa. Pak Ferdinand ini adalah papanya Andin." Ujar Aldebaran membuat Ferdinand tersenyum seolah berterima kasih atas keterangan yang diberi Aldebaran.

"Tapi kok...?"

"Ceritanya agak panjang, Pak Damar." Sahut Ferdinand, memahami akan kebingungan yang dirasakan oleh Damar.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang