"Sabar, ya. Sedikit lagi kok. Minggu depan kegiatan diklat kami akan resmi berakhir. Tapi sebelum kami meninggalkan Mess, kami akan bertemu dengan beberapa komisaris dan pemegang saham ARTMedia Grup di berbagai negara. Begitu semua selesai, saya pasti akan pulang."
"Tapi di acara Roy sama Aurora nanti kamu sudah di Jakarta, kan? Masa abangnya sendiri nggak hadir sih? Aku nggak mau sendirian juga."
"Insyaallah. Saya usahakan seminggu sebelum acara pertunangan mereka saya sudah sampai Jakarta."
"Bener, ya?"
"Iya, Andin."
Sekilas ingatan saat Andin sedang berkomunikasi dengan kekasihnya melalui video call beberapa minggu yang lalu mengusik pikirannya. Ia yang sedang menatap kosong ke luar jendela kaca di sebuah ruangan besar itu nampak terlihat murung. Bagaimana tidak? Seharusnya kekasihnya itu sudah tiba di Jakarta seminggu yang lalu. Namun hingga sekarang tak juga memberikan kabar.
Ya, waktu sudah berlalu cepat begitu saja. Hari ini tepat satu tahun lebih dua bulan Andin berpisah dengan Aldebaran sejak di bandara waktu itu. Tak seperti biasanya, satu minggu terakhir ini Aldebaran justru minim kabar. Padahal lusa adalah hari istimewa untuk keluarga mereka, yaitu acara pertunangan Roy dan kekasihnya, Aurora. Bahkan rencana Aldebaran yang akan pulang satu minggu sebelum acara pertunangan itu pun tak terealisasikan.
Menurut informasi yang Tommy dapatkan, atasannya itu sedang mengalami masalah pada visa kepulangannya. Tapi seharusnya bisa memberikan kabar yang jelas, bukan malah mode senyap seperti ini. Andin berdecak kesal.
Kini ia sedang berada di sebuah ruangan pribadi milik kekasihnya yang sering disebut ruangan rahasia. Namun kini bukan lagi menjadi rahasia bagi Andin. Atas seizin Aldebaran sendiri, Andin bisa kapan saja keluar masuk dari kamar dan ruangan pribadi itu tanpa khawatir akan mengganggu privasi kekasihnya. Ponselnya tiba-tiba berdering, pertanda ada panggilan yang masuk.
"Iya, tante?"
"Andin, kamu masih di atas?"
"Masih kok, tan."
"Coba kamu turun deh. Katalog untuk gaun prewedding kalian sudah ada sama tante. Tadi Roy yang bawa."
"Oh, iya. Baik, tante. Aku segera turun."
Andin buru-buru keluar dari ruang rahasia itu dilanjut keluar kamar untuk menemui Rossa yang sudah menunggunya di ruang tengah. Sesampainya ia disana, Andin mendapati Rossa tengah asik berdiskusi dengan Roy.
"Nah, ini dia mempelai ceweknya. Sesuai permintaan lo, gue sudah bawain katalog terbarunya Koh Edwin buat preweeding kalian nanti. Dia bilang dia akan memberikan edisi yang spesial buat kalian." Ujar Roy. Andin dengan wajah datarnya tampak mengangguk dengan tersenyum simpul.
"Thank you ya." Ucapnya. Reaksi datar dari Andin membuat Rossa dan Roy saling menatap bingung.
"Aku mau lihat-lihat dulu kalau begitu." Andin mengambil posisi duduk pada sofa di sebelah Rossa, untuk iku melihat-lihat buku katalog yang sedang dibuka oleh calon mertuanya itu.
"Muka lo kenapa? Ditekuk begitu?" Tegur Roy, ingin tahu.
"Nggak, nggak apa-apa."
"Ohh gue tahu. Pasti lo lagi kepikiran Al yang nggak pulang-pulang kan?" Tebak Roy yang tepat sasaran. Andin melirik pria itu beberapa saat dengan sengit.
"Apa lo nggak merasa curiga?" Tanya Roy dengan tatapan menyelidik.
"Curiga kenapa?"
"Jangan-jangan Al lagi deket sama cewek disana." Ceplos Roy dengan asal. Hal itu membuat Andin dan Rossa seketika mendelik tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever After
FanfictionSeperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjuang untuk terus hidup di antara luka di sekujur hatinya, di sisi lain Aldebaran sedang menikmati hasil kerja kerasnya. Ironis. Namun bagi mer...