Hope page 18
Bunda ve mengintip dari balik pintu kamar shani yang sedikit terbuka, melihat anak sulung nya yang sedang menangis memegang sebuah foto ditangannya. Walaupun shani membelakangi posisi bunda ve berdiri saat ini, bunda ve memiliki insting yang kuat bahwa sekarang anaknya sedang dalam keadaan yang tidak baik baik saja. Maka dari itu, bunda ve tak ingin memperpanjang masalahnya dengan shani malam ini.
"Cin, kakakmu kenapa?" Tanya bunda ve seraya duduk disamping cindy yang sedang menonton televisi. Cindy menautkan kedua alisnya, "Hah emang kenapa bun?" Ia malah balik bertanya. "Itu tadi bunda liat dikamar lagi nangis, tadinya bunda mau introgasi dia tapi bunda gamau ganggu. Bunda kasian liatnya"
"Patah hati kali bun" Kekeh cindy. "Haduh emang ya anak jaman sekarang, kamu apa kabarnya sama jinan hum? Udah pacaran ya?" Goda bunda ve mencolek dagu anak bontotnya, "Jinan? Hidih najis bun aku pacaran sama dia, anaknya nyebelin banget tau ga" Cindy sewot tak terima. "Jangan bilang gitu, nanti malah karma jatuh cinta loh"
***
"Ji-jinan lagi deket sama temen di sekolah bun, namanya cindy. Tapi papih kok bilang aku gaboleh deket-deket sama dia ya?"
Mamih yona masih berusaha untuk mencerna cerita jinan, ia berfikir keras supaya mengetahui latar belakang suaminya memerintah jinan seperti itu. "Cindy siapa sayang?" Tanya mamih yona merapikan rambut jinan yang menutupi wajahnya.
"Cindy hapsari natio" Bola mata lawan bicaranya membesar, melotot tak percaya dengan apa yang anaknya lontarkan. "Na-natio?" Tanyanya untuk memastikan.
Jinan mengangguk menatap mamihnya yang masih shock setelah mengucapkan marga salah satu keluarga itu. "Emangnya kenapa mih?" Jinan mengguncangkan tubuh mamihnya pelan. "Natio adalah musuh terbesar keluarga kita, semasa papih muda dia punya dendam yang belum terbalaskan dengan Tuan Natio yaitu ayahnya teman kamu. Beberapa tahun lalu tepatnya bunda masih mengandung eve, papih kamu menyuruh orang untuk membunuh Tuan Natio secara diam diam, dan menutup kasus itu secepat mungkin dengan cara menyogok polisi yang menangani kasusnya" Mamih yona menjelaskan panjang lebar.
Udara dikamar jinan mendadak menjadi dingin layaknya musim salju, bertahun-tahun ia hidup baru terungkap bahwa ayahnya ternyata seorang pendendam yang bertekad untuk membunuh walaupun bukan dengan hasil tangannya sendiri. Jinan menganga tak percaya, ia mencengkram erat bajunya kuat melampiaskan emosi yang tak tersampaikan.
"Ke-kenapa papih tega? KENAPA HARUS BAGIAN KELUARGA SESEORANG YANG AKU CINTA MIH!?"
***
Shani membuka ponselnya, membuka room chat nya dengan gracia yang terakhir kali ia berinteraksi siang tadi. Biasanya gracia selalu bawel mengingatkan shani untuk makan, mandi, tidur dan lain lain. Kini ia hanya bisa menatap layar handphone nya melihat gracia online yang entah dengan siapa ia ber-chattingan.
Malam hari ini terasa sangat panjang baginya, ia membuka pintu balkon dan berdiri tepat dipagar pembatas. Menatap langit yang disinari oleh cahaya bulan sambil menikmati udara sejuk malam itu. Pandangannya tak lepas dari langit, berkali kali ia menghembuskan nafasnya lelah. "Ge, kamu lagi apa?" Monolognya.
***
"Ci bangun ciii" Cindy menggunjangkan tubuh shani yang masih terlelap. Tiga menit, lima menit, bahkan sepuluh menit. Masih tak ada pergerakan dari shani.
"SHANI INDIRA NATIO!"
Byurrr.
Basah,
semuanya.
"LO NGAPAIN SIH!?" Shani mengelap mukanya yang penuh air. "LAGIAN ELO DIBANGUNIN DARITADI GA NYAUT, KEK ORANG MATI TAU GAK" Cindy berkecak pinggang sambil memegang gayung. "TAPI LO SOK NGIDE BANGET BANGUNIN GUE PAKE NYIRAM AIR BEGITU" Suara perdebatan mereka di pagi pagi buta terdengar sampai bawah, mengganggu kegiatan bunda ve yang sedang memasak dibawah untuk sarapan.
Bunda ve menaikki anak tangga menghampiri kamar shani, terlihat kasurnya yang basah akibat siraman rohani dari cindy."Bundaaa cindy nyiram nyiram shani" Rengek shani manja, bunda ve melemparkan tatapan tajam kepada cindy. Beralih pada telinganya yang terekspos, ia berinisiatif untuk menjewernya. "ADUUUUU SAKIT BUNNN AHRGGGG"
"Bunda nyuruh kamu bangunin kakak kamu, bukan nyiram taneman" Merah sudah telinga cantik cindy, rasa panas menyelimutinya.
"Tapi nih orang susah banget dibangunin bun, yaudah cindy siram aja dikit pake air" Cindy membela diri, tak terima ia disalahkan begitu saja. "PALA LO DIKIT, LAGIAN PAKE CARA LAIN YANG LEBIH SOPAN KEK HAPSARI!"
"EH ELO SADAR DIRI YA, ALARM LO BUNYI LIMA KALI JUGA GA BANGUN BANGUN. EMANG LO NYA AJA KEBO" Cindy sudah berancang-ancang melemparkan sebuah gayung ditangannya pada shani.
"KALIAN BERDUA BISA DIEM GAK!?"
Cindy telah mengenakan seragam sekolahnya, sekali lagi memperbaiki penampilan didepan cermin. Ia begitu semangat hari ini, tak sabar untuk segara sampai disekolah nanti. Ia menuruni anak tangga satu persatu, menggendong tas sekolah dipunggungnya menghampiri dua manusia yang tengah menikmati sarapan pagi.
"Tumben banget jam segini udah siap siap, biasanya juga masih rebahan santai" Sindir shani melirik penampilan cindy dari atas kebawah. "Mau ketemu gebetannya kali shan" Bunda ve menimpali setelah itu terkekeh pelan.
"Gebetan cindy? Siapa bun?" Tanya shani bingung. "Itu loh yang beberapa hari lalu kesini, si jinan" Bunda ve menyuapkan sesendok makanan kedalam mulutnya. Shani berusaha untuk mengingat-ingat wajah yang bundanya maksud. "Ohh si ketos itu cin?" Ucap shani menggoda. Cindy yang sedang mengarahkan sendok makan ke mulutnya yang ternganga berhenti sejenak untuk menjawab pertanyaan kakaknya. "Ck, bacot lo"
To be continued.
Hope - httpshngrc
KAMU SEDANG MEMBACA
PENDING • HARAPAN | HOPE [GRESHAN]
Romance"Apa aku salah ya berharap sama orang kaya kamu, ge?" Cast: Shani Indira Natio Shania Gracia Harlan Aninditha Rahma Cahyadi Maria Genoveva Natalia Desy Purnamasari Gunawan Jinan Safa Safira Cindy Hapsari Maharani Pudjiantoro Putri Jessica Veranda Ta...