XXII - He disappeared

1.6K 155 8
                                    

Hope page 22





"Ga nginep aja shan? Udah malem loh ini, nanti bunda bilangin bunda kamu deh" Bunda naomi mengelus pundak shani lembut, memintanya untuk menginap semalam dirumahnya.

"Lain kali aja deh bun, shani takut diomelin bunda soalnya udah kemaleman. Pamit dulu bun" Shani cengengesan mencium punggung tangan bunda naomi lalu beralih untuk menatap gadis pendek didepannya. "Ge aku pulang dulu ya" Shani mengacak rambut gracia pelan.

Gracia mendengus kesal, ia balas mencubit pinggang shani. "Hati hati, besok jangan lupa jemput aku"

Shani memutar bola matanya malas, "Malam bunda naomi, tuan putri gege" Pamit shani meninggalkan halaman rumah gracia menuju mobilnya.

"DADAHHH SHANIIIII"


***





"CI SHANI!" Shani terkejut mendengar suara yang tak asing tersebut ditelinganya, ia melihat adiknya berlari dengan langkah kecil ke tempat berdirinya sekarang namun shani memilih untuk beralih ke tempat lain dengan maksud tak ingin menggubris adiknya

Namun itu tak menjadi hal yang sulit untuk adik laknatnya, ia menarik tangan shani kasar untuk menghadap arahnya. "MANA PESENAN CINDY!?"

"Duh gue lupa cin, besok ya. Janji deh pulang sekolah gue beliin. Dah sono tidur lo bocil" Shani menoyor kepala cindy agar jauh dari pandangannya.

"Kan udah bunda bilang, jangan kemaleman shan" Tiba tiba bunda ve muncul dibelakang shani, cindy tersenyum miring. Shani tau siapa dalang dibalik ini semua, "Eh bunbun kok belum tidur?"

"Besok kamu sekolah kan? Sana tidur, bunda males ngurusin anak bangor kaya kamu" Bunda ve meninggalkan shani, gadis kecil disampingnya terkekeh kecil mengejek kakaknya. "Mampus lo ci, paling mobil lo bakal ditarik lagi sama ayah"

"Jual beli adik haram gasi" Batin shani





***





"SAHAM PERUSAHAAN SAYA TURUN NATIO!"

"Iya saya tau. Bahkan perusahaan saya sudah bangkrut, tapi kerjasama kita tetap berlangsung kan?"

"Saya tekankan tidak. Asal kau tau, saya sudah tidak sudi bekerjasama denganmu. Silahkan ajukan surat pengunduran diri" Laki laki berjas itu melemparkan map berisikan penuh dengan kertas-kertas yang mungkin sangat penting dan tentu saja privasi dihadapan natio.

"Saya lupa siapa dulu yang memohon-mohon untuk meminta bantuan untuk perusahaan ini" Natio menatap tajam pria didepannya. "Setelah kamu sampai di titik hasil, kamu lupa dengan saya?"

"SAYA YANG SUDAH MEMBAWA KAMU SAMPAI TITIK INI, CAHYADI!" Natio melepaskan kacamatanya dan melemparnya ke sembarang arah.

"Sungguh, temperamenmu tak pernah berubah" Ia tersenyum simpul.


Plak.

Darah mengucur dari sudut bibir natio, ia meringis. "Saya hanya memanfaatkanmu, keluar dari ruangan saya sebelum saya panggil security" Cahyadi melepaskan jasnya, menyisakan kemeja putih dengan dasinya. Natio masih menetap ditempatnya, tak peduli dengan darah yang masih mengalir akibat pukulan lawan bicaranya. "Keluar jika keluargamu ingin selamat" Pria itu merebahkan dirinya diatas sofa ruangan.

"Jangan pernah bawa bawa keluarga saya dalam pertikaian ini" Natio menekankan tiap kalimatnya. "Kita belum sampai dipuncak permainan, tunggu saja kematianmu natio"

Natio menghampiri teman brengseknya, ia menarik kerah kemejanya sampai si empu bangun dari tidurnya. "Jejak digital kejahatanmu masih saya simpan, jangan macam-macam" Natio menghempaskan tubuh cahyadi sehingga pria itu terhempas ke lantai. "Saya akan melenyapkan seluruh keturunanmu"

PENDING • HARAPAN | HOPE [GRESHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang