❝Terkadang, Aku merasa dunia begitu tidak adil. Berpikir akulah yang paling menderita dan tersiksa. Tanpa kusadari, aku lah si yang jarang bersyukur itu, yang sering memperumit keadaan dengan mengabaikan adanya Tuhan.❞
«――――»
Pagi menyingsing ceria dengan gumpalan awan di atas langit yang sudah kembali bewarna putih bersih. Gemercik air sisa hujan semalam masih menetes dari atas genting, membuat kubangan air di beberapa sisi jalan. Kicau burung menyapa merdu telinga dari balik pohon, mengiringi aktivitas Aziel yang tengah sibuk mencoba berbagai jenis pakaian yang cocok untuk pergi dengan sang adik.Sudah lama sejak terakhir kali Aziel bisa bermain berdua adiknya. Maka dari itu, Aziel ingin menggunakan baju terbaiknya.
Sementara Aksara, diam di depan pintu memperhatikan Aziel yang sibuk mengambil baju, menempelkan di tubuhnya, kemudian melempar asal ke atas kasur jika dirasa tidak sesuai.
Ia melirik jam bundar di dinding, merasa kegiatan itu tak akan berakhir cepat, Aksara memilih masuk dan mengambil beberapa helai pakaian yang berserakan di lantai. Lalu, duduk di sisi kasur, "Belum ketemu mau pakai baju apa?" tanyanya lembut.
Aziel menggeleng sambil menggaruk kepalanya, "Belum. Baju Jie jelek. Gak suka." Katanya lesu.
"Kata siapa jelek? Sini aku cariin." Lantas Aksara berdiri memilah beberapa baju yang sekiranya cocok untuk Aziel.
"Coba pakai ini." Aziel mengambil alih sweater cream dari tangan Aksara kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama untuk Aziel lengkap dengan sepasang setelan yang Aksara pilihkan.
"Aksa." Aksa menoleh ke belakang dan melihat Aziel sudah tampan dengan balutan sweater tersebut. Aksara memberikan dua jempolnya, "Ganteng banget gak bohong." Pujinya. Aziel langsung mematut di cermin dan berputar layaknya anak kecil.
"Bagus. Jie ganteng." Ucapnya girang.
"Kalo sudah selesai tunggu di luar dulu El, aku mau ganti baju."
"Aksa jangan lama." Ujar Aziel sebelum berlalu meninggalkan Aksara.
Aksara merapikan baju terlebih dahulu dengan pikiran berkelana memikirkan beberapa hal dalam hidup yang tidak berjalan semestinya. Seperti dia dan Aziel contohnya.
Lahir di waktu yang sama tidak membuat tumbuh kembang mereka sama. Aziel berbeda, bayi yang lahir lima menit lebih dulu itu terlahir istimewa. Di usia mereka yang seharusnya sudah berada di bangku SMP nyatanya tidak berlaku untuk Aziel.
Keadaan membuat Aksara dituntut menjadi dewasa lebih dulu untuk menjaga dan melindungi Aziel. Takdir seolah merenggut haknya sebagai remaja. Aksara tak pernah menyuarakan keluhan akan takdir yang sudah digariskan. Baginya, biarlah semua berjalan apa adanya, mengeluh hanya akan membuatnya terlihat menyedihkan.
Aksara menghelas napas pelan, "Mengeluh adalah pekerjaan yang melelahkan. Sesulit apapun keadaan biar kehendak Tuhan yang menentukan akhirnya. Semangat Aksara!" batinnya.
Kinar melihat kedatangan putra sulungnya, "Kayaknya senang banget mau jalan-jalan?" Aziel mengangguk semangat kemudian menarik salah satu bangku untuk memulai sarapan.
Jika kalian berpikir mereka akan sarapan menggunakan sereal dengan campuran susu di atas mangkuk berharga jutaan. Kalian salah.
Mereka hanya makan menggunakan piring plastik dengan tempe dan sambal sebagai lauk. Aziel dan Aksara menyantap makanan tanpa ragu, bahkan mereka memuji masakan Kinar dengan senyum mengembang.
Kinar terharu melihat kedua buah hatinya tumbuh menjadi anak hebat. Keduanya terbiasa bersyukur sekecil apapun yang mereka miliki di dunia ini. Belajar menghargai bahwa kebahagiaan tidak selalu diukur dari hal mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Teen FictionSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...