❝Harus dengan apa lagi aku memberi tahu, jika aku tidak baik-baik saja.❞
«――――»
Warn : Harsh words, violence, kata-kata yang menjatuhkan mental.
Kriittt
Pintu rumah berbahan dasar kayu itu dibuka oleh Kinar yang baru saja pulang dari rumah sakit berniat mengambil beberapa keperluan Aziel. Tepat saat itu juga Aksara keluar dari kamar dengan tas yang tersampir di sisi bahunya. Dua orang berbeda usia itu diam di tempat, Aksara terkejut dan tak tahu harus bereaksi seperti apa, sedangkan Kinar masih enggan menatap ke arah putra bungsunya.
Pintu rumah ia tutup kemudian berlalu tanpa menyapa Aksara, bahkan Kinar tidak menyadari bahwa wajah anaknya jauh lebih pucat dari biasanya.
Aksara bingung harus menyambut bundanya seperti apa, terlebih melihat aura tidak mengenakan yang ditujukan untuknya. Remaja yang sudah siap dengan seragamnya itu menghela napas sesaat sebelum kakinya melangkah menghampiri yang lebih tua.
"Bunda.. Apa mau Aksara siapin sara―"
Blam
Belum selesai ia berucap, Kinar sudah lebih dulu menutup pintu kamar membiarkan Aksara mematung di tempat.
"Bunda masih marah ya sama Aksa?" Lirih Aksara pelan namun masih bisa Kinar dengar dengan jelas sebab ia berdiri persis di balik pintu.
Aksara memilin hoodienya dengan kepala menunduk, "Aksa engga tahu harus gimana kalo bunda diemin Aksa terus. Aksa tahu ini semua karena kelalaian aku, tapi Aksa beneran gak sengaja bunda." Semakin Aksara mencoba menjelaskan, semakin sesak rasanya. Haruskah dia bersujud demi mendapat maaf dari budanya?? Mengapa Aksara merasa bahwa dirinya tak ada harganya di mata bunda.
"Aksa cuma mau beli kembang gula untuk Aziel. Aku sudah bilang supaya Aziel gak kemana-mana tapi waktu aku balik Aziel udah gak ada di bangku taman. Maaf bunda..."
Ceklek
Pintu terbuka, Aksara mendongak menatap bundanya yang masih diam tanpa ekspresi berarti.
"Terus kamu nyalahin Aziel?" Tanya Kinar dengan nada dingin.
Hatinya mencelos, bukan itu yang Aksara maksud. Ia hanya berusaha menjelaskan bukan menyalahkan siapapun.
"Aku berusaha jelasin―"
"Kamu tahu kakak kamu itu beda, Aksara. Beda." Selak Kinar mulai emosi. "Kamu tahu Aziel mudah tertarik sama hal sepele dan kamu dengan bodohnya ninggalin dia sendiri, dimana pikiran kamu saat itu bunda tanya?" Bentak Kinar kesal.
Aksara mundur selangkah. Napasnya tercekat saat bentakan ia dapat dari sosok yang selalu menjadi pelipur laranya.
"Akibat kelalaian kamu sekarang Aziel didiagnosa PTSD. Puas kamu sekarang? Kakak kamu yang selalu dianggap tidak normal harus mengalami penyakit itu, ITU MAU KAMU IYA?" Kinar mengguncang bahu Aksara dengan kencang, sejak tadi Aksara sudah terisak tapi Kinar tak peduli. Dirinya kepalang emosi bahkan untuk berpikir jernih.
Seluruh badan Aksara gemetar hebat. Ia bahkan kesulitan bernapas, dengan kasar Aksara melepas cengkraman di kedua bahu nya dan berteriak kencang.
"BUNDA JAHAT! BUNDA KENAPA NUDUH AKU?AKSA GAK PERNAH MAU JAHATIN KAKAK!"
Plak
Aksara menoleh ke samping begitu sebuah tamparan mendarat mulus di wajahnya, untuk kedua kali. Lidahnya terasa kelu dan otaknya tak lagi mampu mencerna keadaan. Apa yang barusan ia rasakan berhasil menunjukkan seberapa tidak berharganya dia. Hanya Aziel. Satu-satunya anak yang mampu merebut semua kasih sayang bunda, tanpa menyisakan untuknya yang malang.
"Sudah berani kamu teriakin bunda, siapa yang ngajarin kamu? Bunda kecewa sama kamu! Tidak peduli kamu sengaja atau tidak semua ini tetap salah kamu! Kamu yang membawa Aziel pergi itu tandanya kamu memegang penuh tanggung jawab selama Aziel di sisi kamu. Tapi apa?" Kinar tertawa sinis, "Kamu justru lalai. Sudah jelas semua salah kamu! Seharusnya kamu tahu diri Aksara, kamu satu-satunya yang bisa bunda handalkan disini, tapi bunda salah besar. Sebagai hukuman jangan pernah dekati Aziel sampai bunda mengizinkan." Ujar Kinar tanpa bisa dibantah.
Di dalam kamar Kinar mengamati tangannya yang terasa panas dan merah bekas menampar Aksara. Dua kali sudah ia kelewat batas. Dia hanya tak tahu harus bagaimana lagi, Kinar hanya ingin melampiaskan rasa frustasinya dan tanpa sengaja emosinya selalu memuncak ketika berhadapan dengan Aksara. Kinar tahu ini bukanlah dirinya yang biasa, tapi sungguh dirinya sedang ada di batas ambang lelah akan semua rentetan masalah yang tidak henti mengusik hidupnya.
Kinar butuh pelampiasan dan Aksara selalu berhasil menjadi tempat terbaik. Dirinya tidak sadar bahwa semua perbuatannya menggores batin Aksara. Sosok ibu yang selama ini dianggap sebagai obat penawar justru menjadi pisau tajam yang membunuh secara perlahan..
Aksara tertawa miris di tengah air mata yang mulai membasahi pipi tirusnya. Bahkan ia tidak diberi kesempatan sedikitpun untuk membela diri. Hanya disalahkan dan dipukul. Rumah yang selalu menjadi harapannya untuk berlindung tak lagi sama. Sekarang, dimanapun dia berada hanya sepi dan sendiri, tidak ada lagi pelukan hangat.
Aksara pergi dari sana, menyusuri trotoar dengan pikiran berkecamuk. Semua yang Aksara lakukan selama ini untuk melindungi Aziel tidak terlihat karena sebuah kesalahan, waktu yang ia korbankan pun sia-sia. Pada akhirnya Aksara selalu dianggap sebagai seorang pecundang bukan pahlawan.
Memorinya mundur ke belakang, menengok kenangan lama saat dirinya dinasehati agar memberi kesempatan pada orang yang menyakiti dirinya untuk menjelaskan sebelum memutuskan memaafkan atau tidak, tapi kenapa hari ini bundanya justru berlaku sebaliknya?
"Tuhan... kenapa rasanya aku seperti bukan siapa-siapa. Tidak bisakah sekali saja aku dianggap sebagai seorang anak yang ingin disayang bukan sekedar tameng untuk kakak ku?"
Aksara berhenti melangkah, ia menangis, lagi.
Tak peduli pejalan kaki lain menilainya seperti apa, yang ia inginkan hanya menghilangkan sesak di dadanya."Aku takut Tuhan... Aku tidak ingin dibenci lagi, aku tidak ingin kesepian di tempat yang kuanggap rumah."
Aksara menangis dalam diam. Tangis yang begitu menyayat hati. Air matanya bahkan tidak diiringi isak tangis saking lelahnya ia melangkah tanpa dorongan semangat dari siapapun. Semua topeng yang ia pakai agar terlihat baik-baik saja di hadapan dunia hancur hari itu. Inilah dirinya yang hancur dan rapuh, yang mengharap bisa sembuh dari luka batin terdalamnya.
To be cont.
@cruuuciooHaiii, I'm back setelah hampir satu bulan lebih. Karena beberapa hal dan kesibukkan, cerita ini sedikit lama aku update. Aku juga lagi nulis cerita lain, dan buat nulis sendiri dibutuhkan mood yang benar-benar mendukung.
Beberapa chapter ke depan masih seputar masa lalu. Karena cerita ini mengandung dua alur, jadi kalo ada yang mau ditanyakan bisa di tulis di komentar.
Sebagai ganti keabsenan cerita ini, aku update beberapa chapter sekaligus.
Selamat membaca y'all
Jangan lupa tinggalkan jejak♡
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Fiksi RemajaSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...