Winata menjajaki kaki keluar gedung perusahaan di iringi seulas senyum ramah yang ditujukan pada setiap staff perusahaan yang menyapanya. Pria berumur 40 tahun itu memang banyak disenangi oleh karyawan, sosok ramah penuh wibawa, tegas namun tidak arogan, teliti namun tetap menghargai kinerja pegawainya.
Mobil mercy hitam yang telah mengarungi jalanan kota Vancouver sejak 45 menit lalu kini sudah berhenti sempurna di kawasan rumah sakit terbesar di kota itu. Gedung yang didominansi warna putih serta bau obat yang khas sudah menjadi hal biasa bagi Winata sejak pengobatan Rena satu tahun yang lalu.
Hari ini Winata sengaja menyuruh sekretarisnya untuk mengosongkan jadwalnya karena ingin mendampingi sang istri melakukan kemoterapi. Dirinya sudah berjanji untuk fokus pada kesembuhan Rena.
Sapaan ramah tak henti terlontar pada sosok dengan perawakan tinggi dan tegas itu. Mayoritas berasal dari para perawat yang sudah hafal dengan kedatangan Winata. Setibanya di kamar Rena, Winata justru menemukan wujud sang anak yang tengah mengupas apel merah.
"You didn't go to school, boy?" Tanya Winata pada sosok Galaksi.
"I got permission from Mrs. Hillen to skip the class for today." Jelas Galaksi sembari memasukkan sepotong apel yang sudah bersih ke dalam mulutnya. Winata mengacak rambut Galaksi dan merapikan beberapa barang Rena yang masih berserakan di beberapa tempat.
"Pa." Panggilan Galaksi mengalihkan Winata
"Ada apa? There's something bothering you?" Tanya Winata mensejajarkan tingginya dengan Galaksi yang saat ini duduk di sebuah kursi.
Galaksi memilin bajunya, potongan apel sudah tak menarik baginya. "You won't leave me and mom, pa?"Winata membawa tangannya untuk menyentuh rahang sang anak, bermaksud agar anak itu menatap matanya.
"Galaksi gak perlu takut papa pergi. Papa akan selalu ada untuk Galaksi dan mama. Sekarang kita harus support mama untuk sembuh, hm?" Galaksi mencoba mencari kebohongan dari manik sang ayah, namun yang ia dapat hanya sebuah tatapan yang sarat akan permohonan untuk percaya.
》■●■《
-Indonesia-
"Baik anak-anakku ibu minta perhatian kalian sejenak." Seruan bu Uswatun menarik atensi seluruh murid di kelas, mereka memberi perhatian kepada guru di depan sana.
Saat ini, Aksara beserta murid yang lain sedang mengikuti kelas Seni. Mereka duduk di kursi kecil yang disediakan di ruang lukis. Ruangan itu tidak terlalu besar namun cukup untuk menjadi tempat murid berkreasi dengan cat dan warna. Di dinding terdapat lukisan karya murid yang memang sangat bagus sehingga diabadikan di ruang tersebut.
Jujur Aksara sangat tertarik dengan apapun yang berbau seni entah itu musik ataupun lukisan. Dulu di sekolah lamanya, ia pernah mengikuti kejuaraan lomba melukis dan hasilnya pun cukup memuaskan dengan menempati posisi ke tiga se-nasional.
"Sekarang kita sudah berada di ruang lukis jadi ibu akan memberi tahu materi pembelajaran kita yaitu tentang seni lukis."
"Mungkin diantara kalian ada yang kurang menyukai lukisan, sulit memahami apa makna yang ingin disampaikan dari seni itu sendiri. Itulah keunikan dari seni lukis. Dimana setiap aliran dari seni lukis memiliki gayanya masing-masing."
"Dipertemuan minggu lalu, ibu sudah mengirimkan materi tentang jenis-jenis aliran seni lukis beserta definisi, ciri, maupun seniman yang menggambarkan aliran tersebut. Jadi tugas kalian hari ini adalah membuat lukisan dengan aliran yang kalian yakini mampu terlukiskan dengan baik. Kalian bebas mengekspresikan diri, biarkan emosi dan pikiran kalian mengendalikan kuas yang ada ditangan kalian. Ada yang mau ditanyakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Teen FictionSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...