20# Dark Side

291 46 2
                                    

Kalian mungkin tidak sadar jika aku hancur dan mental ku rusak. Bahkan, hampir terkikis habis sampai tidak ada hal lain yang kupikirkan selain pergi untuk menemui kebahagiaan abadi.

Impian ku sederhana, sebatas ingin disambut peluk hangat sebagai validasi bahwa kehadiranku masih diperlukan. Tapi, satu per satu dari kalian justru pergi―membawa tawa dari aku si penuh lara.

«――――»

Warning : Harsh word, self harm, mental illness issue.

Arga menyusul kedua anaknya di kantin rumah sakit. Dirinya sengaja menyuruh kedua anaknya menjauh agar mereka tidak melihat bagaimana Aksara diperlakukan tadi. Sejujurnya Arga khawatir dengan Aksara, anak itu begitu lugu, seperti anak kecil yang harus dilindungi dari kejamnya dunia. Sorot teduh yang seakan menghipnotis Arga sejak pertemuan tadi sore menyiratkan segala jenis luka dan kesedihan. Tapi siapa dirinya? Ia hanya orang asing yang kebetulan masuk ke dalam garis hidup Aksara.

Gadis cantik yang sejak tadi sudah dilanda bosan tersenyum senang begitu melihat kedatangan papanya, "Papa, kenapa lama sekali? Apa anak tadi sudah sadar?" Tanya gadis cantik itu.

Arga menarik tangan putrinya untuk duduk kembali di bangku, "Belum, kita do'ain yang terbaik untuk Aziel ya."

"Jadi namanya Aziel. Lalu yang tadi menangis?"

"Itu kembarannya, Aksara." Arga beralih menatap si sulung, "Agam sama Aya pulang duluan sama Pak Dandi. Papa masih ada yang harus diurus disini. Pak Dandi sudah nunggu di depan pintu masuk." Agam mengangguk kemudian menggandeng tangan adiknya.

"Papa jangan lupa makan, Agam sama Aya balik dulu." Arga tak lupa mengecup pucuk kepala putra-putrinya, "Hati-hati di jalan, Nak." Setelah memastikan kedua anaknya pulang, Arga kembali ke ruangan Aziel.

Cakrawala sudah kehilangan cahayanya sejak beberapa jam lalu. Hujan di luar semakin deras, menambah kesan sendu malam itu. Suara gemuruh petir saling bersahutan mendukung suasana mencekam yang tak disukai banyak orang. Lorong rumah sakit terasa sunyi bahkan suster yang masih berjaga tak mampu mengurangi kesunyiaan.

"MATIKAN, HIKS!"

Beberapa ratus meter mendekati tujuan, Arga tersentak kaget begitu suara nyaring keluar dari kamar Aziel. Ia langsung lari dan membuka pintu kasar. Hal pertama kali yang ia lihat adalah keadaan kamar yang berantakan beserta kondisi Aziel yang jauh lebih memprihatinkan.

Anak itu menangis kencang dengan kedua tangan senantiasa menutup kedua telinganya, berteriak histeris meminta untuk menghentikan suara-suara ledakan yang bahkan tak ada apapun di ruang itu.

Dokter dan suster sibuk menangani Aziel, tak jauh berbeda dengan Kinar yang kini ikut menenangkan putra sulungnya.

"Aziel ini bunda, tenang nak." Aziel terus berontak dalam pelukan Kinar.

"Mereka jahat..." Ujar Aziel, terdengar suaranya bergetar, bahkan bola matanya gelisah menyusuri setiap sudut kamar seolah mengantisipiasi siapapapun yang akan berniat jahat padanya.

Kinar mengelus punggung Aziel sembari mengucapkan kata penenang, "Aziel aman, disini ada bunda. Jangan takut..."

Tidak hanya Kinar yang kewalahan, suster dan dokter pun sibuk menahan pergerakan Aziel karena darah mulai mengalir dari selang infus.

"Ini dokter." Seorang perawat memberi jarum injeksi dan dokter Wildan menyuntikkan obat penenang ke dalam cairan infus Aziel. Selang beberapa saat kondisi Aziel mulai tenang dan kedua matanya terpejam perlahan.

AKSARA | RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang