Ada yang nunggu cerita ini update??
Sejak perselisihan antara Kinar dan Aksara beberapa waktu lalu, hubungan keduanya hingga detik ini tak kunjung membaik. Seperti ada jurang besar yang memisahkan keduanya, membuat mereka yang dulu begitu dekat terasa asing satu sama lain. Satu sisi Kinar masih belum bisa menerima keputusan Aksara untuk melepaskan beasiswanya, masih ada perasaan kecewa entah pada pada Aksara atau pada dirinya sendiri yang tak mampu memberikan kehidupan yang baik untuk kedua putranya.
Tak jauh berbeda dengan Aksara. Anak ini pun tak banyak bicara, lebih banyak diam dan mengahabiskan waktu seorang diri. Aziel yang kondisinya perlahan membaik dan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit sejak beberapa hari lalu pun bisa merasakan ada yang berbeda dari keluarganya.
Setiap kali ia menghampiri Aksara berniat mengajak sang adik bermain pasti akan ada seribu alasan yang Aksara siapkan untuk menolak ajakannya.
"Kamu main sendiri dulu El, aku mau tidur." Tolak Aksara saat Aziel mengajaknya untuk bermain di taman dekat rumah mereka.
Apabila hanya sesekali Aziel mungkin akan paham jika Aksara memang butuh istirahat tapi lama-kelamaan Aziel benar merasa bahwa Aksara menjauhinya. Bahkan saat ini dirinya lebih sering diajak bunda untuk pergi ke tempat kerja dibanding membiarkan di rumah bermain dengan sang adik.
"Bunda, aku mau di rumah sama Aksa." Ujar Aziel sambil menggerakan jari-jarinya ketika yakin dirinya akan segera diminta ikut bunda kerja.
Kinar balik menatap anaknya dan berucap selembut mungkin, "Aziel ikut bunda ke tempat kerja, disana kamu biaa gambar. Aksara lagi sibuk."
Jawaban mutlak sang ibu membuat wajah Aziel berubah sendu. Meski kata orang di luar sana dia bodoh namun Aziel bisa merasakan ada yang tidak beres diantara bunda dan adiknya. Tidak ada canda tawa di ruang makan, mereka akan terjebak hening, hanya denting sendok mendominasi, setelahnya Aksara akan langsung ke kamar dengan dalih ingin tidur.
....
Pagi hari selepas membersihkan diri Aziel merenungi semuanya di atas kasur, keadaannya sudah cukup baik. Dia sudah tidak takut keluar rumah asalkan tidak sendiri, perintah Dokter Arga untuk selalu mengingat hal indah juga ia sematkan dalam otak.
Ceklek
Pintu kamar yang dibuka dari luar menarik kesadaran Aziel. Ia mendongak menatap Aksara yang kini sedang mengambil kemeja dari lemari. Jujur ia ingin sekali mengajak saudaranya itu ngobrol tapi dari Aksara seperti tidak dalam suasana hati yang baik.
Aziel mengamati Aksara yang sibuk memasukkan kertas ke dalam tasnya. "Aksa..." cicitnya pelan.
Aksara menghentikan kegiatannya, menatap Aziel penuh tanya, "Kenapa?"
Aziel mendekat ke arah Aksara. Baju berwana biru langit yang semula rapih sudah terlihat kusut di beberapa sudut akibat dipilin kuat oleh sang empu.
"Aksa ikut bunda sama Jie jalan-jalan?"
Aksara memejamkan kedua matanya, ada sebagian kecil hatinya yang terasa dicubit. Ia tahu hari ini bundanya akan mengajak Aziel pergi. Jika ditanya apakah Aksara juga ingin ikut, tentu dia akan menjawab dengan lugas 'iya.' Namun dia sadar diri kalau bundanya tidak ingin dia hadir di tengah mereka, karena pasti suasana akan canggung dan Aziel justru merasa tak nyaman, berakhir jalan-jalan yang entah kemana menjadi tidak menyenangkan.
Aksara menyelesaikan urusannya dan memakai tas di bahu lalu membalikkan tubuh, "Aku ada urusan lain." Katanya singkat.
Raut Aziel berubah muram, anak itu mendongak agar melihat sang adik lebih jelas, "Urusan apa? Aksa mau ke sekolah? Tapi hari ini libur. Aksa marah sama aku? Jie lakuin sesuatu yang bikin Aksa marah? Kalau iya kasih tau, Jie gak akan ulangi asal Aksa gak diemin aku." Aziel berucap dengan nada gelisah, jika dia salah dia akan minta maaf asal jangan dijauhi. Hanya Aksara yang menjadi temannya selama ini. Kalau Aksara menjauh dia akan sendiri, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Teen FictionSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...