17# Ayah Anakmu Rindu

334 48 2
                                    

Warn : Beberapa chapter ke depan akan menggunakan alur mundur. Banyak kisah yang akan dijelaskan di chapter flashback yang beruhubungan di masa depan.

Aksara bersenandung kecil sembari merapikan sepatu ke dalam rak yang diletakan di depan rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aksara bersenandung kecil sembari merapikan sepatu ke dalam rak yang diletakan di depan rumah. Matahari sudah mulai kembali ke peraduan, sinarnya mulai menghilang seiring langit berubah jingga. Burung-burung pun terbang bebas membelah angkasa, membentuk formasi tertentu layaknya di medan perang.

Aksara mengetuk pintu sebanyak 3 kali sebagai isyarat untuk sang kakak bahwa itu adalah dirinya. Bunda selalu mengingatkan untuk tidak sembarangan membuka pintu rumah barangkali ada orang jahat ingin berniat buruk.

Ceklek

Tak lama pintu rumah terbuka, Aziel bergumam dengan wajah bingung khas orang bangun tidur, "Aksa pulang?" Aksara terkekeh gemas sembari mengusak rambut hitam Aziel.

"Habis ngapain aja tumben baru bangun?"

"Gambar." Jawab Aziel singkat. Berbicara tentang gambar Aksara teringat akan titipan sang kakak. Ia mengangkat tangan yang sedari tadi menggenggam plastik hitam, "Tadaaa~ buku gambar kamu." Mata Aziel yang semula menahan kantuk langsung terbuka lebar begitu melihat seperangkat alat gambar.

Aziel seperti menemukan dunianya, Ia mengambil plastik itu kemudian masuk ke dalam untuk bergelut dengan kertas dan krayon, meninggalkan Aksara di depan pintu yang kini menggelengkan kepala takjub dengan tingkah Aziel.

Aksara menutup pintu kemudian bergabung dengan Aziel di atas karpet tipis yang menjadi pelindung dari dinginnya lantai.

"Sudah makan, El?" Tanya Aksara sembari memperhatikan Aziel yang mulai menggambar di buku gambarnya.

"Sudah. Telor enak pakai kecap." Jawab Aziel tanpa mengalihkan atensinya.

Aksara tersenyum tipis selama mengamati Aziel. Terkadang, Ia ingin Aziel merasakan dunia remaja sebagaimana mestinya. Memiliki banyak teman, bermain, dan merasakan bangku sekolah—bukan hanya berdiam diri menunggu kedatangannya.

Namun, untuk kesekian kali ekspetasinya terpatahkan begitu ingat keadaan ekonomi mereka yang pas-pasan. Bisa makan dan membayar sewa rumah saja rasanya sudah sangat bersyukur, setidaknya mereka tak merasakan dinginnya badai di luar sana.

Aksara tahu betul kakaknya itu jenuh. Tak ada yang bisa Aziel lakukan bebas tanpa diawasi. Bunda begitu protektif, tak jarang Aksara harus merelakan apa yang ingin dilakukan demi menjaga Aziel.

"El, besok kita jalan-jalan mau gak?" Barulah saat pertanyaan itu terlontar, Aziel menoleh, "Ke taman bermain?" Tanyanya dengan wajah polos.

"Bukan taman bermain, tapi taman yang banyak rumput hijau nanti kita beli jajan di sana." Aziel mengangguk semangat.

"Aksa tidak boleh bohong, janji?" Aziel mengacungkan jari kelingkingnya yang disambut hangat oleh milik Aksara. Selanjutnya mereka tertawa bersama. Sesekali Aksara memberitahu Aziel cara memadukan warna agar menghasilkan sebuah lukisan yang indah.

AKSARA | RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang