❝Selama ini aku berhasil menyembunyikan luka dan kesedihan ku tanpa seorang pun ku biarkan tahu. Peran protagonis ku jalani dengan ikhlas, hingga menghancurkan ku seperti sebuah kesenangan bagi mereka.❞
«――――»
Dua jam Aksara berusaha mengendalikan emosi karena tidak ingin terlihat menyedihkan meskipun sebenarnya tak ada yang pernah memperhatikan apakah ia senang atau sedih. Kakinya ia bawa masuk ke dalam gedung sekolah. Untuk pertama kali Aksara tidak peduli dirinya datang terlambat, dia bahkan sudah siap diberi banyak petuah sebagai konsekuensi.
Detak jam terus berbunyi, jarumnya sudah menunjuk tepat ke angka 9, seharusnya pintu gerbang sudah ditutup karena KBM sudah berlangsung tapi mengapa gerbang sekolah justru terbuka lebar? Batin Aksara.
Tak mau ambil pusing ia bersyukur bisa masuk area sekolah dengan mudah, apa ini keajaiban Tuhan untuk menghibur dirinya dengan membuat bebas dari hukuman? Anggap saja begitu.
Sesampainya di kelas, ia tak mendapati satupun siswa, hanya tas yang tergeletak di atas kursi. Aksara meletakkan tas nya, sayup-sayup terdengar suara keras dari sayap barat sekolah―tepatnya aula.
Sepertinya sedang ada sosialisasi, batin Aksara.
Pemuda berparas rupawan itu memilih duduk di bangkunya sambil menelungkupkan kepala di antara lipatan tangan. Tubuhnya mendadak tidak enak sejak tadi pagi. Mungkin efek tidur di lantai tanpa alas ditambah menangis sepanjang hari membuat fisiknya lelah. Tak hanya itu, tangannya juga terasa nyeri, padahal semalam saat ia menggoreskan cutter tak ada sensasi sakit sedikitpun.
Aksara hendak menutup mata, menjadikan waktu yang tak seberapa itu untuk tidur sejenak namun niatnya gagal saat bunyi tepuk tangan menggema di dalam kelas. Sontak ia menegakkan tubuh dan disana berdiri orang-orang yang menjadi sumber penderitaan terbesar dirinya selama di sekolah.
"Wah.. wah.. hebat juga ternyata. Anak beasiswa kayak lo yang selalu menjunjung tinggi aturan bisa telat dan bolos di kelas." Ejek Arkan, siswa yang sengaja menunggu kedatangan korban bully-nya.
Aksara diam saja, sama sekali tidak berniat meladeni Arkan. Sungguh saat ini yang ia butuhkan hanya tidur meski sebentar.
Arkan duduk di tempatnya, sedangkan Alan, Reyga, dan Gio masih berdiri layaknya prajurit yang setia melindung sang raja.
"Tumben banget muka lo pucet, ah pasti lo belum makan ya?" Tanyanya lagi, Aksara masih enggan menjawab.
Gio mengambil buku tulis dan melempar tepat ke wajah Aksara.
"Lo punya mulut jawab bego!" Kesalnya.
Aksara menghela napas, hidungnya berdenyut nyeri, "Mau saya makan atau engga apa urusan kalian? Tidak bisakah sehari kalian tidak mengganggu saya? Saya telat itu urusan saya, kalian telat pun saya tidak pernah peduli." Jawab Aksara seadanya.
Arkan berdiri lalu mendekat ke arah Aksara hingga kedua tangannya mengukung si surai hitam, "Tapi gue peduli semua tentang lo karena kalau lo gak ada gue kehilangan mainan gue." Jawab Arkan disertai smirk di sudut bibir.
Arkan mengode Alan untuk mengunci pintu, sedangkan Reyga memberikan sekantung plastik hitam pada Arkan.
"Kalian mau apa lagi?" Tanya Aksara mulai merasa bahwa dirinya akan diperlakukan semena-mena.
"Menghibur diri." Jawab Arkan santai.
Baru hendak kabur kedua sisi tangannya lebih dulu dicengkeram, napas Aksara memburu, "LEPASIN SAYA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Teen FictionSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...