Jauh sebelum manusia dilahirkan ke dunia Tuhan sudah lebih dulu mempertanyakan kepada kita ingin terlahir atau memilih mundur dengan segala benang merah kehidupan yang saling berkaitan yang kelak kita hadapi.
Ketika manusia memilih pilihan pertama artinya mereka siap bertemu dengan segala konflik dan kebahagiaan yang kelak menjadi kisah utuh sebelum kembali pada Sang Pencipta.
Dua jenis takdir yang sudah disiapkan Tuhan, ada yang bisa kita ubah dengan segala upaya dan ada hal mutlak diluar kendali kita. Dirasa tak perlu melakukan apapun bagi takdir yang bersifat mutlak sebab apapun yang kita lakukan akan berakhir sia-sia, seperti kematian misalnya. Sejauh apapun bersembunyi bahkan dibalik puncak tertinggi dunia sekalipun atau sedalam samudera membentang, ketika kehendak Tuhan berbicara kita hanyalah serupa manusia tanpa kendali.
Oleh karena itu, manusia cenderung berjuang untuk takdir yang sekiranya mampu mereka ubah. Mencari jalan dari labirin menyesatkan demi titik temu kebahagiaan. Ketika mereka berhasil menemukan celah labirin tersebut tak akan disia-siakan kesempatan di depan mata.
"Selamat pagi, Tuan." Seorang pria dengan setelah jas formal memberin sapaan pada satu-satunya orang di ruangan itu. Tanda pengena yang menggangung di lehernya memberitahu bahwa dirinya adalah sekretaris dari sang CEO.
"Kontrak kerja sama yang akan perusahaan Tuan ajukan sudah selesai kami revisi seperti yang terakhir kali Tuan minta." Steve, menyerahkan selembar map yang langsung dibaca oleh Winata dengan sekasama.
Dari lembar pertama hingga terakhir, Winata merasa puas. Pria itu mengulas senyum simpul sebagai akhir dari kesan formalitas di antara dua manusia itu.
"Kau yakin akan keputusan ini, Nat?" Steven Algrian, salah seorang sahabat yang sangat berjasa di dalam hidup Winata. Pria itu merupakan teman sejurusannya ketika dia menempuh pendidikan di Canada. Pria yang sangat ramah dan menyenangkan, mampu menyeimbangkan Winata yang semula tampak sangat monoton. Steve merupakan blasteran Indonesia-Canada. Itulah alasan utama Steve mendekati Winata karena setidaknya mereka memiliki culture yang sama.
Steve mengambil duduk di hadapan sahabat karibnya itu, jangan tanya sudah sejauh apa dia tahu tentang Winata karenanya nyatanya Steve lah yang menemani Winata disaat terpuruknya hingga sampai di detik ini. Katakanlah jika Steve sudah menganggap Winata seperti saudara, karena begitulah adanya.
"Keraguan ku sudah menghancurkan semuanya sejak lama, bukankah seharusnya aku bertanggungjawab saat ini?" Tanya Winata dengan tatapan penuh harap bahwa sahabatnya itu akan mendukung keputusannya. Di saat kondisi seperti ini, yang bisa Steve lakukan hanyalah menepuk bahu sang teman sejawat, "You know that I will always next to you. Lakukan yang kau rasa benar, Nat. Ada hal yang menanti mu di masa mendatang." Setelahnya Steve beranjak pergi dari ruangan monokrom itu, membiakan Winata untuk menenangkan isi kepalanya yang akhir-akhir ini sangat berisik.Inilah saat bagi dirinya menebus semua kesalahannya di masa lalu, yang pergi begitu saja disaat dulu semuanya masih rumpang di berbagai sisi.
Drrtt drrttt
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA | Renjun
Teen FictionSemesta tidak pernah habis memberi kejutan. Membiarkan manusia terjebak dalam ruang tak kasat mata. Saling berlari mencari pintu keluar dari lubang hitam menyesakkan. Dia Aksara. Lelaki yang berharap kisahnya berakhir bahagia, tidak peduli sekeras a...