BAB 3 Bahasa Langit #2

25 2 7
                                    

Waktu terus maju, langkahku yang kadang terhenti. Tak tahu harus kemana aku pergi, tak tahu dimana tempat ter-aman untuk meneduh lagi.

"Bisakah seseorang datang, menolongku?" teriakku.

Aku kini berdiri di tepi jembatan, kulihat sungai yang airnya tenang. Pikiranku buyar, serasa ada sisi yang mendorong-ku.

"Anna, ibu nggak bisa jemput kamu sekarang. Maaf ya.. (tit..tit... panggilan dimatikan). "

Ucapan ibu yang jelas dan menyakitkan itu terngiang di ingatan, siapa yang harus aku repotkan? Aku butuh bantuan.

Aku mencoba menelepon kak Reyner,satu-satunya orang yang terbesit di ingatan,yang bisa ku pintai tolong.

" Ah, nggak ada sinyal." aku mendengus kesal.

Mencoba mencari sinyal dengan menaikan handphone ke atas, sayang Handphone-ku terjatuh ke sungai. Aku ikut dalam bahaya karena, kini aku ikut jatuh.

Dengan sigap sebuah tangan mengulur kepadaku, dia seorang pria berseragam polisi. Membantuku, dan menyelamatkan-ku.

" Dek, tidak apa-apa?ada yang sakit?,"

"Saya baik pak, tapi handphone saya(sambil menunjuk ke sungai). "

" Dek, yang kamu mau lakukan tadi itu sangat berbahaya. Sekarang ikut saya ke kantor polisi. Dan hubungi wali kamu ya. "

" Ta-pi pak, handphone nya, "

Pak polisi tidak merespon, dia menyuruhku masuk ke dalam mobil menuju kantor polisi, dua puluh menit lamanya aakhirnya aku kini sedang diinterogasi di kantor polisi.

" Siapa dan berapa nomor walimu?"

" Em... " Aku bingung harus menelepon siapa, nggak mungkin ibu.

Ku keluarkan kartu nama milik ka Reyner yang diberikannya kemarin,

" Telepon dia saja pak. "

" Ini walimu? "

" Dia tunangan saya ,pak!" Aku berbohong mencari aman, sesekali bohong itu tidak apa kan?

" Selamat Sore, dengan saudara Reyner Aditya. Saya dari kepolisian menghubungi anda karena tunangan anda hampir melakukan aksi bunuh diri.Mohon saudara untuk menjemputnya kemari."

" Tunangan saya, ah baik pak saya akan kesana. " Terdengar suara Kak Reyner dari telepon, tapi kok dia nggak mengelak. Aku seketika bingung tapi bersyukur karena kak Reyner bisa datang.

" Baik, terimakasih atas waktunya."

Aku duduk di bangku, pak polisi terus saja bertanya kenapa aku mau melakukan hal yang tidak-tidak. Aku terus membantah bahwa aku akan bunuh diri, aku juga tak berani melakukannya apalagi aku juga masih bermimpi untuk menikah, masa iya aku korbankan hidupku sekarang hanya untuk hal sia-sia.

Langkah kaki seseorang terdengar memasuki ruangan, aku menengok ke belakang rupanya kak Reyner yang datang.

" Sore pak, saya Reyner yang tadi ditelepon. "

" Baik, ini tadi tunangan anda hampir mau bunuh diri."

Reyner melirik ke arahku keningnya seketika mengernyit tidak percaya, " Tapi dia boleh pulang kan,pak?"

" Tentu, anda bisa tanda tangan dulu disini, sebagai walinya." Reyner langsung menandatanganinya dan pamit permisi kepada pak polisi itu.Tangan Reyner menariku keluar, wajahnya pucat. Tangannya dingin.

" Kamu harusnya bilang, kamu itu masih muda, jangan pernah berfikir untuk mengakhiri hidup seperti ini. Sekarang saya akan antar kamu ke rumah saudara kamu. " Katanya dengan nada tinggi seolah marah atas semua yang hampir aku lakukan.

The Language of the sky and Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang