Waktu terus maju, langkahku yang kadang terhenti. Tak tahu harus kemana aku pergi, tak tahu dimana tempat ter-aman untuk meneduh lagi.
"Bisakah seseorang datang, menolongku?" teriakku.
Aku kini berdiri di tepi jembatan, kulihat sungai yang airnya tenang. Pikiranku buyar, serasa ada sisi yang mendorong-ku.
"Anna, ibu nggak bisa jemput kamu sekarang. Maaf ya.. (tit..tit... panggilan dimatikan). "
Ucapan ibu yang jelas dan menyakitkan itu terngiang di ingatan, siapa yang harus aku repotkan? Aku butuh bantuan.
Aku mencoba menelepon kak Reyner,satu-satunya orang yang terbesit di ingatan,yang bisa ku pintai tolong.
" Ah, nggak ada sinyal." aku mendengus kesal.
Mencoba mencari sinyal dengan menaikan handphone ke atas, sayang Handphone-ku terjatuh ke sungai. Aku ikut dalam bahaya karena, kini aku ikut jatuh.
Dengan sigap sebuah tangan mengulur kepadaku, dia seorang pria berseragam polisi. Membantuku, dan menyelamatkan-ku.
" Dek, tidak apa-apa?ada yang sakit?,"
"Saya baik pak, tapi handphone saya(sambil menunjuk ke sungai). "
" Dek, yang kamu mau lakukan tadi itu sangat berbahaya. Sekarang ikut saya ke kantor polisi. Dan hubungi wali kamu ya. "
" Ta-pi pak, handphone nya, "
Pak polisi tidak merespon, dia menyuruhku masuk ke dalam mobil menuju kantor polisi, dua puluh menit lamanya aakhirnya aku kini sedang diinterogasi di kantor polisi.
" Siapa dan berapa nomor walimu?"
" Em... " Aku bingung harus menelepon siapa, nggak mungkin ibu.
Ku keluarkan kartu nama milik ka Reyner yang diberikannya kemarin,
" Telepon dia saja pak. "
" Ini walimu? "
" Dia tunangan saya ,pak!" Aku berbohong mencari aman, sesekali bohong itu tidak apa kan?
" Selamat Sore, dengan saudara Reyner Aditya. Saya dari kepolisian menghubungi anda karena tunangan anda hampir melakukan aksi bunuh diri.Mohon saudara untuk menjemputnya kemari."
" Tunangan saya, ah baik pak saya akan kesana. " Terdengar suara Kak Reyner dari telepon, tapi kok dia nggak mengelak. Aku seketika bingung tapi bersyukur karena kak Reyner bisa datang.
" Baik, terimakasih atas waktunya."
Aku duduk di bangku, pak polisi terus saja bertanya kenapa aku mau melakukan hal yang tidak-tidak. Aku terus membantah bahwa aku akan bunuh diri, aku juga tak berani melakukannya apalagi aku juga masih bermimpi untuk menikah, masa iya aku korbankan hidupku sekarang hanya untuk hal sia-sia.
Langkah kaki seseorang terdengar memasuki ruangan, aku menengok ke belakang rupanya kak Reyner yang datang.
" Sore pak, saya Reyner yang tadi ditelepon. "
" Baik, ini tadi tunangan anda hampir mau bunuh diri."
Reyner melirik ke arahku keningnya seketika mengernyit tidak percaya, " Tapi dia boleh pulang kan,pak?"
" Tentu, anda bisa tanda tangan dulu disini, sebagai walinya." Reyner langsung menandatanganinya dan pamit permisi kepada pak polisi itu.Tangan Reyner menariku keluar, wajahnya pucat. Tangannya dingin.
" Kamu harusnya bilang, kamu itu masih muda, jangan pernah berfikir untuk mengakhiri hidup seperti ini. Sekarang saya akan antar kamu ke rumah saudara kamu. " Katanya dengan nada tinggi seolah marah atas semua yang hampir aku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Language of the sky and Love
Teen FictionHai, namaku Nur Anna. Gadis remaja dengan banyak cita-cita. Di akhir masa SMA,ceritaku di mulai. Berawal dari kasus Ayahku, aku juga tidak bisa menyangka ada hutang yang besar, yang Ayah sembunyikan. Dari pahitnya hari itu, ada sejumput manis yang...