BAB 8 Rasa Pare

21 2 5
                                    

Wait: Membaca akan lebih asik jika sambil dengarkan lagu With you dari Jimin dan Ha sung woon. Kemudian dilanjut lagu Spring day dari BTS. SEKIAN...

***

Kalian tahu sayuran yang namanya pare?  Berwarna hijau, rasanya lembut namun pahit. Sama seperti hari ini, realita yang begitu pahit menusuk ke hati seorang wanita yang penuh dengan kelembutan. Iya wanita itu ibuku.

Aku hanya terpikirkan, "apa mungkin ibu sudah tau?"
"Kalau emang belum, gimana nanti perasaannya kalau tau?"

Dedaunan berjatuhan, mereka daun yang masih muda. Aku tau karena warnanya hijau muda.  Burung berkicau sedari tadi, seolah burung gereja itu sedang menemaniku.

Aku duduk di halaman rumah nenek, suasana makin adem karena angin sepoi-sepoi menyentuh kulitku.

Mengenai istri kedua ayahku,itu benar. Dia sudah sah dengan ayah,rasanya aku kalut hari itu. Jiwa yang tidak siap untuk tau tapi sudah terlanjur tau. Bersama Kak Reyner, aku berani menemui istri kedua ayah, dan bertanya apakah benar dia dan ayah,kalian tahu apa maksudnya-Aku tersenyum dengan terpaksa dan mengucapkan selamat. Tanpa memberitahu identitasku.

"Terimakasih ucapannya, namun suami saya sudah tiada."Ucapnya yang terdengar sendu.

"Maaf sebelumnya ,kami ikut sedih." Ucap Kak Reyner.

Aku hanya diam sambil menahan air mata, dari dalam rumah terdengar suara seorang anak perempuan memanggil. 

"Maa.. "

"Iya nak, kenapa? "

"Maaf ya sepertinya anak saya susah tidur jadi .." lanjutnya.

"Kalau begitu kami pamit, maaf apabila mengganggu." kataku lalu berpamitan.

Di dalam mobil aku menangis, tak kuasa lagi aku tahan. Semuanya terasa bullshit tapi ini nyata. Kak Reyner melihatku dan memberikan sapu tangan berwarna biru muda padaku,aku menatap matanya. Aku semakin sedih karena matanya juga berkaca-kaca.

"Kamu jangan nangis, sapu tangannya mau aku pakai." ucapku mencairkan suasana.

Melihatnya sedikit tersenyum,aku lega. Aku memang sedang sedih tapi melihat orang lain menangis justru membuat aku semakin sedih. Makanya saat kecil dulu julukanku si cengeng.

Kak Reyner menjalankan mobilnya, aku tak bertanya kita mau kemana. Aku hanya ikut saja kemana-pun itu, pandanganku fokus pada jalanan yang kami lewati.

Aku terkejut tak menyangka, kami baru saja memasuki jalan tol. Aku kemudian memanggil nama kak Reyner yang duduk menyetir di sampingku.

"Kak Rey?"

Dia menengok ke padaku,lalu pandanganya kembali ke depan.
Aku bingung saja dia tak bilang apapun, aku membaca papan biru yang ada di depan. Arah Jakarta.

Aku diajak ke Jakarta, mau kemana? Apa mau ke monas?tanyaku dalam hati.

Daripada menebak-nebak, mendingan aku tanya langsung saja.
"Kak ini kita mau ke mana?"

"Ke Jakarta, setelahnya terserah kamu mau ke mana!"

"Emm.. Kak aku kan belum pernah naik kereta MRT. Aku pengen coba, boleh nggak?"

Terdengar aneh si, tapi jujur emang aku pengen coba naik. Aku melihat Kak Reyner yang tertawa pelan setelah mendengar ucapanku barusan.

Katanya "Oke, kita kesana!"

Aku bersyukur disaat sedang sulit begini, tuhan kirimkan seseorang yang baik dan mau untuk menghiburku. Cuma aku takut satu hal..

Aku takut aku memiliki perasaan lebih terhadapnya. Perasaan yang di namai Cinta.

The Language of the sky and Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang