Emma terbangun di pagi yang masih gelap. Ia tak bisa lagi memejamkan matanya karena terlalu banyak tidur. Dengan susah payah ia bangkit dari kasur dan melakukan rutinitas paginya. Ia memutuskan untuk mencuci pakaian. Sambil menunggu mesin cuci berhenti berputar,ia menyiapkan beberapa bahan untuk dimasak.
Melihat bahan yang tersisa membuatnya tak puas. Ia ingin membuat steak daging yang ia buat beberapa hari lalu. Rasa inginnya membuatnya mengurungkan niat untuk mengolah bahan-bahan yang ada di lemari pendingin. Ia memutuskan untuk pergi ke supermarket nanti setelah menyelesaikan cuciannya.
Pakaian yang ia cuci berhenti berputar. Emma memindahkan pakaian yang masih setengah basah itu ke keranjang lalu pergi ke halaman depan untuk menjemurnya. Terlihat langit sudah terang dengan panas matahari. Sudah dipastikan cuaca hari ini cocok untuk hari cuci pakaiannya.
Karena merasa tak begitu lapar,Emma memutuskan untuk menunda pergi ke supermarket. Ia akan membuat beberapa jenis camilan dan membuat roti panggang mentega untuk sarapan pagi. Setelah meletakkan keranjang pakaian kosong di samping mesin cuci ia mulai mengambil dua lembar roti di lemari makanan dan mengoles mentega di kedua sisinya lalu memasukkan roti itu di mesin pemanggang roti.
Seperti biasanya ia akan menghabiskan makanannya sambil menonton film. Saat mengambil minuman dingin di lemari pendingin ia melihat satu butir telur ayam. Ia memutuskan untuk sekalian membuat omelet.
°•°•°
"Apa kalian sudah bersiap? Ini sudah siang." Teriak Vera yang sudah menunggu lama di samping mobil.
Ia memutar bola matanya malas saat melihat kakaknya masih bolak-balik keluar masuk rumah untuk meletakkan alat-alat yang mereka butuhkan nanti di bagasi mobil.
"Sebentar lagi sayang." Ucap kekasih Vera mencoba untuk menenangkan Vera.
"Ini sudah sangat lama. Kita belum ke supermarket untuk membeli sesuatu." Jawab Vera lalu masuk ke dalam mobil di ikuti kekasih,kakak dan dua orang tidak waras.
Mobil hitam itu mulai melaju pelan lalu berhenti di supermarket. Vera dan lainnya turun lalu mulai memasuki supermarket. Terlihat seorang gadis yang menjadi kasir sempat terkejut melihat mereka masuk namun langsung menarik bibirnya tersenyum menyambut mereka.
"Apa yang kau beli?." Tanya kakak Vera tanpa basa-basi.
"Apa saja. Beberapa makanan ringan,minuman soda,dan yah kurasa itu saja." Jawab Vera asal.
"Kau ingin membesuk teman atau berpesta?." Ejek seorang pria yang berdiri di samping kakaknya.
"Temanku memiliki kebun kecil di halaman belakang rumahnya. Buah dan sayur. Untuk apa aku membeli buah untuknya yang baru saja panen buah." Cibir Vera tak terima lalu pergi menuju kasir.
Setelah puas dengan apa yang mereka beli, akhirnya mobil hitam itu kembali melaju. Sedari tadi Vera tak henti-hentinya tersenyum sambil menatap beberapa minuman kaleng soda di kantong belanjanya. Ia mengabaikan empat pria yang terus saja mengoceh dan tertawa tidak jelas. Melihat ekspresi wajah Vera membuat kekasihnya teralih.
"Apa kau benar-benar ingin membesuk temanmu?kau terlihat bahagia." Tanya kekasihnya membuat Vera gelagapan sendiri.
"Hem,aku merindukannya." Jawab Vera membuat kekasihnya menggeram tak suka karena cemburu.
Mobil yang ditumpangi mereka berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat kosong dan sepi.
"Apa benar ini rumah temanmu?" Tanya kakaknya heran. Perasaan aneh mulai menjalar di hati kakaknya.
Baru saja Vera membuka pintu mobil,kakaknya langsung gelisah. Melihat itu membuat mereka kebingungan. Vera yang melihat keanehan dari kakaknya juga bingung.
"Lihat!,pakaian yang dijemur itu bukankah sangat familiar." Ucap salah satu dari mereka.
Sontak Vera juga menatap teman kakaknya itu dengan wajah bingung. Mereka memutuskan untuk mengikuti Vera berjalan hingga di depan pintu rumah. Beberapa detik kemudian mereka dikejutkan dengan pintu yang terbuka memperlihatkan sosok memakai jaket dan celana jeans dengan wajah yang terhalang masker, kacamata dan topi.
Emma baru saja membuka pintu hendak pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan yang sudah habis. Tubuhnya kaku saat melihat Vera tiba-tiba sudah berada di balik pintu bersama ke empat pria yang masih ia ingat dengan jelas.
"Emma." Ucap Vera senang namun tidak dengan ke empat pria di belakangnya.
Mereka berempat terpaku di tempat. Mereka bingung,heran,dan panik. Bagaimana jika Vera tahu apa saja yang mereka perbuat kemarin pada sosok yang dipanggil Emma. Ken,kekasih Vera langsung menarik lengan Vera untuk mundur.
"Jadi pria ini yang menjadi teman dan membuatmu bahagia?." Sinis Ken tak suka. Ia tak menyangka pria yang ia ganggu kemarin telah mengganggu hubungan mereka.
"Dasar bodoh!." Maki Vera dan langsung menyerobot masuk lalu duduk di sofa.
Emma masih setia berdiri di ambang pintu menahan pintu itu agar tidak tertutup. Ia masih menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ke empat pria itu menatap Emma dengan tatapan tajam. Emma tak menatap balik,ia hanya menatap Vera yang sudah duduk di sofa dengan tatapan kosong.
"Kalian tidak pergi?." Tanya Vera melihat kakaknya dan yang lain masih berdiri di tempat.
Melihat Emma yang masih menahan pintu membuat Vera menganggukkan kepalanya.
Ia seperti mengerti maksud Emma yang masih berdiri di sana menahan pintu. Ini adalah kesempatan bagus untuk membuat kakak dan yang lainnya mengenal Emma. Dengan begitu Emma semakin mempunyai banyak teman."Kalian masuklah sebentar,kau membuat Emma mati kering berdiri terus di sana." Teriak Vera.
Dengan sedikit tak enak mereka masuk dan duduk di sofa. Keadaan semakin canggung ketika Emma langsung menutup pintu itu. Emma berjalan menghampiri mereka dan ikut duduk di samping Samuel. Emma diam tak bersuara begitupun dengan mereka berempat.
"Pria itu aneh." Bisik Edmud yang masih terdengar jelas membuat Vera langsung melototinya.
"Percayalah dia sangat cantik." Jawab Vera dengan santai lalu tersenyum pada Emma.
"Bagaimana keadaanmu?terlihat semakin memburuk,apa memar di lenganmu itu bukan satu-satunya?." Mendengar pertanyaan Vera membuat semua tubuh mereka tegang kecuali Emma.
Emma tak menjawab. Ia masih diam hingga Vera meletakkan tas belanjanya di meja. Melihat itu Emma langsung mengangguk. Vera tersenyum puas karena bisa menaklukkan Emma dengan cara ini. Samuel terkejut melihat anggukan dari Emma. Bahkan Emma juga kini menatap Vera dengan tatapan biasa,bukan seperti orang buta.
Tak sengaja Vera melihat plester luka di pergelangan tangan Emma. Sontak ia langsung meraih tangan itu dan menaikkan lengan jaket itu untuk memperjelas plester lukanya.
"Lepas!." Perintah Vera yang mulai terlihat marah.
Samuel,Edmud,Ken dan Jake hanya diam menyaksikan apa yang mereka lihat. Mereka tak berani melontarkan satu kata pun karena sangking takutnya melihat Vera yang mulai tak tenang. Pandangan samuel tak lepas dari Emma.
"Lepas pakaianmu!." Mendengar ucapan Vera membuat para pria yang duduk di sampingnya melotot tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.
FantasyKarena takdir yang sudah tertulis, membuat seorang gadis bernama Emma Harley harus menanggung beban dan menyembunyikan rahasia besarnya. Agar tidak di salah gunakan oleh mereka yang haus akan kekuasaan. Begitupula dengan identitasnya yang bukan seba...