Part 8.

490 68 3
                                    

Seperti biasanya,setelah melakukan rutinitas pagi Emma duduk diam di balkon kamarnya. Biasanya ia akan menyibukkan diri memasak sarapan namun kali ini ia tak melakukannya. Vera melarangnya memasuki dapur dan menyuruhnya untuk tetap tidur di kamarnya. Tidak mungkin Emma terus-menerus menutup matanya. Ia memutuskan untuk menikmati paginya dengan membaca buku sambil duduk di kursi balkon.

Vera berkacak pinggang menatap beberapa bahan di lemari pendingin. Ia tak begitu bisa memasak. Itu sebabnya kemarin sore mereka memesan makanan siap saji. Saat ini ia juga lapar namun harus menunggu. Walaupun baginya makanan manusia bukanlah makanan pokok tapi ia juga butuh asupan untuk tubuh fananya. Sungguh tidak berguna pikirnya. Niatnya menginap untuk membantu Emma malah membuatnya repot karena harus menunggu.

Di balkon Emma menutup bukunya. Ia kembali masuk ke kamar dan mengangkat keranjang pakaian yang sudah kering. Tangannya mengambil satu persatu pakaian dan melipatnya. Kemudian menumpuknya dengan rapi dan menata tumpukan pakaiannya tadi di lemari. Setelah itu ia mengambil kain lap,kemudian mengelap meja riasnya lalu berganti mengelap lemari buku yang sebagian kosong. Tangannya terus menerus menggosok setiap sudut lemari buku.

"Sudah kubilang berapa kali?biarkan aku yang mengurus rumahmu." Vera menghela nafas pasrah. Ia tak bisa membuat Emma diam ditempat. Sedari tadi Emma sudah beberapa kali membersihkan benda-benda yang masih bersih. Ia menduga-duga bahwa Emma mengidap Mysophobia. Tidak hanya itu, ia juga sangat rapi. Hal itu bisa dilihat dari cara ia menata buku di lemari buku. Mulai dari tahun,nama dan warna. Bahkan strawberry kemarin ia tata dengan serapi mungkin di keranjang buah.

"Kau benar-benar membuatku takut." Cibir Vera melihat Emma yang mulai fokus mengecek setiap inci buku-bukunya memastikan bahwa buku itu tak terdapat debu sedikit pun.

Aktivitas Emma terhenti saat mendengar suara bel rumah. Vera langsung berlari kecil menuruni satu persatu anak tangga dan melewati ruang tamu lalu membuka pintu.
Sosok Ken dan yang lainnya sudah berdiri tegak sambil menampilkan senyumnya.

"Kenapa kalian juga ikut kesini?." Tanya Vera tak suka. Seingatnya ia hanya menyuruh Ken untuk datang dengan membawa beberapa vitamin dan menemuinya.

"Hanya ingin saja, kurasa aku mulai menyukai rumah ini. Sangat rapi dan bersih." Jawab Jake sambil menghirup udara disekitar. Terlihat Edmud menunjukkan dirinya dari balik tubuh Jake. Sebuah kotak kardus yang terlihat berisi dibawanya. Dan Samuel yang hanya melirik ke dalam mencari sosok Emma.

Vera membiarkan mereka masuk. Terlihat Emma berjalan menuruni tangga lalu menghampiri mereka. Ia berhenti di hadapan Edmud lalu menatapnya lama seperti menunggu Edmud mengatakan sesuatu. Mereka semua yang melihatnya kaget. Begitupula dengan Samuel. Rahang Samuel mengeras memperlihatkan rasa cemburunya. Ia tak menyangka selain Vera,Edmud juga mendapatkan perhatian dari Emma.

Edmud sempat terpesona dengan wajah Emma yang menatapnya. Plester luka yang menempel di pipinya tak menghalangi kecantikan wajah polosnya. Jake yang berada di samping Edmud menyikut lengan Edmud dengan keras guna menyadarkannya dari lamunan. Suara geraman terdengar bersamaan dengan tatapan menusuk yang membuat tubuh Edmud merinding.

"Haha,lihat! Apa kau begitu sangat merindukanku?." Tawa Edmud lalu mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Emma.

Emma tak menanggapinya. Ia mencoba mengambil kotak yang dibawa Edmud namun langsung direbut Samuel. Samuel menatap Emma yang berjalan menjauh. Ia mulai melangkahkan kakinya mengikuti Emma yang kembali menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Sangat terlihat jelas Emma membiarkan Samuel membawa kotak itu dan membuatnya mengikutinya masuk ke kamar.

"Lihat,dia hanya menginginkan buku pemberianmu." Jake yang sudah duduk di sofa tertawa puas.

"Kasian sekali dokter itu, vitamin darinya tak membuat Emma meliriknya sedikit pun." Sindir jake membuat Ken yang sedang memeluk Vera mendengus kesal.

"Memar di tubuh Emma mulai membaik." Ucap Vera lalu menghela nafas panjang.

                       
                               °•°•°

Dikamar, Samuel meletakkan kotak kardus tadi di atas meja rias yang kosong. Matanya mulai menyusuri setiap sudut kamar Emma. Aroma wangi khas matenya menguar dimana-mana. Emma berjalan mendekati Samuel yang masih berdiri di depan meja riasnya. Ia mulai membuka kotak itu dan melihat satu persatu buku didalamnya dengan teliti. Samuel masih diam ditempat melihat gerak-gerik Emma. Gadis itu berada tepat di hadapannya. Wangi aromanya semakin membuatnya tergila-gila.
Emma kembali berjalan dan meletakkan buku-buku tadi di lemari buku dengan rapi.

"Maafkan aku." Hanya dua kata yang berhasil lolos dari bibir Samuel.

Emma tak menjawabnya. Ia masih fokus menata bukunya. Hal itu membuat Samuel semakin frustasi. Ia memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana dan membiarkan matanya terus memandangi wajah cantik Emma. Ia tahu Emma tak akan meresponnya. Ia tetap diam. Tapi ia sedikit bersyukur,setidaknya Emma tak mengusirnya pergi atau terganggu dengan keberadaannya.

Tubuh Samuel sedikit tersentak saat mendengar suara Vera dipikirannya. Sungguh tidak tahu waktu. Adiknya memindlink nya membuatnya terganggu. Samuel mengeluarkan tangannya dari saku dan tak sengaja membuat permen mint yang berada di dalam sakunya keluar dan jatuh.

"Berikan ia sesuatu yang disukainya." Suara Vera menggema di pikirannya. Samuel tak mengerti maksud Vera. Ia membungkukkan badannya lalu mengambil permen mint yang tergeletak di lantai. Ia tak ingat memasukkan permen mint ini ke dalam saku celananya. Mungkin Edmud yang memasukkannya saat ia fokus mengemudi karena hanya Edmud tadi yang menawarkannya permen.

"Sesuatu yang dapat dimakan." Sekali lagi suara Vera terdengar di pikirannya.
Seperti mendapatkan petunjuk,Samuel berjalan mendekati Emma.

"Aku sangat menyesal,my beloved." Ucap Samuel dengan lirih.

Kali ini Emma meresponnya dengan lirikan matanya. Bukan meliriknya,tapi melirik permen di tangan Samuel. Kini Samuel mengerti maksud Vera. Ia terkekeh tak menyangka hanya dengan sesuatu yang kecil bisa membuat Emma tertarik.

Tangan kanan Samuel terangkat memberikannya pada Emma. Kini Emma beralih menatapnya membuat perasaan Samuel semakin tak karuan. Emma masih diam tak mengambil permen mint dari tangan Samuel membuat Samuel semakin mendekatkan dirinya pada Emma dan melihat plester luka yang masih menempel di pipi Emma.

"Aku akan menyembuhkan lukamu,my beloved. Aku tak akan membuatmu dan membiarkanmu terluka lagi. Takkan kubiarkan kau menolakku, mine." Ucap Samuel dengan lirih. Matanya semakin menatap lekat manik coklat indah Emma.

Tangan Emma terangkat mengambil permen mint dari genggaman Samuel. Samuel langsung meraih tangan Emma dan menggenggamnya dengan lembut. Emma tak melawan,ia kembali menatap Samuel menunggu apa yang akan Samuel lakukan. Sudut bibir Samuel terangkat.

"Aku anggap kau mengiyakan ucapanku." Ucap Samuel lalu melepas plester luka di pipi yang terlihat pucat itu.

Terlihat luka goresan yang masih terlihat jelas di kulit pucatnya. Samuel mendekatkan wajahnya pada Emma,kemudian menjilati luka itu. Dan seketika itu luka di pipi Emma perlahan-lahan menghilang. Samuel menjauhkan sedikit wajahnya lalu mengangkat tangan yang digenggamnya untuk melihat memar yang masih membekas.

"Kau benar-benar tak menolakku." Ucap Samuel lalu menyeringai.

𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang