Matahari mulai menenggelamkan diri. Saat itulah Emma ingin keluar istana. Ia ingin kembali berkeliling di desa sekitar setelah Leo mengatakan bahwa ada bazar yang selalu ada setiap setahun sekali. Tujuan bazar itu adalah hanya untuk meramaikan desa dan membuat suasana baru di sana. Emma begitu penasaran dengan itu. Sudah lama sekali ia tak pergi ke tempat yang ramai yang sangat diminati banyak orang itu.
Ingatannya tentang masa lalunya saat tengah berada di taman hiburan mulai membayanginya. Sosok pemuda yang pertama kali merejectnya masih membekas di ingatannya. Waktu itu ia masih tak begitu banyak mengetahui hal-hal seperti ini. Awalnya ia mengira hanya seorang remaja random yang tengah memberinya lelucon aneh di tengah tempat hiburan. Namun seiring berjalannya waktu kondisi tubuhnya berubah, dan saat itulah ia menyadarinya setelah menceritakan itu semua pada kedua orang tuanya.
Walaupun ingatan itu masih tersisa, Emma meyakinkan diri untuk terus melupakannya. Felix yang tadinya berniat mengajak Emma sebentar di Packnya tak menduga bahwa Emma memintanya untuk bermalam disini. Hati serigalanya bersorak kegirangan mengetahui Emma begitu tertarik disini. Bayangan-bayangan tentang Emma yang sudah berdiri disampingnya dengan status Luna yang sah terus bergelut di otaknya. Ia masih mempersiapkan acara penobatan Emma sebagai Luna dan mempublikasikannya. Inginnya secepatnya, namun Emma memintanya untuk melakukan semua itu setelah dirinya lulus kuliah. Beruntung kuliah itu akan usai setengah bulan lagi.
Dikamar, Felix merebahkan dirinya di tempat tidur dengan dua kancing kemeja di bagian atas yang sengaja ia buka karena gerah. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk layar ponsel yang memperlihatkan seorang gadis tengah menggendong bayi. Tak puas memandangi gambar di layar ponselnya, ia pun menggeser-gesernya dan memperlihat banyak sekali foto Emma. Semua foto itu diambil tanpa sepengetahuan Emma. Mulai dari foto Emma yang tertidur pulas, saat di kantor perusahaan, saat membaca, dan di kampus. Selama ini, setiap Emma tak bersamanya ia selalu mengawasinya seperti stalker. Ia mengutus beberapa pesuruhnya untuk mengawasi setiap pergerakan Emma. ia sangat terobsesi pada matenya.
Pintu kamar mandi terbuka, Emma keluar dengan pakaian seperti biasanya. Sontak tatapannya tak lepas dari sosok pria di atas tempat tidur dengan tatapan yang begitu mengundang Emma. Ia sempat bergejolak dan merasa sedikit panas ketika melihat Felix yang terlihat sangat menggoda bahkan hanya dengan merebahkan diri saja sembari memainkan ponselnya. Seketika itu ia teringat majalah yang sering Leo baca. Majalah yang penuh dengan gambar wanita yang berpose seksi seperti itu.
Emma duduk sebentar di sampingnya kemudian menarik tangan Felix untuk bangun. Malam ini Emma sangat ingin sekali mendatangi desa yang dibicarakan Leo tadi. Sebenarnya ia tak begitu tertarik namun Robert mengatakan bahwa terdapat banyak sekali macam makanan yang dijual disana. Dan tentu kalian tahu, Emma tak bisa mengabaikannya.
"Apa kau tidak lelah,honey?." Tanya Felix untuk mengalihkan perhatian Emma dengan suara yang begitu rendah dan membuat tengkuk Emma meremang.
" Anything for you, honey." Lanjutnya berbisik.
Tak butuh waktu lama, mereka kini sudah memasuki area bazar. Beberapa orang di sekitar langsung membungkuk dan itu membuat Emma tak begitu nyaman. Dengan satu lirikan tajam, Felix membuat mereka langsung berpaling dan melanjutkan aktivitas tanpa menghiraukan Felix dan Emma. Tak ada percakapan seru diantara mereka berdua. Emma hanya menghampiri beberapa kedai dan membelinya. Sedangkan Felix hanya mengikutinya dan tatapannya tak sedikit pun lepas dari gadisnya.
Lama mereka berjalan, akhirnya Felix mengajak Emma untuk beristirahat di tempat yang kosong. Mereka berdua menduduki kursi yang kosong di pinggir jalan yang tak jauh dari kedai. Emma terus memakan satu persatu sate rusanya. Sesekali ia menyuapi Felix. Felix terlihat begitu menikmatinya. Sedikit ia pasrah karena tangan kekar yang sudah ia latih sedari dulu kini di jadikan gantungan kantong plastik makanan oleh Emma. Tak hanya dua atau tiga, terpadat delapan kantong plastik dengan isi yang berbeda-beda.
Karena tak nyaman dengan kebisingan, Emma menaikkan tudung hoodienya dan hanya memperlihatkan wajahnya saja. Ia tersenyum canggung pada Felix ketika melihat Felix yang hanya diam menatapnya. Sekali lagi ia menyuapkan bola ubi manis pada Felix. Felix hanya menurut sambil menikmatinya. Emma kembali tersenyum padanya untuk memperlihatkan ada remahan makanan menempel di sudut bibirnya. Detik selanjutnya Felix langsung mendekatkan wajahnya dan mencium ujung bibir itu untuk mengambil sisa makanan yang menempel disana menggunakan bibirnya.
Emma sempat menghentikan kunyahan di mulutnya. Ia tertawa kecil setelahnya kemudian melahap kembali sate rusanya. Felix ikut tersenyum melihatnya. Ingin sekali ia mengusap wajah Emma namun tak bisa karena harus menahan kantong plastik di tangannya. Di matanya sekarang Emma terlihat begitu imut dengan tudung hoodie yang hanya memperlihatkan wajahnya saja. Pipinya yang mengembung itu seperti ingin meledak karena menahan banyak makanan di dalamnya.
"Emh?." Ucap Emma ketika ia baru menyadari di sampingnya ada kios yang menjual beberapa barang antik.
Emma mengernyitkan keningnya. Ia tak mengira ada penjual barang seperti itu di sini. Barang-barang itu terlihat seperti memikat dirinya. Tak biasanya ia tertarik pada barang-barang seperti itu. Sedangkan Felix ikut melihatnya. Ia tahu penjual itu. Hanya werewolf kelas rendah yang menjual beberapa pernak-pernik yang terlihat cantik dan antik. Ia tahu dari mana asal pernak-pernik itu, yang pasti giok-giok itu berasal dari cina.
Mata Emma menyusuri setiap benda yang ada. Ia menyempatkan diri untuk bertatapan dengan pria paruh baya yang menjualnya. Kemudian ia langsung mengambil batu giok kecil berbentuk kubus dengan warna putih susu dan tali hitam yang melingkar. Gelang giok itu hanya ada dua dan tentu saja Emma langsung membelinya. Namun penjual itu memberinya secara percuma karena ia sangat menghormati dan tak berani memberi harga pada Alpha dan Luna nya.
Emma langsung membantu Felix memakaikan gelang itu. Kemudian ia memakai punyanya. Ia menyentuh batu giok itu sedikit lama membuat Felix bertanya-tanya apa yang tengah Emma lakukan. Terlihat kedua batu giok itu memancarkan sedikit cahaya kemudian kembali semula. Melihat itu membuat Felix langsung mengerutkan keningnya bingung.
"Aku membuatnya seperti benda pelacak, kau tak bisa lari dan lepas dariku." Ucap Emma dengan serius kemudian menatap Felix dengan tatapan datar.
Begitupula dengan Felix. Ia juga menatap Emma dengan tak kalah datar dan dingin. bisa ia rasakan keseriusan dalam kalimat itu. Ia pun menyadari, selain dirinya yang begitu terobsesi dan posesif, Emma tak kalah posesif padanya. Walaupun ia tak begitu paham dengan batu berwarna tadi yang sempat menguarkan cahaya. Tetapi ia tahu, Emma sedang memasukkan sesuatu pada elemen batu tersebut sehingga ia sedikit merasakan hawa dingin di pergelangan tangannya.
"Bukankah aku yang seharusnya mengatakan itu?." Ucap Felix berbisik dengan nada yang sedikit sensual.
Emma mengangkat kedua bahunya sekilas kemudian melingkarkan tangannya pada lengan Felix. Sudah puas ia berkeliling, kini ia ingin kembali ke istana. Ia harus tidur untuk bangun lebih awal. Tentu saja perjalanan menuju kampus memakan akan waktu lebih lama dan ia tak ingin terlambat sedetik pun.
Sesampainya di istana, Leo langsung menghampiri mereka. Emma memberikan satu kantong plastik pada Leo kemudian duduk di sofa. Leo langsung berteriak menyerukan nama Robert. Suaranya yang begitu keras langsung menggema hingga ujung lorong. Leo langsung ikut mendudukkan dirinya kemudian membuka kantong plastik tadi. Dengan cengiran yang menyebalkan ia merasa menang. Tadinya ia sempat bertaruh dengan Robert tentang Emma yang akan membawa makanan saat kembali. Dan dirinya menang, Robert harus memujinya sebagai hukuman.
Dengan tergesa-gesa Robert mendatangi mereka. Tak hanya dia, seorang gadis juga mengikutinya. Emma langsung tersentak melihat gadis yang ia kenal itu hingga ia harus kembali menghentikan kunyahan di mulutnya. Reflek ia menunjuk gadis itu menggunakan tusuk sate rusanya. Begitupula dengan gadis itu, ia melebarkan kedua matanya dari balik punggung Robert.
"Sudah kuduga kau ada disini. Pantas saja aku tak menemukanmu di rumahmu." Ucap gadis itu membuat Emma melirik Felix dengan tanda tanya.
Leo menatap mereka dan merasa terhibur. Ia menikmati sate rusa miliknya sembari membuka buku majalah. Dengan aura yang begitu pekat Felix mengangkat tubuh Emma kemudian membawanya pergi meninggalkan mereka. Felix langsung melempar tubuh Emma begitu saja di tempat tidur. Emma masih kebingungan sembari memegang tusuk satenya. Ia kembali mengunyah sisa makanan di mulutnya sambil menatap Felix yang terlihat frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.
FantasyKarena takdir yang sudah tertulis, membuat seorang gadis bernama Emma Harley harus menanggung beban dan menyembunyikan rahasia besarnya. Agar tidak di salah gunakan oleh mereka yang haus akan kekuasaan. Begitupula dengan identitasnya yang bukan seba...