Part 44.

329 48 0
                                    

Perlahan-lahan kedua kelopak mata dengan bulu lentik terbuka. Mata itu mengerjap beberapa kali guna menghilangkan pandangan yang sedikit buram. Manik abu-abu mengedarkan pandangan melihat kamar yang asing baginya. Dadanya naik turun ketika paru-parunya kekurangan oksigen. Degup jantung semakin keras hingga terdengar di telinganya sendiri merasakan tubuhnya yang kaku.

Emma kembali memejamkan matanya lama merasakan tubuhnya yang sulit untuk di gerakkan. Dengan kaku ia melirik kebawah melihat pakaian yang sudah berganti menjadi gaun panjang. Ia meringis kesakitan begitu merasakan perih di bahunya. Tangan kirinya terangkat menyentuh bahu yang sudah dibalut perban. Tak hanya itu ia juga merasakan sesak di dada dan perut. Tangannya semakin turun meraba perutnya. Terasa perban itu juga melilit di tubuhnya.

Sedikit menahan sakitnya, ia berusaha untuk bangun dari posisi tidur menggunakan tangan kiri untuk menompangnya. Rasa sakit semakin terasa ketika ia setengah duduk. Setelah sepenuhnya di posisi duduk, ia kembali mengedarkan pandangan. Kamar ini sangat asing baginya. Dekorasi dengan warna gelap yang mendominasi membuat ruangan ini terlihat redup walaupun lampu menyala. Sangat hening dan sunyi, tak seperti di Silvermoon Pack yang sedikit tenang dengan suara kicauan burung dan langkah kaki para maid.

Ingin sekali ia beranjak dari tempat tidur ini namun tak bisa. Tubuhnya seolah tak bekerja sama dengan otaknya. Sedikit ia paksa kakinya untuk bergerak. Karena tak bisa bergerak sedikit pun, ia menyentuh lututnya dengan jari-jari tangannya. Sentuhan terasa di kakinya, itu berarti kakinya tak mati rasa. Apa ia lumpuh? Tetapi kenapa bisa?. Pertanyaan itu sempat terbersit di benaknya. Ia mencoba menggerakkan jari-jarinya kakinya dan normal-normal saja.

Tanpa sadar Emma menahan nafas ketika ia mencoba menggerakkan kembali kakinya. Kenapa kedua kakinya tak bisa digerakkan?. Tidak mungkin ia lumpuh. Seingatnya saat pertarungan, ia hanya mendapat luka cakaran di bahu dan punggung. Selain itu hanya goresan-goresan kecil di beberapa bagian tubuh. Tak ada luka sedikitpun di kakinya yang membuat kakinya itu tak bisa digerakkan. Tidak mungkin hanya karena menendang kepala rogue bisa membuat kakinya lumpuh seketika.

Handle pintu kamar bergerak. Pintu terbuka memperlihatkan sosok di baliknya. Seorang pria yang sangat familiar itu berjalan masuk menghampiri seorang gadis yang tengah kebingungan di atas tempat tidur. Sebelum itu ia menutup pintu terlebih dahulu. Ia duduk di bibir kasur samping Emma. Tangan kanannya terangkat membelai lembut pipi Emma membuat gadis itu menatapnya heran.

"Sempurna." Ucap pria itu dengan lirih sambil tersenyum.

Emma tak bergeming di tempat. Selain kaki, bibirnya juga susah untuk digerakkan. Ingin sekali ia berbicara namun tak bisa. Pria itu seolah menghipnotis dan membuatnya tak bisa bergerak sedikitpun. Emma menatap kedua manik hitam itu bergantian. Kilasan gambaran-gambaran masa lalu kembali terlihat. Kali ini Emma sengaja ingin melihatnya.

Setelah beberapa detik akhirnya ia memahami situasinya. Pria di sampingnya ini membayar para kawanan rogue dan bekerja sama dengan seorang wanita penyihir hitam. Dan mengenai dirinya yang tak bisa menggerakkan tubuhnya sesuai keinginannya, itu karena liontin ruby berwarna merah marun yang melingkar di lehernya. Tentu bukan liontin ruby biasa. Liontin ruby yang melingkar di lehernya sudah di mantrai dan membuat tubuhnya tak bisa di gerakkan sesuka hati ketika bersama pria di sampingnya.

"Sentuh aku." Lanjut pria itu berbisik.

Dalam hati Emma berdecih. Ingin sekali ia mengumpat tepat di depan wajah itu. Pria itu dengan hina memintanya untuk menyentuhnya. Sebelumnya ia tak menduga pria yang ia ketahui ini telah membawanya. Pria yang pertama kali merejectnya di taman hiburan.

Berlawanan dengan keinginannya, tangannya bergerak sendiri menyentuh rahang Roy. Tangannya membelai lembut rahang pria itu. Seketika itu Roy kembali tersenyum dengan penuh kemenangan. Membuat Emma menurutinya menggunakan liontin ruby itu sangat menyenangkan. Ia bisa menyuruhnya melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya tanpa mendapatkan perlawanan dan penolakan sedikit pun.

"You're mine." Ucap Roy sambil menyentuh tangan yang masih menempel di pipinya.

Tubuh Emma kaku. Ia tak bisa menggerakkannya untuk melakukan perlawanan ketika jari Roy menelusuri leher jenjangnya. Pria itu menggerakkan jarinya seolah mengukir sesuatu. Tangannya bermain-main di sana membuat Emma menatapnya tajam. Ia menyentuh bandul ruby lionting itu. Dengan sengaja ia menusuk jarinya menggunakan ujung bandul ruby yang tajam hingga berdarah. Kemudian meneteskan darahnya di batu ruby.

"Kembali rebahkan tubuhmu." Roy kembali menyuruh Emma.

Dan dengan cepat Emma kembali merebahkan tubuhnya. Ia meringis kesakitan ketika merasakan bahu dan punggungnya lebih perih daripada sebelumnya saat berusaha duduk tadi. Roy sama sekali tak mempedulikannya. Ia tak peduli dengan luka di tubuh Emma. Yang ia pikirkan saat ini adalah bermain-main dengan gadisnya seperti menyuruh melakukan sesuatu.

Brakkhh..

Pintu balkon tiba-tiba saja terbuka lebar membuat gorden yang menutupinya terombang-ambing diterpa angin. Hujan di luar sana semakin deras dengan langit yang sudah sepenuhnya gelap. Langit malam beberapa kali terang ketika petir dan kilatannya menyambar. Suasana di kamar semakin mencekam ketika suara sambaran itu menggelegar hingga membuat kaca jendela dan kaca pintu balkon bergetar.

Setelah menutup pintu balkon dan membenarkan gorden, Roy kembali menghampiri Emma yang masih terbaring. Dengan suara dan suasana saat ini, melihat gadis yang tengah dikendalikannya di atas kasur sungguh pemandangan yang indah baginya.

Karena puas melihat Emma menurutinya dengan membelai pipinya, akhirnya ia kembali berjalan keluar kamar meninggalkan Emma sendiri. Dengan sengaja ia tak mengunci pintu kamar karena tak mungkin juga Emma kabur. Untuk bergerak saja tak bisa apalagi berlari dengan luka di tubuhnya nanti.

Selain bunyi petir yang menggelegar, perutnya juga bergemuruh. Ia lapar. Roy memang tak punya otak. Bagaimana bisa pria itu membuatnya seperti ini dan tak memberinya makanan atau minum segelas pun?. Pria itu benar-benar ingin membuatnya tak berdaya.

Beruntung Roy tak sekamar dengannya. Pria itu terlalu mengistimewakannya hingga tak bisa berlama-lama di dekatnya. Ia menganggapnya seperti barang berharga yang harus hati-hati dan tak boleh menyentuhnya terlalu kuat agar tak hancur dan kotor. Apa pria itu ingin menjadikannya boneka mayat hidup?. Emma akan mati kelaparan jika terus seperti ini.

Sedikit rasa jijik ketika mengingat Roy meneteskan darah pada liontin ruby yang melingkar di lehernya. Pria itu menguatkan sihir di dalam batu ruby dengan menjadikan darahnya sebagai makanan batu ruby. Tentu dengan sihir yang terus dipakai harus mengorbankan sesuatu, seperti darah, tenaga atau nyawa. Benda kecil seperti ini hanya membutuhkan darahnya saja untuk membuat sihir di dalamnya tetap kuat.

Karena tubuh yang masih sakit, Emma memilih untuk diam sementara waktu hingga lukanya sedikit pulih. Itu karena jika saja ia membuat liontin ruby ini terlepas, akan sia-sia jika ia tak bisa berlari untuk kabur dengan luka di tubuhnya.

Seperti sebelumnya, ia akan menidurkan dirinya beberapa hari guna membuat tubuhnya pulih dengan sendirinya. Hal itu pernah ia lakukan sebelumnya ketika Bufan merejectnya hingga membuatnya pingsan. Mungkin dengan cara itu juga akan berhasil. Walaupun tak akan pulih sepenuhnya, tetapi setidaknya untuk sebentar saja ia bisa bergerak cepat saat kabur.

Sebelum memejamkan mata, ia melirik arah balkon. Saat ini ia tak tahu berada di daerah mana Bloodmoon Pack ini. Ia mencoba untuk memindlink Felix dan El mengatakan bahwa saat ini ia berada di sini namun tak ada respon. Dengan kekuatan elemennya ia mencoba untuk mengendalikan pohon dan tanaman di luar sana. Emma akan memberi petunjuk pada Felix melalui tanaman-tanaman itu.

Namun ia ragu caranya akan berhasil. Masalahnya ia tak tahu seberapa jauh dan arah Silvermoon Pack. Jika pun ia berhasil mengendalikan pohon untuk sedikit mengerakkan rantingnya pada setiap orang yang melihatnya, tentu akan membuat mereka curiga dan merasa aneh. Bagaimana bisa ranting pohon bergerak sendiri dan bunga-bunga mekar dengan cepat?. Hal itu akan memperburuk keadaan.

Karena tak ada cara lain untuk memberitahu Felix, ia memutuskan untuk memejamkan mata. Lukanya harus pulih terlebih dahulu. Dan setelah itu ia akan mencoba melepaskan liontin ruby di lehernya. Mungkin dengan begitu ia bisa memindlink Felix dan El. Liontin ruby ini, selain membuat tubuhnya tak bisa bergerak semaunya juga seperti menyegel ikatan sepasang mate. Hal itu membuat aroma dan keberadaannya tak terasa saat Roy memakaikan liontin ruby ini di lehernya ketika berhenti di tengah hutan sebentar.

𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang