Sontak Felix memeluk gadis itu dengan erat. Tanpa sadar ia menangis. Ia terbawa suasana karena ocehan Fee. Gadis kecil itu memiliki nama marga yang sama sepertinya. Hal itu membuatnya meringis mengingat kembali Emma. Dengan canggung ia melepaskan pelukannya melihat Fee yang masih diam menatapnya dengan tatapan datar.
"Dia bilang Marcello. Tidak ada bangsawan lain yang memiliki nama marga sama di sini." Ucap Leo menatap terus punggung kecil di depannya.
Sontak Robert mengangguk setuju. Setahunya tidak ada keluarga bermarga sama di sini. Mungkin karena gadis itu masih kecil jadi melantur sembarangan. Lagipula Fee juga sering kemari dan bertemu dengan Felix namun ini pertama kalinya gadis itu mengajak berbicara. Biasanya Fee akan duduk diam dan bermain-main dengan capung atau bunga lainnya.
Fee berjalan mendekati pohon di samping. Ia memeluk pohon itu sambil tertawa geli ketika angin berhembus lembut menerpa wajahnya. Kemudian ia berputar-putar menari sambil bernyanyi ria. Hembusan angin semakin bertiup kencang membuat gaun hijau polos yang di pakainya sedikit tersibak.
"Yee.. angin ye.." girangnya melompat-lompat.
"Lucu sekali, aku mau yang seperti ini satu." Gumam Felix membuat dua pria di depannya tersedak ludah sendiri.
Leo menunduk mengingat kembali memori tentang Emma. Gadis itu pernah mengatakan ini sebelumnya padanya. Dalam hati ia kembali sedih mengingatnya. Cara bicara Alphanya terkadang membuatnya nostalgia. Mungkin karena hubungan mate itu sebabnya cara mereka berbicara sedikit mirip. Namun tentu Felix tak memiliki mulut pedas seperti Emma. Bahkan mengingat betapa menohoknya Emma berbicara tak akan bisa di bandingkan dengan Felix yang suka bercanda.
Fee terdiam sesaat menatapi pohon di depannya dan mengangguk beberapa kali seolah ia tengah berinteraksi dengan pohon tersebut. Ketiga pasang mata di sana terus menatapi tingkah aneh gadis kecil itu yang tertawa dan mengangguk beberapa kali. Tidak mungkin kan gadis itu sedang berkomunikasi dengan makhluk ghaib?.
"Mama minta papa membawa Fee pulang." Lanjutnya sambil melihat Felix dengan tatapan polosnya.
"Cukup bermain-mainnya. Kembalilah pulang, orang tuamu akan khawatir." Ucap Felix.
Fee menatap kembali pohon itu lalu berjalan menghampiri Leo. Ia mendudukkan diri di pangkuan pria itu sambil berkacak pinggang dengan kedua pipi menggembung. Gadis itu terlihat marah sambil menatap Felix. Karena gemas, Leo memeluknya erat. Felix yang di tatap seperti itu menghela nafas panjang. Ia tak mengerti maksud gadis kecil di pangkuan Leo itu. Semua ucapan yang dilontarkannya selalu membuatnya tertegun.
"Benda pelacak." Ucap Fee sambil menunjuk gelang giok yang melingkar di pergelangan tangan felix.
Mendengar itu membuat Felix semakin penasaran dengan Fee. Bagaimana bisa gadis itu mengetahui banyak hal seperti ini?.
"Dimana ibumu?." Tanya Robert memastikan. Entah mengapa ia curiga pada gadis itu.
Sekali lagi Fee menunjuk pohon di sana. Tentu saja pohon itu adalah Emma. Namun mustahil bukan jika Lunanya memiliki anak. Mereka tahu Emma belum sempat hamil dan selama ini siapa yang merawat Fee hingga tumbuh sebesar ini bukan?. Namun setiap ucapan gadis kecil itu seolah menunjukkan bahwa ia tahu segalanya. Setiap kata-kata selalu berhubungan dengan masa lalu.
"Gadis bodoh." Ucap Leo mengejek Fee.
"Mama." Ucap Fee dengan lirih namun masih dapat didengar.
Leo menyatukan kedua alisnya ketika merasakan sesuatu yang mengganjal di bawah pahanya. Ia sedikit menggeser posisi duduknya dengan Fee yang masih di pangkuannya. Sontak ia terkejut melihat dua buah apel merah tumbuh dengan cepat di sampingnya. Hal itu membuat Felix menatapnya tak percaya. Tak ada yang bisa membuatnya seperti itu selain Emma.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.
FantasyKarena takdir yang sudah tertulis, membuat seorang gadis bernama Emma Harley harus menanggung beban dan menyembunyikan rahasia besarnya. Agar tidak di salah gunakan oleh mereka yang haus akan kekuasaan. Begitupula dengan identitasnya yang bukan seba...