Part 24.

424 66 2
                                    

Hari ini, setelah libur bekerja paruh waktu. Emma memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai karyawan di cafe itu. Bukan karena suatu masalah atau sebagainya, namun ia harus mengambil alih satu perusahaan papanya. Papanya begitu berambisi menjadikan dirinya sebagai penerusnya juga walaupun ia mempunyai anak laki-laki. Kedua orang tuanya tak membedakan atau membandingkan dirinya dengan kakaknya. Dimata mereka kedua anaknya itu sama.

Emma tak habis pikir dengan papanya. Rencana sebelumnya adalah menunggunya hingga menyelesaikan pendidikannya namun karena sangat tak sabar, papanya melemparkan perusahaan itu begitu saja padanya. Hal itu membuatnya harus mengganti jam kerja paruh waktunya dengan mengurus perusahaan. Tentu saja ia akan bekerja setelah jam kuliah selesai.

Baru saja beberapa hari yang lalu, kedua orang tuanya begitu khawatir kepadanya hingga memberikan cuti seminggu bahkan lebih saat Emma tak sadarkan diri kemarin. Namun sejak pamannya memberitahu pada mereka bahwa dirinya sudah mendapatkan mate sejatinya membuat kedua orang tuanya semakin gencar menyudutkannya.

Bukan hanya papa saja, mamanya juga meminta Emma untuk mengambil alih usaha yang sudah mamanya dirikan sejak dulu. Emma tak sedikit pun keberatan dengan semua itu. Sebagai gadis pekerja keras dan berkarir ia selalu bersikap krisis untuk masa depan yang lebih baik.

"Uang bukan segalanya, namun segalanya butuh uang." Ucap Emma pada Noel yang tengah duduk sembari mengipas-kipas wajahnya menggunakan buku menu.

"Wah, cara berfikirmu memang berbeda." Celoteh Noel dengan antusias.

"Aku sama sekali tak mempermasalahkan kau bekerja disini hanya dalam waktu sebulan. Tapi, untuk apa kau mengundurkan diri? Bagaimana dengan biaya kuliahmu?." Tanya Devan dengan penasaran. Sebenarnya ia tak rela melepaskan satu karyawan yang sangat giat diantara yang lain.

"Benar, setelah mengundurkan diri apa yang akan kau lakukan?." Natalia juga ikut berpartisipasi dalam percakapan mereka.

"Kalian tidak lihat kendaraan apa yang dibawanya setiap bekerja?." Kini Martin yang sedari tadi duduk diam ikut bersuara.

Mendengar ucapan Martin membuat mereka diam untuk berfikir sejenak. Jika dilihat dari kendaraan, motor sport itu tentu saja Emma tak perlu memikirkan biaya-biaya apapun. Mereka berasumsi bahwa keluarga Emma begitu banyak uang. Dan tentu saja mereka mengira Emma tak perlu bersusah payah bekerja karena semua ditanggung oleh keluarganya.

"Aku sudah dapat pekerjaan lain di perusahaan." Jawab Emma membuat Natalia berteriak senang.

"Begitukah?bukankah kau belum tamat kuliah?." Tanya Noel dengan ragu. Tak mungkin juga Emma bekerja disana tanpa menyelesaikan pendidikannya tersebut.

"Perusahaan mana yang mau menerima mahasiswa yang masih belum tamat dan mau ditaruh bagian manapun juga tidak cocok." Sahut Martin dan terkesan mengejek. Hal itulah yang membuat Emma sedikit tak menyukai pria itu. Sifatnya hampir sebelas dua belas dengan Jake. 

Emma melirik Martin sekilas. Selama sebulan penuh bekerja disini, Martin memang sering mengejeknya karena pria itu memiliki hubungan sedikit dekat dengan Jake. Sejak awal ia tahu, Martin bukan seorang manusia seperti yang lain. Ia hanya vampir kelas rendah. Emma sedikit muak, tak jarang ia membalas Martin dengan kata-kata umpatannya. Hal itu membuat yang lain sangat tahu jika mereka berdua tak begitu akrab.

"Perusahaan apapun itu,yang jelas tidak akan bisa dimasuki oleh orang sepertimu." Jawab Emma dengan sarkas.

Noel sempat tersedak air liurnya sendiri mendengar kalimat penutupan yang luar biasa indah dari Emma. Baginya gadis itu sangat pandai dalam bersilat lidah. Tak ada salahnya jika menjadikannya panutan bukan?. Seketika itu pula Martin menutup mulutnya. Ia kembali tersenyum untuk mencairkan suasana.

𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang