Part 34.

368 58 2
                                    

Emma berjalan menyusuri jalanan setapak. Diam-diam ia menyelinap keluar istana dengan pakaian serba hitam kemudian menutupi wajahnya dengan tudung hoodienya. Matanya melirik was-was sekitarnya memastikan tak ada seorang pun yang melihatnya. Kakinya terus melangkah memasuki ladang jagung yang sedikit mengering. Langkahnya terhenti saat dirinya sudah berada di tengah ladang.

Sekali lagi ia melirik sekitarnya. Sepi, tak ada seorang pun selain dirinya di sini. Dengan perlahan ia menggerakkan jari-jarinya. Ia sedikit mengangkat tangannya ke udara kemudian menutup matanya rapat-rapat. Beberapa detik kemudian ia membuka matanya. Dengan wajah malas ia mulai berjalan kembali keluar dari ladang jagung itu.

Langkah kakinya semakin dipercepat saat melihat sebuah mobil berwarna hitam yang ia ketahui berhenti di sampingnya. Emma terus berjalan mengabaikan mobil yang mengikutinya di belakang. Mobil itu berhenti kemudian keluar seorang pria dengan setelan jas berjalan menghampirinya. Emma menoleh kebelakang sekilas kemudian berlari dengan kencang ketika mengetahui pria itu mengejarnya. Derap langkah kaki di belakangnya terdengar semakin kencang. Tak butuh waktu lama pria itu langsung menangkap Emma hingga hampir membuat gadis itu terjungkal.

"Gadis nakal, apa yang kau lakukan di sini?." Bisik Felix kemudian menggendong Emma seperti karung di pundaknya. Ia kembali berjalan menuju mobilnya.

"Jalan-jalan." Jawab Emma dengan singkat. Ia pasrah dan tak memberontak sedikit pun.

"Ini sudah sore, kenapa tidak bawa penjaga?." Tanya Felix dengan jengkel.

Tadinya Felix sedikit terkejut saat melihat seorang gadis yang ia kenal tengah berjalan menyusuri jalanan menuju istana. Melihat itu membuatnya khawatir karena matenya keluyuran di sekitar tanpa penjaga satu pun.
Jika terjadi sesuatu pada Emma, ia tak akan memaafkan dirinya sendiri. Namun ia percaya Emma akan baik-baik saja. Entah kenapa ia merasa begitu.

"Jangan mobil, aku mau muntah." Jawab Emma saat Felix mendudukkannya di kursi mobil.

Felix terkekeh geli mendengarnya. Ia memerintahkan sopirnya untuk kembali melajukan mobil. Di sampingnya, Emma terus menghela nafas berkali-kali guna menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Entah ini yang ke berapa kali ia menaiki mobil namun tak bisa membuatnya terbiasa. Bukan karena sebelumnya ia tak pernah naik mobil, tetapi memang sedari kecil ia tak begitu cocok dengan kendaraan itu.

Emma menyandarkan kepalanya pada pundak Felix. Niatnya tadi menyelinap hanya untuk berjalan-jalan saja. Itu adalah kebiasaannya seminggu sekali sebelum ia tinggal di sini. Entah itu ke hutan, taman bermain, perpustakaan dan kafe. Keinginannya untuk merasakan suasana berbeda terkadang tak bisa ia abaikan.

Felix tahu itu. Itu sebabnya Felix tak melarang dan mengekang gadis itu. Matenya itu berjiwa bebas dan tak suka diatur. Malahan Emma yang sering melarangnya ini itu dan mengatur segalanya. Mulai dari gaya pakaian yang kadang harus diubah, dekorasi kamar yang harus sederhana, dan melarangnya untuk melakukan ini dan itu.

Emma lebih mendominasinya. Gadis itu tak mau mengalah sedikit pun. Tak hanya itu, ia juga sangat protektif dan posesif membuat Felix tak di perbolehkan keluar dari kamar hingga dua hari kemarin. Itu karena Leo mengatakan bahwa ada seorang wanita di perusahaan yang mencoba menggoda Felix. Emma pun percaya-percaya saja dan melarang Felix keluar kamar hingga dua hari lamanya. Dan karena tak ingin membuat matenya marah, Felix hanya menurut saja. Lagipula ia malah suka dikamar terus bersama istrinya.

"Mau ku antar besok?." Tawar Felix. Ia tahu besok sekali lagi Emma akan ke perusahaan.

Emma menggelengkan kepalanya untuk menolak. Ia ingin pergi sendiri. Lagipula jalan perusahaan mereka berlawanan arah.
Ia melirik gelang dengan bandul batu giok yang melingkar di pergelangan tangan Felix. Sekali lagi ia menghela nafas panjang.

𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang