Mata Vera melotot tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kedua tangannya menahan kedua pergelangan tangan Emma yang hendak membuka kaosnya. Tak hanya Vera,Samuel juga dengan reflek melingkarkan tangannya pada pinggang Emma guna menutupi bagian yang hampir terbuka. Ia menggeram tak suka lalu melirik Edmud dan Jake secara bergantian. Sedangkan Ken mencoba untuk memikirkan cara agar situasi tidak kembali canggung.
Tanpa sadar Vera melepaskan genggamannya saat melihat kakaknya sedang memeluk Emma dengan posesif. Apa kakaknya masih ingin bermain-main dengan Emma?dan tanpa rasa bersalah kedua tangan kakaknya melingkar sempurna di pinggang ramping Emma. Tangan kanan Vera terangkat melayang di udara. Ia ingin kembali menjambak rambut Samuel namun ditahan oleh Ken. Ken mendekatkan wajahnya pada sisi wajah Vera lalu membisikkan sesuatu yang membuat ekspresi wajah Vera seketika berubah.
"Bagian mana yang sakit?" Tanya Vera pada Samuel. Karena percuma saja ia bertanya pada Emma.
Vera tak habis pikir,Emma adalah mate kakaknya. Jika Emma benar-benar mate Samuel lalu kenapa dengan bodohnya Samuel menyakiti matenya sendiri?. Hal itu tak hanya menyakiti Emma saja tapi juga menyakiti dirinya sendiri. Apa yang dirasakan Emma, Samuel juga akan merasakannya berkali-kali lipat. Entah seberapa parah rasa sakit pada tubuh Emma hingga sedari kemarin Samuel tak henti-hentinya meringis kesakitan dan terus mengurung diri di kamar.
Ingatan ketika Vera mendengar suara gaduh dari kamar Samuel membuatnya bergidik ngeri. Sudah dipastikan bahwa itu sangat sakit hingga membuat Samuel tak berdaya dengan membenturkan tubuhnya berkali-kali di dinding sambil menjambak rambutnya. Erangan kesakitan terdengar lirih saat pintu kamarnya tak sengaja sedikit terbuka. Bodoh,hanya kata itu untuk menggambarkan sosok kakaknya.
"Perut,dada.." jawab Samuel dengan lirih. Ia sangat tersiksa dengan rasa sakit yang ia rasakan sekarang. Rasa penyesalan yang dirasakannya semakin dirasa. Ia tidak pantas dimaafkan dan rasa sakit yang kembali berkali-kali lipat ini tak sepadan dengan kesalahan yang sudah sangat fatal,melukai matenya sendiri.
"Sam menendang perutnya dengan keras." Sahut Jake membuat Vera semakin panas.
"Kesalahanmu ini,biarkan Emma yang memutuskan hukuman apa yang pantas untuk kakak. Entah itu melapor pada polisi walaupun itu tak ada gunanya atau.." jelas Vera lalu menjeda kalimatnya. Ia menatap kakaknya dengan tatapan penyesalan.
"Menolak kakak sebagai mate." Lanjutnya membuat tubuh Samuel kaku.
Jika Emma benar-benar menolaknya,itu sama saja dengan membunuhnya secara perlahan. Setengah jiwanya akan hilang. Tak ada lagi rasa tenang dan nyamannya hidup. Hanya penyesalan dan kehampaan merasakan hambarnya hidup. Tubuhnya akan melemah. Membayangkannya saja membuat Samuel sengsara.
Ia butuh seorang pasangan di dalam kehidupannya. Bukan hanya untuk pelengkap dirinya sendiri namun juga sebagai pasangan sehidup semati. Ia tak akan membiarkan Emma menolaknya. Itu tak akan terjadi. Jika pun itu benar-benar terjadi,ia tak akan membiarkan Emma menjadi pasangan manusia lain. Hanya untuknya,hanya miliknya.
"Tapi setelah melihat Emma masih setia berdiri di pintu menunggu kalian masuk mungkin ia tak begitu mempermasalahkan perbuatan kalian. " Jelas Vera seperti memberi harapan pada Samuel. Samuel yang masih terdiam kaku menjadi sedikit lega mendengarnya. Jika Emma tak mempermasalahkan kesalahannya dan memaafkannya. Mungkin saja ada kesempatan untungnya diterima.
"Hm,dia juga menyuguhkan buah strawberry dan minuman pada kita." Timpal Jake sependapat dengan Vera.
"Aku sangat menyesal dan meminta maaf padamu dengan tulus. Berhubung kita tak jadi memancing bersama jadi aku pamit duluan. Ada urusan yang mendadak dengan sekretarisku. Aku akan mengirim beberapa buku novel dengan bermacam genre padamu besok seperti janjiku tadi." Jelas Edmud panjang lebar lalu sedikit menundukkan kepalanya.
"Jangan coba-coba memaksaku lagi untuk mengurusi tumpukan kertas biadab itu. Aku punya perusahaan sendiri yang harus diurus." Sinis Jake mulai was-was.
Sedetik kemudian Edmud menarik lengan Jake dan menghilang. Sebenarnya bukan menghilang melainkan mereka berlari begitu cepat hingga tak terlihat.Emma tak merespon, ia seperti tak peduli dengan apa yang tengah mereka bahas. hanya diam menatap layar tv. Ken menghela napas panjang. Ia mengambil ponsel di sakunya lalu mengetik sesuatu. Tak lama kemudian ia memandangi wajah Vera yang masih terlihat khawatir.
"Besok,aku akan kembali dengan membawa beberapa vitamin untukmu. Sebagai dokter hanya ini yang bisa ku berikan padamu sebagai permintaan maaf." Ucap Ken dengan tatapan penyesalan.
"Aku akan menginap." Ucap Vera dan Samuel bersamaan. Hal itu membuat mereka terkejut.
"Kenapa?." Tanya Samuel menantang.
"Apa?aku akan menginap. Kakak tak bisa ikut menginap juga." Protes Vera tak terima.
"She is my beloved" Jawab Samuel membela diri.
"Dia temanku,dan kenapa tidak?karena bagaimanapun juga dia manusia dan kalian baru saja bertemu. Apa jadinya jika pria yang baru saja menyakitinya meminta untuk menginap di rumahnya?" Jelas Vera membuat Samuel tertohok. Ia sudah menyakiti matenya. Dan sekarang dengan seenaknya ia ingin menginap di rumah Emma untuk merawatnya hingga esok atau beberapa hari, mungkin.
Ken menepuk pundak Samuel dengan pasrah. Ia pamit pulang pada Emma walaupun ia tahu Emma tak mempedulikannya. Sebelum benar-benar keluar ia mengelus puncak kepala Vera lalu mengecup keningnya. Vera hanya tersenyum namun tidak dengan Samuel yang bermuka masam.
"Jangan terlalu lama mengompres memarnya. Suruh dia beristirahat dan jangan melakukan aktivitas terlalu berat." Pesan Ken.
"Lepaskan aku,mate ku membutuhkanku." Geram Samuel sedikit memberontak saat Ken mencoba menyeretnya.
"Kau pikir aku juga tak membutuhkan mateku?aku juga membutuhkannya untuk memelukku saat tidur." Jawab Ken tak terima membuat Vera mengangguk setuju.
"Astaga,dua perusuh itu tak membawa mobilnya kembali. Aku malas menyetir,lebih baik lari saja." Keluh Samuel malas.
"Mereka tidak seperti dirimu yang membiarkan perusahaan sendiri terbengkalai." Sindir Ken.
"Jika aku membiarkan terbengkalai,lalu kenapa rumah sakit tempat kau bekerja masih berjalan. Jangan membuatku memecatmu." Ancam Samuel dan dijawab dengan angkatan kedua tangan Ken sebagai tanda menyerah.
°•°•°"Kau sebaiknya tidur saja. Ah tidak,tonton saja film itu sambil merilekskan tubuhmu. Biarkan aku saja yang mengurus pekerjaan rumahmu." Ucap Vera dengan semangat.
Vera tersenyum lalu matanya menyusuri setiap isi rumah. Senyum di bibirnya mulai memudar. Ia yang tadinya berdiri di samping Emma,kembali duduk di sofa seberang Emma. Ia menatap Emma yang sudah merebahkan tubuhnya di sofa dengan nyaman sambil memakan buah strawberrynya.
"Apa yang aku urus jika rumah mu sudah mengkilap seperti ini?kau juga hanya butuh istirahat jadi apa yang harus kulakukan?hanya diam menemanimu saja?." Ucap Vera pasrah lalu ikut merebahkan dirinya di sofa.
Tanpa Vera sadari,sudut bibir Emma sedikit terangkat. Ia tersenyum puas namun tak kentara. Entah ia tersenyum karena ucapan Vera atau karena hal lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.
FantasyKarena takdir yang sudah tertulis, membuat seorang gadis bernama Emma Harley harus menanggung beban dan menyembunyikan rahasia besarnya. Agar tidak di salah gunakan oleh mereka yang haus akan kekuasaan. Begitupula dengan identitasnya yang bukan seba...