Part 17

411 68 1
                                    

Emma tampak berfikir keras. Ia bingung harus dipakai untuk apa uang gaji pertamanya sebagai pegawai disini. Di tabung lagi?uangnya sudah terlalu banyak di bank. Gaji dari papanya bukan main banyaknya dibandingkan gaji kerja paruh waktu. Biaya listrik,air,kuliah,dan lain-lain sudah ia bayar sebelumnya. Beginilah jika bukan kekurangan uang melainkan kelebihan uang hingga bingung mau diapakan.

"Semua gaji ini,untuk adik-adik." Jawab Emma setelah berfikir keras.

"Kau punya adik?seru yah punya adik." Sahut Natalia sembari membuat wajah lesu.

"Tidak,Adik-adik panti asuhan." Jawab Emma membuat semua yang mendengarnya tertegun.

"Bukumu jatuh!." Ucap Martin kemudian mengambil buku sketsa milik Emma yang tak sengaja keluar dari tasnya saat memasukkan amplop tadi. Sontak Emma langsung memasukkannya kembali ke dalam tas.

"Wah,gambar sketsa pakaian yah?kau juga pintar menggambar." Puji Natalia saat tak sengaja melihat buku sketsa itu terbuka saat jatuh.

Emma langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia mengecek ponselnya kemudian membenarkan tali tasnya.

"Bos,aku pergi duluan." Pamit Emma dan dibalas lambaian tangan dari Natalia dan Noel.

Emma langsung melenggang pergi meninggalkan mereka. Dengan cepat ia tancap gas motornya lalu melaju dengan kecepatan sedang. Arah yang ia lewati berlawanan dengan arah rumahnya. Hari ini jam tutup kafe lebih awal membuatnya  berinisiatif untuk mendatangi sebuah butik. Sedari kemarin ia ingin ke sana namun selalu ditunda.

Sesampainya di depan sebuah butik Emma langsung memasukinya dengan pakaian yang lembab karena terkena rintikan air hujan tadi. Kedua mata Emma menelusuri setiap sudut tempat ini. Sesekali ia mengecek pakaian yang menggantung dan terpajang bersama patung manekin. Tanpa ia sadari sepasang mata berwarna hitam pekat mengawasinya sedari tadi. Emma tak merasakannya,ia masih fokus memandangi gaun berwarna putih dengan renda berwarna hitam dan biru yang meluruh.

"Gaun ini cantik,namun bukan seleramu." Ucap seseorang di belakang Emma dengan nada yang dingin dan tatapan mata yang menusuk.

Sontak Emma langsung berbalik guna melihat siapa yang berbicara di belakangnya.
Ia tak asing dengan suara dari sosok pria yang sudah berdiri di hadapannya. Dengan dagu sedikit terangkat pria itu menarik sudut bibirnya. Samuel,mantan matenya. Tak hanya Samuel,seorang wanita cantik bersurai pirang juga berdiri di samping sembari memeluk lengan Samuel.

"Hemm, siapa gadis ini?." Tanya wanita itu dengan suara lembut yang dibuat-buat. Matanya menatap Emma dari bawah hingga puncak kepala dengan tatapan menilai.

"Mantan mateku." Jawab Samuel lalu menepuk lembut tangan yang melingkar di lengannya.

"Lucu sekali. Aku Diana,siapa namamu?." Tanya Diana sembari mengeratkan pelukannya.

Emma hanya mengangguk tak menjawab. Ia kembali membalik badannya dan mengecek gaun tadi. Diana yang melihatnya mulai memanas, begitupula dengan Samuel. Entah mengapa Samuel masih ingin terus berada di dekat Emma. Ia tahu ini karena ia masih belum sepenuhnya melepaskan Emma dari hatinya. Jika saja Emma bukan manusia,ia tak perlu repot-repot mempermasalahkannya hingga menolaknya.

"Jangan tersinggung. Emma tak berniat menyinggungmu,gadis itu hanya tak punya suara." Ucap Samuel untuk menghibur Diana yang sempat cemberut.

Kini giliran Emma yang merasa tersinggung dengan ucapan Samuel. Pria itu secara tak langsung menghinanya. Ingin sekali ia memaki di depan kedua wajah lintah darat di hadapannya ini namun ia urungkan. Jika ia lakukan, suasana akan semakin memburuk. Ia tak ingin kerepotan menanggapi setiap kalimat mereka.

"Bahan yang anda pilih sudah disiapkan. Untuk tanggal jadi gaun,pihak kami akan menghubungi anda untuk mengambilnya." Ucap Seorang Wanita yang merupakan karyawan di butik ini. Samuel menganggukkan kepalanya dengan ringan kemudian berjalan keluar butik bersama Diana.

𝑰 𝑫𝑶𝑵'𝑻 𝑪𝑨𝑹𝑬!.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang