XVI

172 13 0
                                    

Ketiban sial apaan gue pagi-pagi begini udah ketemu tuan muda dari masa lalu

Ayla tidak bisa menahan ekspresi wajah tidak sukanya ketika melihat Farhan yang ada di hadapannya.

Entah bagaimana ceritanya bisa-bisanya ia dan Farhan bertemu di sebuah pertemuan sejak acara di mulai.

Perasaan usaha dia sama gue beda deh, kenapa bisa ketemu mulu sih 

Ayla mencoba mencari teman bicara agar ia bisa menghindari Farhan yang terang-terangan mencari celah untuk bisa berbicara dengannya. Entah berbasa-basi atau memang ingin berbicara dengannya.

Cara terbaik adalah untuk cepet-cepet balik ke kantor!

Ayla pun berpamitan pada beberapa kenalannya untuk mengundurkan diri dengan alasan ada pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan.

"Pak sekarang juga jemput di lobby! Gak pake lama!" desis Ayla di ponslenya ketika menghubungi supirnya itu.

Dengan sigap supirnya itu langusng mematuhi perintah Ayla untuk segera menjemputnya.

Dulu gue gak dihargain, sekarang tiba-tiba kayak gak ada apa-apa. Dasar lelaki!

Ayla menatap punggung Farhan dengan ekspresi kesal yang tidak bisa ia tutupi lagi. Pria ini benar-benar membuatnya emosi sendiri padahal Farhan belum melakukan apa-apa yang berarti.

Sesampainya di lobby Ayla menunggu supirnya. Merasa sudah menunggu agak lama, Ayla pun menelfon lagi supirnya.

"Pak udah jalan belom?!" omel Ayla.

"Udah Bu. Ini antriannya banyak banget!" keluh supirnya.

Ayla hanya bisa mendengus mendengar keluhan supirnya itu. 

"Kalo bisa disalip, ya salip aja udah!" Ayla pun menutup pembicaraannya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

"Udah mau balik aja?" suara yang mulai familiar, sekaligus menjengkelkan bagi Ayla.

"Iya, ada kerjaan di kantor yang harus diselesain dan gak bisa ditinggal" jawab Ayla dengan sangat jelas, hanya dengan menoleh sekilas pada Farhan.

Pria itu mengangguk-angguk mengerti.

"Dari sini ke kantor jauh?" tnaya Farhan yang berusaha akrab dengan Ayla.

"Lumayan" ujar Ayla mengira-ngira.

Begitu melihat mobilnya muncul dari parkiran basement, Ayla segera pamit dan meninggalkan Farhan.

Ayla berjalan dengan cepat meninggalkan Farhan, dan segera masuk ke mobilnya.

"Buruan pak jalan!" perintah Ayla pada supirnya itu.

"Ibu emang kenapa buru-buru banget?" tanya supirnya Heran.

"Gak ada apa-apa, saya cuman males ketemu orang aja" ujar Ayla jengkel.

Supirnya mengangguk menyetir lalu menyetir mobil dengan fokus dan cepat sesuai keinginan Ayla.

Setelah sekian lama Farhan baru 'menyadari' kehadirannya?

Ayla memutar malas kedua bola matanya jiak mengingat sikap manis Farhan. berharap ia tidak lagi harus bertemu pria itu.

Ia sendiri heran, mengapa orang-orang lain memiliki kisah cinta pertama yang indah, sedangkan tidak dengan dirinya.

Sesampainya di kantor, Ayla langsung turun dari mobil dan segera melangkah menuju ruang kerjanya.

 "Bu ada beberapa yang harus diperiksa dulu, semuanya sudah saya susun di meja Ibu ya" ujar sekretarisnya.

Ayla hanya mengangguk dengan wajah lesu pada sekretarisnya itu sebelum masuk dan mengunci dirinya di dalam ruang kerjanya.

Ia tidak ingin bersosialisasi dulu dengan orang-orang. Rasa jengkelnya yang tengah menguasainya dikhawatirkan dapat menyakiti orang lain lewat lisan atau perbuatannya.

Trik lama yang selalu ia pakai untuk mendistraksi dirinya dari pikiran yang menggangu rupanya masih bekerja dengan baik.

Tenggelam dalam kesibukan membuatnya lupa dengan kejengkelannya bertemu dengan cinta pertama super traumatis itu.

Ia menekan nomor di pesawat telepon ruang kerjanya, menghubungi bagian tim desain untuk menemuinya.

"Halo salah satu dari bagian desain bisa ke ruangan saya? Ada yang mau saya diskusikan"


****


"Lu yakin nih?" tanya Ayla dengan nada tidak yakin pada Elena di sebrang sana.

"Yakin! Plis banget! Gue udah ngobrol sama dia WhatsApp for a few days ini. Kita udah janjian mau ketemuan!" ujar Elena antusias.

Ayla yang tidak pernah menggunakan dating apps ini mengerutkan keningnya mendengar ucapan Elena.

"Pokoknya nanti lu bantuin gue! Duduk agak jauhan aja terus abis itu nanti lu nilai dia. Lu paling pinter urusan cowok soalnya!" ujar Elena.

"Iya iya, nanti gue temenin ya. Kirimin aja mau ketemuan dimana" ujar Ayla yang tidak mau pusing.

Selesai dengan pembicaraannya dengan Elena, Ayla membereskan tempat tidurnya. 

Hari minggu ini adalah jadwal Ayla mengganti sprei kamar tidurnya. Berikut mencuci sprei kotornya itu.

Walaupun hidup tanpa asisten rumah tangga, Ayla bisa melakukan pekerjaan rumah dengan sendirinya karena sudah terbiasa melakukan ini semua ketika dulu masih tinggal bersama orang tuanya.

Ia bersenandung kecil sambil memasukkan sprei, beserta sarung bantal dan guling yang kotor ke dalam mesin cuci. Lalu menyalakan air dan menuangkan deterjen bubuk ke dalam mesin cuci.

"Abis ini siapin baju kerja buat seminggu ke depan, terus periksa isi kulkas!" ujarnya setelah mesin cucinya berputar.

Sambil menunggu, Ayla mempersiapkan beberapa gantungan baju dan papan setrika untuk nanti menyetrika dan menggantung baju-baju kerjanya.

Pikirannya tiba-tiba tertuju pada Geraldi.

Ayla tersenyum bahkan rasanya ingin tertawa jika mengingat seluruh perhatian yang Geraldi berikan padanya.

"Ada ya, orang sebaik itu...." ujar Ayla sambil membenahi isi beberapa container box di dalam kulkasnya.

"Umurnya berapa ya?" Ayla mencoba menerka-nerka usia Geraldi.

"Halah! Kenapa jadi gue nebak-nebak umur dia?!"


Ayla duduk dan mendengarkan semua penjelasan Elena padanya.

"Dari segi tampang sih not bad. Okay kok, dari yang lainnya gue gak tau. I don't know him personally" ujar Ayla.

"Udah-udah pokoknya dia baik kok! Nanti lu duduk di situ tuh!" Elena menunjuk bar yang ada di belakang Ayla.

"Tenang aja gue udah cek kok! Mereka sedia minuman non alkohol jadi lu bisa minum-minum dikit nungguin gue" ujar Elena dengan riang.

Elena benar-benar menyiapkan semuanya. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun untuk Ayla juga.

"Yaudah sana duduk! Keburu dia dateng!"






Mr. FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang