III

550 32 1
                                    

Kalau bukan untuk Papa seorang, mungkin Ayla sudah ogah setengah mati untuk datang ke rumah sakit.

Ia yang masih dalam proses melupakan mantan kekasihnya itu, tidak bisa sedikit saja teringat dengan sesuatu yang membuatnya teringat lagi dengan Dion.

"Papa dapet gilirannya masih lama?" tanya Ayla pada Papa yang tengah duduk di ruang tunggu eksekutif rumah sakit swasta ternama di Jakarta itu.

"Gak kok, tadi tanya suster papa dapet nomor tiga" ujar Papa yang duduk dengan tenang menunggu gilirannya untuk check up rutin ini.

Papa menyadari betul jika putrinya ini masih dala proses move on. Tentu saja Papa tidak ingin membenani putri kesayangannya ini, namun Papa sendiri membutuhkan bantuan orang lain dan hanya Ayla yang bsia menemani hari ini.

Della, adik Ayla hari ini tidak bisa menemani karena masih kuliah.

Ketika nama Papa dipanggil, Ayla buru-buru menghampiri Papa, membantu ayahnya untuk berdiri lalu menuntunnya menuju ruang dokter.



Aylya menyetir mobil dalam diam setelah semua urusan check-up Papa selesai hari ini. Tidak ada sepatah kata karena Ayla fokus menyetir.

"Papa mau makan dulu apa mau langsung pulang?" tanya Ayla.

"Makan siang dulu aja deh, terserah mau makan dimana?" tanya Papa sambil tetap asyik melihat jalanan Jakarta.

Ayla mengangguk dan menyetir mobilnya ke restoran langganan keluarganya sejak ia dan adiknya masih kecil.

Sesampainya di plataran restoran tersebut Ayla dan Papa turun, dan membiarkan petugas valet parking memarkirkan mobilnya.

"Selamat siang Bu Ayla, kursi untuk berapa orang?" tanya pelayan restoran yang bertugas di front office restoran tersebut.

"Untuk dua orang ya" jawab Ayla.

Sedetik kemudian, pelayan tersebut menuntun Ayla dan Papa menuju meja mereka. 

Tentu saja meja dengan view ibukota yang disuguhkan untuk pelanggan setia mereka.

"Gimana perusahaan kamu?" tanya Papa pada putrinya ini.

Setelah memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemennya, Papa dan Mama jarang menemui putri sulungnya ini. Hanya Della yang masih tinggal bersama Papa dan Mama. Walau begitu, si bungus ini pun jarang berada di rumah krena memutuskan untuk tinggal di dekat kampusya yang jauh dari rumah.

"Everything goes well. Gak ada masalah serius kok, aku juga sejauh ini masih turun tangan buat mantau langsung walaupun ya gak setiap saat" ujar Ayla.

Papa hanya mengangguk saja.

Melihat putrinya bisa sukses begini membuatnya bangga karena Ayla benar-benar bekerja keras agar brand miliknya ini bisa berdiri seperti saat ini.

"Soal kamu sama Dion ...." Papa akhirnya membuka suaranya untuk urusan asmara putrinya ini.

"Ya Papa ngerti kamu butuh waktu untuk bisa melepas semuanya, cuman Papa minta kamu jangan terlalu keras sama diri sendiri. Apapun alasan kamu putus sama Dion, Papa cuman pesen jangan terlalu memaksa untuk ngelupain dia" ujar Papa.

Ayla tidak mengangkat wajahnya ketika Papa bicara.

Ia tidak ingin terlihat sedih di depan kedua orang tuanya, walau ekspresi sedihnya itu tidak bisa disembunyikannya.

"Maafkan semuanya. Jangan berlarut-larut sedih sendiri, move on tanpa melibatkan orang baru"


Mr. FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang