"Semua orang tua punya cara sendiri untuk ngedidik anak-anaknya, mereka ga pernah keterlaluan. Cuma kitanya aja yang belum paham dengan cara didik mereka," - Haniel Abraham
🐻🐻🐻
Yang dilakukan Haniel malam ini hanyalah menatap biodata Alena yang tertulis di diary persahabatan mereka.
Mimpi Alena sangat di luar ekspektasinya. Ia kira cita-cita gadis itu menjadi seorang CEO perusahaan besar atau tidak berkeliling dunia, ternyata mimpinya sangat sederhana.
Tok... tok...
Haniel menoleh ke arah pintu kamarnya kemudian berteriak, "masuk aja, nggak di kunci."
Gadis bermata sipit muncul dari balik pintu, "Abang, sibuk nggak?" tanya gadis itu yang berstatus adik kandung Haniel.
"Nape? Mau minta bantuan buat ngerjain tugas? Kagak, kagak, bisa melepuh otak gua," tolak Haniel duluan, padahalkan niat Kelin bukan minta bantuan buat ngerjain tugas.
"elah..ngapain gua minta bantuan sama orang goblok kayak lo," cemooh Kelin menatap datar wajah sang kakak. Sekedar informasi perbedaan usia antara Haniel dan Kelin tidak terlalu jauh, kakak beradik itu hanya beda 2 tahun.
"Durhaka banget lo sama gua!"
"Bodo! Buat apa gua berbakti sama lo? Ga ada gunanya, di gaji kagak jadiin babu iya."
"Banyak cincong lo, btw ade ape nih? Tumben-tumbenan lo nyari gua."
Kelin berjalan masuk kedalam kamar Haniel. Kemudian dengan santainya gadis itu berbaring di atas kasur singel bed milik Haniel.
"Kagak sih...cuma gabut doang," jawab Kelin enteng.
"gua kira kenapa, ternyata cuma pelampiasan saat gabut doang," lirihnya sok sad padahal sesad. Kelin yang mendengarnya langsung berlagak ingin muntah, jijik sekali mendengar perkataan kakak sengklek nya itu.
Hening menyergap mereka. Keduanya sibuk berkelana di pikirannya masing-masing sampai akhirnya Kelin bersuara dengan suara pelan, "Kelin minta maaf."
Di kursinya Haniel termenung hanya untuk sekedar memahami perkataan sang adik "kesalahan apa yang lo buat ke gua? Jangan... bilang kalo lo... am-"
"Maaf karena waktu ayah mukul lo, gua nggak bisa berbuat apa-apa," sela Kelin cepat. Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk, menatap sendu wajah sang kakak.
"Maaf, gua nggak bisa lindungi lo dari amukan ayah." Haniel menarik sudut bibirnya keatas. Ada perasaan hangat menjalar ke saraf-saraf tubuhnya saat Kelin mengatakan hal itu. Padahal ia tak pernah menyalahkan siapapun untuk masalah ini.
Lelaki itu bangkit dan berjalan mendekati sang adik. Mengusap Surai lembut milik Kelin, sebelum akhirnya dia tertawa kencang.
Tawa lelaki itu bertambah kencang saat melihat ekspresi cengo adiknya, mulut terbuka dengan pandangan penuh tanda tanya. "Muka lo jelek banget njirr!" ledek Haniel dengan tawanya.
Gigi Kelin bergemelutuk mendengarnya, dia sudah rela-rela mengesampingkan rasa gengsinya untuk meminta maaf pada sang kakak. Tapi apa yang ia dapatkan coba? Boleh tidak sih ia tukar tambah saja kakaknya ini?
'Haniel bangsat!' batin Kelin dongkol. Jika yang di hadapannya ini bukan kakaknya atau bukan orang yang lebih tua, sudah ia pastikan tulang belakang Haniel remuk.
"lo ngapain minta maaf, coba?" tanya lelaki itu setelah tawanya reda, mengusap ujung matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. "Tau ah! Males gua punya Abang kayak lo, di khawatirin malah kayak gitu!" rajuk Kelin membuang muka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish
Novela JuvenilKata orang melepaskan itu perihal mudah yang sulit hanya mengikhlaskan, tapi bagiku kedua tetap sulit karena ketika kita ingin melepas kita juga harus bisa ikhlas - Wish *** "Kamu tau, apa yang lebih sakit daripada di putusin? Kamu tau, apa yang leb...