Chapter Eight

22 7 0
                                    

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia
Selamanya

- Nidji -

🐻🐻🐻

Alena menghentikan langkahnya di depan perpustakaan "lo ke kelas duluan aja, gua mau cari buku dulu soalnya," kata Alena, gadis itu melihat Haniel yang kini sedang menaruh jari telunjuknya di dagu sambil menatap ke atas.

"gua tungguin aja deh, tapi jangan lama-lama ya? Soalnya gua nggak sanggup jauh dari lo, eaaaa..." Haniel tertawa karena omongannya sendiri, tanpa tahu bahwa hati Alena kini sedang merasa terombang-ambing akibat perkataannya.

"Yaudah, tunggu bentar, jangan bikin ulah lo!" pesan Alena sambil menuding kan gulungan kertas jawaban anak kelas XII IPA 3 yang lumayan tebal.

"Iye-iye, takut amat gua berulah," ucap Haniel malas

Alena masuk ke dalam perpustakaan meninggalkan Haniel yang sekarang beralih untuk bersandar pada pondasi yang ada di koridor.  Bibir lelaki itu mengeluarkan siulan abstrak yang memecah sunyi, sebenarnya tidak terlalu sepi sih karena ada beberapa murid berlalu lalang melewati perpustakaan. Seperti gerombolan siswi dengan pin angka sebelas di dasi abu mereka. Bisa lelaki itu tebak bahwa gerombolan siswi tadi tersebut kelas XI.

Alis Haniel menyatu tak suka saat tak sengaja mendengar perkataan guru yang berbicara pada salah satu siswi tadi. "Melati nanti bilangin sama orang tua kamu, SPP kamu udah nunggak 3 bulan. Kalo bulan ini kamu nggak bayar SPP sekolah bakal kasih kamu SP 1, paham?" Cakap ibu guru muda tersebut pada siswi yang bernama Melati.

Dapat Haniel lihat jika raut wajah Melati langsung berubah tak seceria tadi, lelaki itu tahu bagaimana perasaan gadis manis itu. Meski cara bicara guru tersebut termasuk halus dan tidak terdengar sarkas tapi perkataannya mampu membuat Melati merasa malu dan tersinggung, terlebih guru tersebut berbicara tidak tahu tempat.

Selepas guru itu berlalu Melati langsung di hujami banyak pertanyaan oleh teman-teman sebayanya
"lo nunggak SPP Mel?" tanya salah satu temannya yang memakai bandana pink, Melati bergerak gelisah di tempatnya "emangnya bokap lo kerja apa sih? Sampe SPP aja nggak kebayar," pertanyaan gadis berambut pendek itu membuat Haniel mengepalkan tangannya.

"Mm... bokap gua kerja jadi karyawan biasa di salah satu perusahaan properti," jawab Melati membuat gadis yang memakai bandana pink itu mengangkat satu alisnya

"Gajinya berapa emang? Masa nggak bisa buat bayar SPP, gua lihat-lihat juga kemaren lo beli sepatu baru. Sepatu kebeli tapi SPP nggak kebayar, lain kali utamain sekolah dulu Mel," papar gadis berbandana pink tersebut.

Kali ini Haniel tidak bisa tinggal diam, lelaki itu berjalan menghampiri ketiganya "misi, gua boleh nanya nggak?" tampak terkejut dengan kehadiran Haniel yang tiba-tiba, tapi tak ayal mereka menyambut dengan sopan.

"Boleh kak," ucap gadis yang berambut pendek sambil senyum-senyum malu.

"Rukun iman ada berapa? Iman yang ke lima apa? Terus orang muslim solat berapa kali sehari?" cerocos lelaki itu membuat ketiganya terpaku, bukan karena terpana atau apapun melainkan karena terkejut karena pertanyaan Haniel.

"Kakak nanya ke siapa?"

"lo berdua"

"Melati nggak?" tanya salah satu dari mereka menunjuk ke arah Melati

WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang