🐻🐻🐻
padahal matahari saja masih malu-malu untuk muncul dan menampakkan diri tapi Haniel sudah berdiri nangkring di depan pintu rumah Alena. Lelaki itu menarik tangannya lagi, rasa ragu menghantui hati Haniel.
"Ass-- gua kan katolik, ngapain ngucap salam bego! Alen-- tunggu dulu! Ini masih terlalu pagi nggak sih buat ngajak Alena jalan?" Monolognya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Lelaki itu kini berjalan mondar-mandir di depan pintu rumah Alena, sesekali Haniel menghela napasnya gusar.
Ceklek
"Haniel?" Alena muncul dengan piyama pulkadot berwarna hijau army, rambut gadis itu tercepol rapi. Agaknya dia baru saja melakukan rutinitas paginya bisa di lihat dari wajahnya yang fresh seperti orang habis cuci muka.
"Pagi Len!" Sapa Haniel melambaikan tangannya kikuk, terlihat Alena menautkan alisnya bingung.
"Ngapain pagi-pagi di sini?"
"Mm-- lo hari ini free nggak?"
"Kenapa?"
"Mau cari sarapan bareng?" tawar Haniel membuat Alena menimangnya sebentar, tak lama kemudian Haniel melihat Alena yang menganggukkan kepalanya. Jelas senyum lelaki itu mengambang di buatnya.
"Gua ganti dulu." Haniel mengangguk pelan, ia tidak menyangka jika Alena menerima tawarannya. Rasa senang tak bisa Haniel pungkiri, apalagi melihat Alena yang tadi sempat tersenyum membuatnya mabuk kepayang.
Haniel mendudukkan dirinya di sofa empuk yang ada di teras rumah Alena, memegang pipinya yang terasa panas. Dalam hati bertanya-tanya beginikah rasanya jatuh cinta?
Ternyata perkataan Seyna kala itu benar adanya, dia memang mencintai Alena tapi sayangnya dulu dia masih belum menyadari hadirnya perasaan itu.
Seperti apa yang Seyna katakan waktu itu, dia akan memperjuangkan Alena. Tak peduli apapun halangannya dia akan tetap memperjuangkannya. Tapi apa lelaki itu yakin bisa mengalahkan Tuhan yang menjadi penghalang di antara mereka?
Di bawah langit pagi yang temaram Alena dan Haniel duduk di kursi angkringan jalan Hayam Wuruk. Menikmati semangkuk bubur ayam dengan kuah kaldu yang lezat.
Haniel menaruh ayam suwir miliknya ke mangkuk Alena membuat gadis itu mendongak hanya untuk menemukan wajah Haniel yang menjengkelkan. Jujur dia rindu masa - masa seperti ini, di mana Haniel yang selalu membuatnya emosi dan senang secara bersamaan.
"Dari dulu lo selalu pengen ngambil ayam di bubur gua, tapi karena dulu gua pelitnya minta ampun jadi baru sekarang gua bisa ngasihnya." Alena memutar bola matanya jengah tapi tak urung dia tetap memakan ayam itu
"Tapi kali ini beneran lo yang bayarin kan?" Mata Alena menyipit curiga, dia hanya takut lelaki itu akan meninggalkannya seperti dulu. Pasalnya dia benar-benar tidak membawa uang sepeser pun.
"Ya elah Len, dari dulu curigaan Mulu sama gua. Tenang aja kenapa, kali ini gua yang bayar, nih buktinya!" Haniel meletakkan uang berwarna biru di atas meja membuat Alena tersenyum puas.
"Jadi tenang gua makannya," celetuk Alena membuat Haniel mengembuskan napasnya kesal.
"Untung sayang," batin Haniel menatap gemas Alena, jika saja dia lupa bahwa yang di depannya ini bukan Alena sudah dia pastikan gadis ini tidak akan pulang selamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish
Novela JuvenilKata orang melepaskan itu perihal mudah yang sulit hanya mengikhlaskan, tapi bagiku kedua tetap sulit karena ketika kita ingin melepas kita juga harus bisa ikhlas - Wish *** "Kamu tau, apa yang lebih sakit daripada di putusin? Kamu tau, apa yang leb...