C.1

327 85 80
                                    

🌷🌷🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷🌷🌷

"Jodoh itu kita yang memilih, Tuhan yang merestui."
🌷🌷🌷
.
.
.

"Silvi, kamu harus nurut dong sama Bunda."

Sosok wanita paruh baya itu sedang berkacak pinggang, dan disampingnya duduk seorang berkacamata yang diyakini adalah ayah Silvi.

"Benar kata Bundamu, kamu udah cukup umur untuk menikah. Apa kamu mau jadi perawan tua?"

"Ayah! Aku masih pengen nikmatin hidup, lagipula banyak kok yang seusiaku masih bisa gonta-ganti pacar ke sana ke mari." Silvia menentang kebijakan orang tuanya lagi dan lagi.

Apa yang bisa ia lakukan tanpa menolak, dipikir menikah itu semudah membalikkan telapak tangan? HELL NO!

"Kalau kamu tetap menolak, Bunda bawa kamu ke psikolog sekarang juga!"

"Apa hubungannya aku dan psikolog, Bun? Aku kan normal, kenapa Bunda sama Ayah sama aja ga pernah pikirin perasaanku dulu?!" sahut Silvia pipinya mulai berlinang air mata.

"Bunda lakuin ini semua demi kamu, Silvi. Apasih yang gak Bunda lakuin demi putrinya, hm?" tanya Mama Silvi berusaha menenangkan anaknya.

"Ini yang bikin Ayah tidak akan menunda lagi untuk bicara, kamu harusnya sadar kalau sikapmu ini perlu diubah! Lihat temanmu si Elma---dia bahkan udah nikah dan punya anak."

"Apa kaitannya sama aku, Yah?! Dia Elma aku Silvi, kita beda. Emang benar kalau Elma nikah, tapi dia langsung jadi janda setelah menikah apa kalian mau aku kayak gitu juga?!" teriak Silvi protes.

'Plak!'

Sebuah tamparan mendarat mulus ke pipinya, Silvi terhuyung kecil tatapannya jatuh ke lantai.

Panas ....

Tangannya langsung memegang pipi, Silvi mndongak sesaat melihat sang ayah yang baru kali ini tega menampar dirinya.

"Mas, kamu ...."

"Ayah tega! Bunda juga!" Silvi berlari masuk ke dalam kamar, tidak lupa untuk menguncinya dari dalam.

Gadis itu menjatuhkan diri ke atas kasurnya yang cukup besar, ia menangkupkan bantal menutupi wajahnya dengan sempurna.

'Drrtt....'

Ponselnya bergetar, menandakan ada notifikasi yang masuk. Tepat tangannya meraih benda pipih itu, matanya terbelalak setelah melihat siapa pengirim pesan tersebut.

Kevin Mesano

|Sil, ketemuan yuk.
|Gue lagi kangen-
|Sama lo
✓✓

Ada angin apa nih? Ayok aja. |
Ajak Naya juga dong, boleh?|
Gue juga lagi kangen:)|
✓✓

|Sama gue?

Aftertheless | JAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang