C.10

89 22 40
                                    

✨Setelah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah itu....

Elma tetap diam di tempat, mematung seperti patung. Udah kek patung. Auah.

Valka pun mengambil langkahnya besar, ia segera membuka paksa pintu mobil. Membuat Elma mendadak menoleh padanya heran.

"L-loh? Pak Valka, saya kan mau ikut," protes Elma.

"Keluar," titah Valka menatap tajam.

Mau gak mau Elma menuruti perkataan sang bos, dia pun keluar dari mobil dan merapikan tas kecilnya. Gak lupa memainkan poni.

'Jegrek.'

Valka dengan cepat masuk lagi ke dalam mobil, dan segera melajukan mobilnya ke jalanan.

"Huh, susah ya dapetin kamu, Valka." Elma memandang gusar punggung kendaraan yang telah menjauh itu.

Beberapa saat kemudian, Valka sampai di rumah sakit. Pukul sudah mulai larut, dia baru sampai.

Entah Silvia akan memandangnya seperti apa lagi, cowok itu berlari masuk ke dalam gedung.

Dia ke ruang VIP, namun nihil tidak ada orang di sana. Di mana ayah Silvia.

Valka kemudian menuju ke resepsionis. "Mbak, kamar Tuan Oktora dipindah?" tanyanya.

"Oh? Eh, iya, Mas." Ini perawatnya malah senyam-senyum sendiri liatin Valka.

"Di mana?!"

"Itu belok ke sana, Mas."

"Belok ke mana, Mbak! Saya buru-buru nih," timpal Valka.

Setelah Valka mendapat arahan yang jelas, dia segera menuju sesuai petunjuk perawat tadi.

Sampailah dia di depan ICU.

Di sana tampak Bunda Silvia duduk menunduk memandangi ujung sepatu dengan lesu, dan tak kalah memelasnya Silvia---dia berdiri lemas di depan pintu sembari memeluk kedua lengannya sendiri.

Cowok tersebut melangkah maju dengan mantap, menghampiri dua perempuan itu.

"Bunda," panggil Valka pada calon mertuanya.

"Oh, Nak Valka."

Silvia ikut melirik.

"Ayah kambuh lagi?"

Bunda Silvia mengangguk. "Iya, sekarang kami gak tau harus berharap apa. Kata dokter penyakitnya semakin parah, baru aja dokter bilang Ayah harus dioperasi," jelasnya.

Silvia memalingkan wajahnya menahan buliran air asin menetes ke pipi, tapi gagal.

"Apa penyakitnya, Bun?"

"Endokarditis," ujar Bunda Silvia lemah lalu menutup mulutnya tak sanggup menahan tangis.

Seperti kata Dokter sebelumnya, Endokarditis yakni infeksi bagian dalam jantung yang bisa berakibat fatal hingga berujung kematian.

Aftertheless | JAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang