C.16

106 39 136
                                    

✨Ada baiknya kalau kenangan itu dilupakan, bukan untuk diingat selamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ada baiknya kalau kenangan itu dilupakan, bukan untuk diingat selamanya.

.
.
.

"Gimana kondisi lo, Sil? Baik?" tanya Naya pada gadis itu.

Kini Silvia dan Naya ada di dalam kelas, jadwal mereka belum mulai dan akan segera berlangsung beberapa menit lagi.

Silvia menghela napas pelan. "Ada baiknya ada buruknya juga, Nay," jawabnya.

"Kok gitu?" heran Naya.

"Gue sekarang tinggal di rumah Valka," ujar Silvia pelan.

"WHAT?!" seru Naya tiba-tiba membuat sekelilingnya menoleh ke sumber suara.

Silvia sontak menundukkan kepalanya, mencari itikad untuk bersembunyi di balik tas yang ia pegang.

Malu dong.

"Pelan-pelan dong, Nay," desis Silvia memperingatkan dia.

Naya terkekeh ringan lalu mendekatkan kepalanya. "Ini beneran? Lo tinggal seatap sam Valka sekarang?" tanyanya mencari penjelasan.

Silvia mengangguk. "He'em," sahutnya.

"Widih... sahabat gue otewe jadi konglomerat ya," cibir Naya.

"Apa sih, ga ada konglomerat kayak gue gini," jawab Silvia.

"Ck, udah lo yang santai aja. Kalau gue lihat-lihat tuh ya, calon lo tuh baik sebenarnya. Cuma ya lo tau sendiri kan sebagian orang pilih memperlihatkan sisi lain," kata Naya memberi masukan.

"Sisi lain gimana? Dia hanyu gitu?" tanya Silvia tidak masuk akal.

Naya pun menepuk jidatnya pelan. "Astaga, susah omong sama lo," herannya.

"Ya gimana dong, ayah gue lagi sakit dan bunda gue marah sama gue. Terus karena rumah disita gue jadi ga punya tempat tinggal lagi," jelas Silvia pada sahabatnya.

Naya memandangnya prihatin. "Sabar ya, Sil, cobaan lo berat. Gue maunya bantu, tapi papi gue tuh orangnya gitu ya lo tahu juga, 'kan?" jelasnya.

"Iya, gak apa-apa. Gue paham kok, Nay." Silvia mengangguk.

Naya menepuk-nepuk pelan pundak sahabatnya. "Gue yakin, lo pasti bisa nerima keadaan. Lo bisa belajar dari ini, Sil," katanya memberi saran.

"Makasih, Nay."

Selang beberapa saat, dosen killer masuk ke dalam ruangan. Siapa lagi jika bukan mister Oh.

Aftertheless | JAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang