First Chapter

1K 60 3
                                    

Aku terbangun di tempat yang sangat gelap. Aku samar-samar mendengar suara orang yang memanggil namaku. Nafasku tiba-tiba tercekat. Sepertinya aku belum mati dan akan mati sesaat lagi. Lalu suara itu makin terdengar jelas, jelas sekali sampai aku tahu itu suara Ibu. Nafasku makin tercekat. Badanku rasanya sakit. Ubun-ubunku terasa ditarik-tarik. Aku tiba-tiba merasa mengantuk, dan suara-suara Ibu hilang begitu saja.

Saat kubuka mataku, aku ada di sebuah ruangan yang tidak ku kenali. Ruangan itu memiliki beberapa pintu. Ada satu pintu yang menarik perhatianku, pintu paling gelap. Karena aku penasaran, aku mencoba membukanya. Untungnya aku berhasil. Pintu itu terbuka bersamaan dengan shock nya diriku.

Pintu itu seperti berisikan film drama dimana tokoh utama nya bunuh diri.

Tokoh utama dalam pintu itu adalah aku.

Pintu itu merekam kejadian sesaat setelah aku meminum obat nyamuk.

"Naomi! Naomi! Tega kamu ninggalin Ibu!" Ibu lalu berteriak memanggil 'Ayah', lelaki itu kaget dan ia langsung menggotongku kedalam mobil. Sementara itu Ibu menangis-nangis melihatku. Meratapiku.

Setibanya di rumah sakit, 'Ayah' mengurus semuanya, Ibu terlalu shock untuk mengurus. Ibu malah pergi ke toilet. Dan ternyata diam-diam Ibu menelepon Ayah.

Aku tertegun. Suara Ayah di sana beda dengan yang biasanya. Suara Ayah menggambarkan kalau ia... panik. Juga khawatir dan cemas.

Sekeluarnya Ibu dari toilet, Ibu menemui 'Ayah'.

"Aku ingin cerai." Kata Ibu. "Apa-apaan?" Jawab 'Ayah'. "Sudahlah, kita bersama juga tak ada gunanya. Lihat Naomi? Ini semua karena dia lelah hidup bukan dengan Ayah kandungnya. Ia teramat sangat mengharapkan ayah yang baik. Kamu? Kamu bukan ayah nya. Jadi kamu tak akan pernah cukup bagi Naomi." Jelas Ibu panjang lebar.

Tak sadar, aku menitikkan air mata. Lalu yang kulihat adalah 'Ayah' menampar Ibu. Dua kali. Mereka pergi. Mereka pergi ke pihak berwajib untuk bercerai. Aku kaget. Aku tak menyangka akhirnya Ibu memilih cerai. Tapi aku bersyukur, lebih baik hidup bersama Ibu saja, daripada harus bersama lelaki macam itu. Setelah rekaman itu selesai, aku seperti di tarik keluar dari pintu.

Ada lagi pintu yang berbentuk tanda tanya. Pintu yang lucu, pikirku. Akupun mendekati pintu itu lalu membukanya. Lalu isinya seperti tulisan yang sangat kecil, namun masih bisa kubaca, entah kenapa. Aku mencoba mendekati tulisan-tulisan itu, tapi tulisan tersebut malah menghilang. Lalu, muncullah seorang wanita yang, kupikir sangat cantik. Rambutnya ia biarkan terurai sepinggang. Kulitnya putih bersih. Matanya berseri-seri seakan hidupnya penuh kebahagiaan. Oh, hidup penuh kebahagiaan... aku lupa bagaimana rasanya.

"Naomi Arata?" Ia menyapaku.

"Bagaimana kau tahu namaku?" Aku bertanya, ia malah tersenyum.

"Sebelum kamu pergi kesini, kamu pasti sempat mendengar Ibu mu memanggil namamu di kegelapan, kan? Tidak, tolong jangan berbicara, cukup mengangguk atau menggeleng. Waktumu tidak banyak." Aku mengangguk. Bagaimana mungkin 'waktuku' yang tidak banyak, sedangkan yang sedang berbicara adalah dia?

"Apakah kalau saat itu kamu benar-benar meninggal dari percobaan bunuh diri, sudah siapkah kamu meninggalkan Ibu dan Ayahmu?" Aku terdiam sejenak lalu menggeleng.

"Apa kamu mau menghargai waktu-waktu bersama orang terdekatmu? Emm, orang-orang yang kau ketahui wajah dan namanya?" Aku menaikkan alis, namun aku mengangguk.

"Kamu ditakdirkan untuk mempunyai strange ability karena kamu melakukan percobaan bunuh diri, padahal masalahmu hanya kau tidak tinggal dengan ayah kandungmu, bukan pergaulan atau dunia pendidikan. Biasanya, orang yang melakukan bunuh diri memiliki lebih dari satu masalah. Mungkin ada yang memiliki satu masalah, namun mereka dapat dengan jelas menjelaskan apa yang mereka rasakan dengan satu masalah itu. Tetapi kamu, Naomi, kamu sebenarnya masih menimbang-nimbang apakah ini termasuk masalah besar yang kamu bisa handle, atau ini masalah yang jalan keluarnya hanya bunuh diri. Kamu berpikiran seperti pilihan kedua, namun sesaat setelahnya kamu langsung berubah pikiran dan menyesali perbuatanmu.

"Strange ability yang akan kamu miliki adalah, kamu dapat mendengar suara orang terdekat dari orang yang akan meninggal. Kamu mengerti?" Aku menggeleng.

"Semisal, aku dekat denganmu. Dan di saat-saat kamu akan meninggal, kamu mendengar suaraku memanggilmu. Pertama-tama, suaranya akan sangat samar. Kamu harus mencari tahu pemilik suara itu dekat dengan siapa, agar mereka bisa menghargai waktu mereka bersama. Jika suara sudah sangat jelas pemiliknya dan nama dari suara-suara itu, maka 40 hari kemudian orang yang namanya kau dengar akan meninggal.

"Dan juga, dekat bukan dalam arti emotionally, tapi dalam arti psychically juga. Jika kamu merasa kamu tidak dekat seseorang tapi seseorang itu merasa dekat denganmu, maka kamu akan mendengar suaramu sendiri memanggil nama orang tersebut." Aku mengangguk tanda mengerti. Perempuan itu pun tersenyum.

"Sekarang, tugasku selesai." Kalimat terakhir dari perempuan itu yang aku dengar, lalu semua yang ada di sana menghilang. Aku seperti terjatuh, tetapi aku masih seimbang. Setelah itu kedua mataku terbuka, dan yang kulihat adalah Ayah dan Ibu yang sedang memperhatikanku.

"Aku... dimana?" Tanyaku.

"Kamu di rumah sakit, Nao-chan." Jawab Ayahku.

Aku berusaha untuk duduk, Ibu membantuku. "Kalian menikah lagi?" Tanyaku. Entah mengapa, saat ini hanya itu yang aku ingin tanyakan. Lalu mereka bertatap-tatapan, dan melihat ke arahku. Ibu angkat suara, "Doain kami, Nao-chan... semoga semuanya bakal lancar, 1 bulan dari sekarang." Ibu tersenyum. Aku kaget. Bukan main. Aku menatap Ayah dengan tatapan tolong-jelaskan-padaku-bahwa-semua-ini-bukan-candaan. "Begitulah, Nao-chan... kami mutusin untuk rujuk demi kamu." Air mataku tak bisa kubendung lagi, aku meneteskan air mata haru. Dengan segenap kekuatan, aku menghambur ke pelukan Ibu. Aku melepaskan diriku dari pelukan Ibu dan mulai menatap Ayah dan Ibu bergantian, "Terima kasih, Ayah, Ibu."


tbc

maaf ya ceritanya pendek2 dan gajelas. hayati masih newbie, senpai. :3

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang