Ninth Chapter

484 38 0
                                    

"Naomi, lo stress fisika?" Tanya Gilang lembut sambil mengusap pelan rambutku. Kuulang. Lembut.

Aku mengangguk lemah dalam pelukannya. "Kayaknya..." Naomi baka, mana mungkin Gilang percaya gitu aja. Stress fisika sampe teriak-teriak kayak orang kerasukan.

"Hey, kalian kenapa?!" Histeris Tante Gita. Disampingnya ada suaminya. Yang belakangan kuketahui namanya Elang. Ya, kupikir Gilang dan Anggi itu nama gabungan mereka berdua. Romantis.

"Naomi, kamu gapapa?" Tanya Om Elang.

"Gapapa om—" Sadar kalau aku masih berada dipelukan Gilang. Aku melotot saat menatap Gilang yang sedang menatapku bingung. "Kyaaa!" Refleks, aku menendang Gilang sampai terjungkal. Aduh, bodoh! "Eh, Gil, eh, Lang. Aduh aku, eh gue! Gue minta maaf!" Kataku sambil membantunya duduk.

"Tempramental banget lo." Ketus Gilang.

"Huh, iya maaf."

"Hahaha, kalian lucu ya! Gak salah nawarin Intan dulu tinggal sebelahan sama kita, ya kan, Pa?" Om Elang hanya mengangguk sambil tersenyum. Aku belajar satu hal, Gilang sama sok cool nya dengan papanya itu. Genetik, pikirku.

"Gilang sama cewek tempramental ini lucu? Haduh, repot ma."

"Terserahlah, mama mau lanjut nonton. Naomi mau belajar dirumahnya ya?" Aku mengangguk. "Sama Gilang kan?" Tante Gita menaik-turunkan alisnya, disusul dengan tawa. Lalu ngeloyor pergi. Aku belajar hal kedua, Gilang belajar ngeloyor sambil tertawa dari mamanya.

—-

"Buset, lola banget deh lo. Ini tuh caranya gini! Liat dong, kan ada di buku."

"Aduh, ini apaan sih? Gue gak ngerti. Ini apaan? Itu apaan? Terus yang itu? Yaelah, susah!"

"Aduh Naomi, otak lo se-berdebu apa sih?"

"Gak tau, otak gue anti fisika." Gilang menepuk jidatnya.

"Fisika kan berguna buat masa depan."

"Dih, terus kalo berguna gue harus cari kerjaan yang membutuhkan fisikanya? Sorry amat."

"Bacot deh lo." Aku terdiam, Gilang garang.

"Ye maaf. Yaudah coba ajarin sekali lagi deh, siapa tau gue ngerti."

Setelah sekali, tidak, tiga pengulangan barulah aku mengerti 1 materi. Lumayan lah, kemajuan.

"Lo bilang sekali pengulangan."

"Gue kan telmi. Maaf kek."

"Minum dong, haus."

"Bentar."

Terkutuk! Cowok itu benar-benar terkutuk! Aku ini lumayan cerdas, namun aku tak tertarik mempelajari fisika karena, yah, malas. Setidaknya dia mengajariku, walau cara mengajarnya itu bisa dibilang sangat tidak jelas. Mau tidak mau aku melayaninya juga, lagian ini kan rumahku.

"Nih."

"Lah, air putih biasa?"

"Ya terus lo maunya apaan?"

"Yang dingin kek, yang ada rasanya kek. Emang lo pikir gak capek ngajarin lo?"

"Minum dulu aja sih. Entar gue ganti elah."

Dia mulai mengajariku lagi, kali ini aku akan serius.

—-

"Gimana, ngerti kan lo?"

"Yah, lumayan."

"Ck, yaudah deh. Daripada gak sama sekali. Sirup dingin dong."

"Lah, gue kan lumayan ngerti, bukan ngerti."

"Hausss, hausss. Sabar ya kerongkongan."

"Ish." Aku menuju dapur dengan terpaksa. Untung saja di kulkas masih ada sirup jeruk, dan di freezer juga masih ada batu es. Aku juga sedang ingin minum yang segar sih.

"Nih, Tuan."

"Wah, gini kek daritadi. Makasih, Mbok."

"Wah sialan!" Aku menjitak kepalanya. Dia menatapku sinis namun aku tak menggubrisnya.

"Eh, gue pulang ya. Lo udah ngerti beneran kan?"

"Lah, minumnya abisin dulu, gue udah capek bolak-balik."

"Bawel banget dah. Gue gak mau sia-siain sesuatu yang bikin kerongkongan gue lega kali."

"Yaudah sono abisin minumnya." Ia langsung meneguk habis minumnya.

"Dah ya gue balik."

"Ya, ya. Hush." Aku berjalan di belakangnya lalu menggembok pagarku.

"Akhirnya, selesai juga belajarnya." Gumamku sambil membereskan ruang tamuku. Sehabis belajar jadi berantakan. Tiba-tiba handphoneku berdering.

"Halo?"

"Nao-chan!"

"Ah, Ibu! Kayaknya baru tadi siang nelpon deh."

"Terserah Ibu dong mau nelpon kapan, lagian pulsa Ibu sih yang habis, bukan kamu." Aku langsung mengecek layar handphone. Benar firasatku. Bukan pulsa Ibu yang akan habis, tapi pulsa Ayah.

"Ini sih bukan pulsa Ibu yang habis..."

"Hahaha, yaudah. Ibu lagi di Harajuku, mau nitip sesuatu?"

"Terserah Ibu deh, aku ngantuk nih besok ulangan fisika."

"Yaudah deh, oyasumi* Nao-chan!"

"Bye Kaa-chan." Dan sebelum telepon ditutup, aku mendengar suara Ibu.

"Pilihin yang menurut kamu bagus buat imotou*—" Lalu telepon mati. Hah? Ibu berbicara dengan siapa? Kok imotou? Ah masa bodo, aku ngantuk. Semoga karena tidur aku jadi hafal materi yang tadi Gilang ajarkan.


tbc

*OYASUMI: Selamat malam

*IMOTOU: Adik perempuan

hari ini mau UPDATE 2 CHAPTER biar nanti bisa delay 3-4 hari huhu. lagi belom ada inspirasi imajinasi dan ide (?) hahaha maaf yaa

btw, abis ganti uname nih kemaren hehehe :v uchuujin itu bisa diartikan sebagai alien, lucu aja. jadi gue pilih uname itu hehe

terima kasih sudah membaca, tunggu chapter selanjutnyaaa~

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang