Eighth Chapter

518 42 0
                                    

Ampun, aku ketiduran! Aku langsung terduduk. Aduh, pusing banget. Mana besok sekolah. Dan aku baru inget besok ulangan fisika.

Fisika, Nao... bisa apa sih kamu fisika?!

Dengan langkah gontai aku menuju dapur. Habis bangun tidur lapar banget. Aku memutuskan untuk mengambil cemilan di kulkas.

"Mari kita lihat apa yang bisa didapatkan di kulkas– oh, ternyata gak ada! Argh!" Nihil. Kulkas kosong, Cuma ada sayuran dan buah. Aku butuh makanan berat! Dan tiba-tiba tercetus sebuah ide, delivery! Aku langsung berlari menuju kamar dan mengecek dompetku, nihil juga! Yaampun, uangku ludes. Lalu, satu-satunya cara aku harus ke rumah Gilang agar bisa makan... coba dulu deh.

Ting tong! Bel rumah Gilang berbunyi, lalu dari pintu rumahnya, keluarlah seorang wanita paruh baya yang kuyakini adalah ibunya Gilang.

"Naomi, ya? Anaknya Intan?" Intan adalah nama Ibuku, jika kalian penasaran.

"Hehe, iya tante... Tante Gita, kan?" Yang ditanya hanya mengangguk dan tersenyum.

"Kamu mau ngapain kesini?"

"Gini, Tan... aku gak ada telor, aku boleh minta gak? Soalnya gak ada makanan lagi di rumah."

"Wah, sekalian aja makan bareng keluarga Tante. Ayo masuk!" Wah, ngebayanginnya kayaknya lezat sih makanan buatan Tante Gita. Tapi anak cowoknya itu loh...

"Ah, aku takut ngerepotin, Tan. Aku makan telor aja juga udah syukur kok."

"Kamu ini, udah makan bareng aja lah. Gak bagus nolak rezeki!" Tante Gita menarik lenganku, lalu ia menutup lagi gerbangnya yang kembar siam kayak gerbangku. Aku jadi inget yang tadi siang. Malu-maluin banget, for God's sake!

"SEMUAAA! Tebak siapa yang bakal makan malem bareng kitaaa!" Gila, kalau saja aku tidak sopan, aku sudah melindungi telingaku dari pekikan Tante Gita barusan, bikin pengang! "Siapa sih ma— lah, ngapain lo?!" Yep, kalian benar. Gilang. "Heh, Gilang. Kalo disini Naomi diperlakukan sebagai tamu, bukan sebagai teman sekolah!" Gilang yang ditatap garang dengan Tante Gita akhirnya bergidik ngeri, kelihatannya. Aku jadi tersenyum, setidaknya, Tante Gita menyelamatkanku sekaligus menjawab pertanyaan Gilang.

"Ini Kak Naomi?" Tanya seorang perempuan yang kurasa umurnya lebih muda dariku.

"Iya. Hehehe salam kenal ya."

"Oh iya lupa, kenalin Kak, nama aku Anggi, calon adik ipar kakak." Aku mengangkat sebelah alisku, gak ngerti, pikirku. Tapi saat Gilang menjitak kepala adiknya, aku sadar. Maksudnya... ya gitu! "Eh, enggak lah!" Pekikku tertahan. Takut juga lah kalo terdengar Tante Gita dan Om... om siapa ya namanya? Aduh, pake acara lupa!

Sehabis makan, aku diajak Anggi kekamarnya. Aku, yah, mau tidak mau harus mau. Hitung-hitung sebagai terima kasih karena dia sudah bersikap baik. Ya, kan?

"Kak Nao, ceritain tentang Jepang dong!"

"A—ah, aku udah lama gak ke Jepang." Tanpa sadar raut mukaku jadi sendu. "Sekarang ortuku lagi di Jepang, gak ngajak. Sedih banget gak sih."

"Aku jadi kakak bakal terror mereka terus, sebel banget! Udah gitu kakak gak ada makanan kan di rumah? Ih, aku jadi kakak bisa gila kali!" Aku terkekeh.

"Lah, kamu kan ada abang. Aku? Sendirian doang, ortu gak nyewa pembantu pula."

"Ah iya, soal abang, kakak suka sama abang ya?"

"Idih, gak lah. Abang kamu ngeselin lagian."

"Terus, kalo gue gak ngeselin, lo mau gitu suka sama gue?"

"Bang Gilang! Penasaran aja deh sama girls talk. Hush hush!" Anggi mengusir Gilang lalu menutup pintu. Bagus!

"Kamu kelas berapa sih, Gi?"

"Aku kelas 9. Kita beda tiga tahun kak!" Gila, ini anak gak punya inisiatif buat gak ngancurin gendang telinga gue, ya? Pikirku sewot. "Kakak udah siap UN belom?"

"Ah iya! Jangan bilang siapa-siapa Gi. Kayaknya aku belom siap deh..." Anggi terbelalak.

"Kak, kakak kelas 12 loh. Serius belom siap? Kenapa?"

"Aku lemah dibidang fisika."

"Gue bisa bantu, besok ulangan fisika, kan?"

"Dih, lo ngapain sih bang. Jelangkung banget, lo naksir Kak Nao ya?!"

"Gue mau bantuin dia kali Gi." Anggi menatap Gilang dengan tatapan menyelidik.

"Bantuin sekalian modus ya lo bang? Ngaku!" Gilang menghela nafas lalu mengacak rambut Anggi. "Bang Gila!!!"

"Woy, udah gue ingetin jangan panggil gue gila, Gila."

"Elu yang gila." Aku merasa canggung. Yaiyalah canggung, mereka lagi berantem dan gue cuma bisa nonton, kan kayak tamu gak tau diri.

"Eh sorry ganggu, sekarang jam berapa sih?" Gilang dan Anggi dengan cepat menoleh ke arahku.

"Jam 8 malem, kenapa? Kak Nao mau pulang? Fisikanya gimana? Diajarin Banggil dulu ya!" Banggil? Lucu juga panggilannya. Aku tertawa dalam hati. "Kak? Kok malah bengong?" Waduh, mampus.

"Ah— soal itu, aku kayaknya bisa belajar sendiri Gi." Gila, sakit juga ya maksain senyum. Harus senyumlah, biar terlihat sopan. Kasian dong Ibu udah ngajarin aku sopan-santun tapi aku malah nyeleneh.

"Sok bisa. Udah gue ajarin, pulang sono entar gue samperin."

"Sok pinter lo. Awas kalo gak masuk otak. Gi, aku pamit dulu ya."

"Hehe... jangan ngapa-ngapain loh kalian~~~" Gila nih bocah. Aku rasa mataku hampir keluar karena kata-katanya yang ambigu itu.

"Yaelah Gi, kalo gue ngapa-ngapain dia berarti gue cuma suka sama tubuhnya dong." Gila, gila! Wajahku memanas. Dengan segenap kekuatan, aku mengarahkan tanganku ke wajah Gilang.

SLAP!

Hening.

Anggi menatapku ngeri. Gilang masih terdiam. Nafasku belum teratur.

"Maaf, Naomi Arata. Gue gak maksud—"

"Gak maksud apa sih? Hentai, baka, brengsek." Sejak kapan aku kasar gini ya.

"Kak Nao, maafin Anggi udah mancing—"

"Mancing apa? Ikan?" Mataku berkilat-kilat saking emosinya. Namun, melihat mata Anggi, tatapanku langsung kosong.

Aku jadi tetangga kok kurang ajar dan gak tau diri ya.

"Ang— Anggi! Gomen, eh maaf banget! Astaga." Aku menjambak rambutku frustrasi. "Gilang, maaf!"

"Iya, gue maafin."

"Aku juga maafin kakak—"

"MAAF! MAAF! MAAF! MAAF! MAAF!" Aku menjambak rambutku makin keras. Aku benar-benar terlihat kesetanan.

"Woy, Naomi!"

"MAAF LANG, MAAF!"

"Sekali lagi lo teriak maaf, gue bakal nyium lo." Aku terdiam sejenak.

"ARGH!" Aku mengatupkan mata rapat-rapat sambil menjambak rambutku. Huh, padahal rambutku bagus. Entah berapa helai rambut malangku yang jatuh ke lantai kamarnya Anggi. Kenapa aku merasa sebersalah ini, sih. Walaupun salahku, tapi bukan sepenuhnya! Aku menjambak rambutku semakin keras. Belum sempat pertanyaan gilaku terjawab, tubuh rapuhku direngkuh dengan seseorang. Aroma orang itu menusuk hidungku, melewati tenggorokanku dengan paksa.

"Naomi, lo stress fisika?" Tanya Gilang lembut sambil mengusap pelan rambutku. Kuulang. Lembut.


tbc

jangan lupa vote dan comment nya ya! gue terima kritik juga kok, gimanapun juga kritik kan buat kemajuan cerita dan kenyamanan pembaca :) by the way hp gue udah balik! :D haha maaf, excited banget habisnya :v yaudah deh akhir kata makasih mau baca, tetep sabar nunggu chapter baru yaa

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang