Fourth Chapter

612 50 2
                                    

Aku terbangun di suatu kamar bernuansa biru-hitam. Satu dipikiranku, ini bukan kamarku! Aku panik dan sesegera mungkin menduduki tubuhku dan berefek ke kepalaku. Pusing sekali. Pintu kamar itu terbuka dan menghadirkan sosok yang nyawanya hampir diambil malaikat maut.

"Naomi, lo gapapa?"

"Justru gue yang harus tanya, lo gapapa?"

"Insiden tadi?" Aku terdiam, sulit rasanya untuk menjawab dua kata itu. Pertanyaan ringan yang membuat kondisi psikisku seakan terancam, aku akan gila karena kemampuan anehku dan insiden tadi, argh!

"Lagian, tadi lo ngapain sih..." Tanpa sadar aku mulai menitikkan air mataku.

"Gue emang biasa jalan disekitar sana dan karena tadi gue liat lo, jadi gue samperin aja. Gak tau bakal kayak tadi." Ujarnya pasrah, dan mengangkat daguku. Ia menatapku dalam-dalam. Aku masih sesenggukan dan sebelah tangannya yang bebas menghapus air mataku, lalu menarikku ke dalam pelukannya.

"Jangan nangis lagi, Naomi..." Bisiknya lirih, membuat hatiku tertusuk.

Dan di titik ini, aku sangat merasa dilindungi.

—-

"Mau gue anter pulang gak?" Tanya Jonathan.

"Erm, gak usah, Jonathan. Gue takut ngerepotin."

"Yaelah, gak usah panggil Jonathan, baku banget." Aku melempar tatapan bingung. "Panggil gue Nathan aja, lagian gue lagi gak sibuk kok." Jawabnya.

"Tapi gue bisa pulang sendiri, Nathan aja." Sebutku sarkastik. Ia tertawa.

"Oke, Nona Bisa Pulang Sendiri, gue tetep akan nganterin lo." Kini gantian aku yang tertawa.

"Baiklah, kalau kau memaksa, Tuan Tetep Akan Nganterin Lo." Kami tertawa.

          —-

          Perjalanan di motor Nathan benar-benar membuatku gila. Aku tak tahu kalau Nathan bisa sesinting ini. Ia menyapa semua orang yang ada di pinggir jalan! Sesekali ia menggombali cewek-cewek centil yang nongkrong malam ini. Apa mereka tak diurus orang tuanya?

          "Nathan, stop, sumpah perut gue sakit."

          "Ini belom seberapa Nao. Gue bisa lebih gila dari ini." Otakku sempat korslet dan ternyata ia mengendarai motornya zig-zag! Jantungku di ajak adu tinju dengan tulang rusukku!

          "NATHAN STOP!!! SEREM, GILA!" Aku ketakutan sambil tertawa. Aneh? Memang. Tapi ketakutanku justru membuat Nathan semakin gila. Ia memacu motornya secepat angin, sukses membuatku berpegangan dengan pinggangnya. Aku takut suara perempuan itu muncul lagi. Aku mulai menangis. Perlahan... perlahan... dan mungkin sudah terlanjur kencang karena ia mulai memelankan motornya dan berhenti di pinggir jalan.

          "Nao, kenapa lo?" Aku tak menjawab. Aku kesal.

          "Ah iya! Bego banget gue pake nanya kenapa. Sorry banget Nao! Gue gak tau kalo lo—" "Gue gak pengen lo kenapa-napa, bego!" Ucapku asal. Memeluk punggungnya semakin erat. Yang membuatnya tertegun dan terdiam selama beberapa saat. Ia mulai mengusap-usap punggung tanganku, dan aku merasakan kehangatan disana. "Ayo gue anter lo pulang." Ajaknya kemudian. "Hm." Aku menjawab sekedarnya dan merenggangkan jarak antara aku dengannya.

—-

          "Thanks udah nganterin." Ucapku.

          "Ga masalah. Lain kali kalo butuh tumpangan bisa sama gue kok." Aku tertawa.

          "Gue mau jadiin lo ojek, gapapa?"

          "Ya gapapa sih, gue mau-mau aja asal lo bahagia." Melihat keseriusan di raut wajahnya membuatku salah tingkah. Aku bahkan tak tahu harus menanggapi seperti apa. Astaga, jangan sampai aku menjadi orang dekatnya Nathan! "Woy, bengong lagi lo. Udah sana masuk, jangan lupa makan dan jangan tidur malem!"

          "Baru tau gue ada cowok yang bawelnya kayak nenek-nenek."

          "Yee, dinasehatin malah gitu. Yaudah gue balik, bye Naomi!"

          "Bye, Balik!" Ujarku sambil tertawa. Ia menatapku sinis lalu tertawa, dan kemudian ia pergi. Aku membuka gerbang rumahku, merogoh tas mencari kunci rumah, masuk lalu berjalan menuju kamar dan mulai membuka kenop pintu kamar.

          "Jonathan."

          NO! SHIT! Suara perempuan itu lagi! Baru saja aku ingin istirahat! Aku langsung berlari keluar rumah dengan sekuat tenaga. Aku tak pernah merasa sepanik ini. Aku bahkan tidak mengunci pintu rumah dan gerbang rumah. Aku berlari menyusuri jalanan dan berbekali penerangan dari lampu pinggir jalan. Aku melihat di perempatan sana mulai ramai. Perasaanku tambah tidak enak. Aku berlari dan tidak mempedulikan kakiku yang mungkin sudah lecet karena aku tak sempat menyambar alas kaki.

          Dan, disanalah ia terkulai, bersimbah darah, dengan mata terkatup rapat.

          "Telepon ambulans!"

          "Cek identitasnya!"

          "Jangan mengerubungi!"

          "Gotong dia!"

          Suara-suara itu memekakkan telingaku. Aku menangis sejadi-jadinya. Kakiku menjadi lemas sampai tak kuasa menahan tubuhku. Aku memeluk lututku. Ini adalah kejadian pertama. Kuharap, ini pertama dan terakhir kali!

tbc

note: gue rasa ini update-an terpendek deh. ternyata masih bisa nepatin update dua hari sekali :') #dakuterharu

oh iya soal cast (gak ada yang nanya sih cuma ngomong sendiri kok :')) gue belom bisa nemu siapa yang cocok jadi mereka-mereka ini. takutnya kalo gue udah pilih dan gak sesuai ekspetasi, feel-nya gak dapet wkwk..

akhir kata: sampai ketemu 2 hari lagi (kalo gue sempet nge-update) yaa~~

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang