Seventh Chapter

557 40 9
                                        

NOTICE: sebaiknya mulmed di play saat Nao lagi ngeflashback Nathan :v

HAPPY READING DAN JANGAN LUPA VOMMENT ;) ;)


"Nonton yuk, mau nonton apa?" Ajakku.

"Gue pengen yang thriller-thriller deh, lo ada kasetnya gak?" Tanya Artha.

"Masih jaman kaset?" Jawabku santai. "Gue biasanya streaming sih."

"Tindak pembajakan itu namanya! Lagian, gue masih pake kaset kok." Kurasa sekarang Artha mulai kesal.

"Hahaha, bercanda Tha. Lo gapapa nonton thriller Lyn?" Yang ditanya hanya mengangguk-angguk.

"Nonton When a Stranger Calls deh, plot twist abis! Cari dong Nao." Ajak Artha.

"Iya, bentar nek." Jawabku dan disambut jitakkan pelan dari Artha.

—-

"Gila, film-nya kok keren sih?" Aku setengah berteriak setelah menonton film terkutuk itu.

"Keren kan? Tapi gue jadi Jill rasanya gue mau mati aja!" Kata Artha.

"Ih sumpah, kalo gue jadi Jill gue gak tau harus apa. Serem banget." Sekarang kicauannya Evelyn.

"Kalian berlebihan." Ini bukan suaraku, apalagi suara perempuan! Kami terdiam di tempat. Melirik satu sama lain dan berkeringat dingin. Astaga, jangan-jangan... dia pembunuh berantai atau maniak atau psikopat? Evelyn terlihat pucat pasi. Artha merapalkan doa-doa sebisanya. Aku rasa hanya aku yang cukup berani saat ini, jadi aku menggerakan tubuhku untuk berbalik. Perlahan-lahan... perlahan... perlahan...

"LO NGAPAIN DISINI?" Teriakku yang hampir mengucapkan kata-kata kasar. Evelyn dan Artha langsung berbalik juga.

"Ikut nonton." Jawab Gilang santai. Artha melotot.

"Jadi dari tadi lo ngedenger kita teriak-teriakan dong?!" Teriak Artha.

"Maniak lo, Lang! Pergi jauh-jauh!" Kini giliran Evelyn.

"Oke, gue pergi. Tapi nanti gue dateng lagi loh. Cuma males aja kalo ada suara teriakan." Gilang tertawa sambil ngeloyor pergi. Sial.

—-

"Eh iya, tadi kan pizza gue belom gue bayar. Kalian yang bayar?" Mereka mengangguk.

"Sorry ya ngerepotin, berapa pizzanya? Gue ganti kok."

"Eh gak usah! Anggep aja hadiah dari kita, ya kan Lyn?" Yang ditanya mengangguk.

"Ih gak enak gue, berapa—"

"Ngotot deh Nao, kan Artha udah bilang gak usah diganti."

"Gue mau lo ganti dengan cerita kekita Nao."

"Hah? Cerita apa?" Aku tertawa. "Cerita kenapa pindah?" Evelyn dan Artha menatap satu sama lain dan menghela nafas. Aku jadi kehilangan senyum yang sedari tadi kupasang di wajahku. "Apa yang perlu gue ceritain?" Tanyaku akhirnya.

"Gue pengen lo ngungkapin semua perasaan yang selama ini lo pendam. Mungkin menurut lo kita sksd, tapi kita peduli sama lo Nao."

"Iya Nao. Kalo ini berhubungan sama Nathan, gue harap lo gak usah nyalahin diri lo sendiri... karena ajal kan di tangan Tuhan."

"Gue nyalahin diri gue bukan karena kematian Nathan." Mengingat Nathan aku kembali tak berdaya. Aku menumpahkan seluruh kekesalanku dalam tangisan. Tawanya, wajahnya, tubuhnya, pelukannya, suaranya. Aku merindukan semuanya. Aku ingin Nathan kembali berada disisiku. Keberadaannya yang seperti angin lalu seakan menyiksaku untuk menjalani hari-hari tanpa terhantui oleh bayangnya.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang