Fourteenth Chapter

456 39 3
                                    

"Kusso*! Apa yang kamu perbuat, adik aku sampai kayak gini?!"

Karena suara-suara berisik barusan, aku terbangun.

"Maaf, gue gak tau kalo gini akhirannya."

"Udah, Naoki. Kamu marah-marah gak bakal bangunin Naomi." Ayah angkat suara. Sementara di samping Ayah, Ibu sedang menangis meratapiku.

"Emm... semua, Nao udah bangun." Aku mendudukkan tubuhku perlahan di ranjang rumah sakit ini.

"Demo*, Tou­-san, dia nyerakain Naomi!" Aku menatapnya jijik. Berani memarahi Gilang padahal dia sendiri bahkan belum bisa Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Sok pahlawan lo!" Aku meneriakinya. Namun ia tetap diam. Kini ia menatap sesuatu di belakangku.

"Nao, gomenasai*. Aku akan jadi abang yang baik."

Serius, anak ini benar-benar butuh dihajar. Aku maju untuk mendorong tubuhnya.

Crap, menembus.

Yang barusan menembus. Aku berusaha mendorongnya namun tembus.

Oh, aku tak percaya. Aku mencoba mendorongnya sekali lagi, namun nihil. Tetap tembus. Aku tiba-tiba penasaran dengan apa yang dilihat Naoki di belakangku, ternyata di sana ada aku yang lain.

Tepatnya, jasadku.

Penuh dengan selang-selang, pucat, lemah, terdiam, tak ada acara hajar-menghajar untuk Naoki. Di sampingku ada sebuah tabung oksigen dan di monitor sering muncul di sinetron kalau ada orang sekarat.

Crap sekali lagi, aku sekarat.

Dan si orang sekarat satu ini benar-benar korban sinetron.

"Terus gue ngomong sama siapa ya?"

Ah, tiba-tiba ide jahil melintas di otakku.

—-

Fuuuh, fuuuh

Suara angin barusan bukan suara angin asli melainkan angin dari mulutku. Aku mencoba menggerak-gerakan sesuatu dengan tiupan dari mulut, dan berhasil!

"Hahaha, untung gue di rumah sakit! Setidaknya bisa gangguin orang-orang penakut." Aku memekik kegirangan. Toh, tidak ada yang mendengar. Aku merasa bahagia sekali, belum pernah merasa sebahagia ini! Aku berlari menuju seorang cewek yang gayanya terlihat norak. Sangat, sangat norak.

Fuuuh, fuuuh

"Gaya lo norak deh, bitch. Dingin gak tengkuk lo? Makanya kalo di rumah sakit pakenya baju sopan, ya..."

Fuuuh, fuuuh

"Ih kamu iseng aja deh!" Kata cewek centil itu ke cowok yang ada disebelahnya.

"Dih, jijik kuadrat liat sikap lo. Sama-sama norak kayak penampilan." Kataku sinis.

"Hah?" Tanya cowok yang di sebelahnya. Mana mungkin ia mengerti, dia dari tadi terlihat sibuk mencari cara agar lepas dari gandengan cewek centil itu.

"Dih, mana cowoknya ganteng pula. Kasian banget kamu tampan." Kataku lalu terkekeh.

"Kamu niup-niup tengkuk aku ya?"

"Idih?!" Spontan aku berteriak. Bagaimana tidak, dia memasang wajah sok menggoda. Tuhan izinkan aku muntah tepat di mukanya, Tuhan.

"Lo sakit ya? Dari tadi gue diem aja kok."

"FRIENDZONE ANTARA CEWEK CENTIL DAN COWOK GANTENG!" Aku terbahak. Serius, terlihat jelas kalau cowok tampan ini jijik dengan cewek centil yang sok asik. Si cewek menggunakan aku-kamu sementara si cowok menggunakan gue-elo. Kalau aku jadi cowok itu, juga pasti akan jijik.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang