Aku tersadar di kamarku sendiri. Aku tidak mengerti. Bukankah tadi aku berada di jalanan? Aku menduduki tubuhku perlahan-lahan. Lalu, keluarlah sosok laki-laki dari kamar mandiku. Ya, kamarku ada kamar mandi di dalamnya.
"Lo— lo ngapain disini?!" Aku berteriak kaget.
"Nganterin elo pulang."
"Lo ngapain pake kamar mandi gue? HENTAI*!"
"Enak aja lo ngatain gue hentai!" Eh, dia mengerti sebagian Bahasa Jepang?
"Muka lo mirip hentai." Aku merasa sangat kesal dengan Gilang di titik ini.
"Gak tau terima kasih lo. Udah syukur gue anter pulang."
"Pulang dari mana sih? Emang gue pergi kemana?"
"Elo pingsan di tempat kecelakaannya Nathan kan?" Sialan orang ini.
"Kenapa emang, kalo gue pingsan disana?"
"Cukup sandiwaranya. Lo kenapa sih?"
"Sandiwara apaan? Kenapa apanya?"
"Lo gak usah pura-pura terus. Lo bisa baca kematian seseorang?"
"Kok lo minta dihajar deh?"
"Apaan yang dihajar? Bibir lo ngehajar bibir gue? Silahkan." Glek.
"Apa-apaan sih lo! Udah nuduh, ngeledek!"
"Jawab pertanyaan gue, Naomi Arata." Ia menatapku lurus dan intens. Alisnya juga seraya mendukung tatapannya yang tajam itu. Shit, shit!
"Apa... yang harus gue jawab, Lang? Gue capek. Gue bahkan gak tau kenapa gue bisa dapet kemampuan aneh kayak gini." Astaga, kebablasan!
"Jadi, lo punya kemampuan yang menyebabkan lo bisa tahu kapan matinya seseorang?"
"Ya gitu deh..." Jawabku lemas dan langsung teringat sesuatu. "Jonathan mana?"
Ia melemparkan pandangan keluar jendela. Tolong jangan mengisyaratkan kepadaku, kalau...
Gilang menggeleng. Bahuku yang dari tadi menegang terasa merosot.
"Kenapa ya... gue gak bisa ngehindarin dia dari kematian." Ujarku lemas.
"Lo gak boleh nyalahin diri lo sendiri, baka. Itu takdir namanya." Aku menunduk.
"Tetep aja gue ngerasa bersalah, gue tau dia bakal nemuin ajalnya, tapi gue gak bisa bantuin dia buat ngehindar. Atau minimal, antisipasi!" Aku meneteskan air mata. Gila, sejak kapan aku menjadi cewek cengeng?
"Haduh, kok lo bego deh? Kematian diantisipasi? Lo pikir hujan?" Aku menarik nafas dalam-dalam. Benar juga. "Gak usah nyalahin diri lo sendiri, Naomi." Aku mengangkat wajahku. Dan, sejak kapan ia ada tepat di depanku?! "Jangan nangis, cewek jutek gak cengeng." Ucapnya lalu menyeka air mataku.
"Tetep aja, gue salah. Gue bego—"
Gilang melarangku untuk bicara. Ia benar-benar menghajar bibirku dengan bibirnya. Aku terlalu lemas untuk menolak, namun dari dalam diriku, tentu saja aku melakukan penolakan.
"Kenapa..."
"Jangan nangis lagi, oke?" Perkataannya justru membuatku semakin menjadi-jadi.
"Keluar dari sini lo, cowok sialan!" Aku marah. Namun tak sepenuhnya. Aku juga merasa sedih dan kecewa. Di titik ini, aku merasa tak ada gunanya. Dan lagi, kemana Ibu pergi sih?
"Gue gak akan keluar dari sini sebelum orang tua lo balik." Gilang angkat suara. Kenapa dia terasa dapat membaca pikiranku?
"Creepy stalker, dari mana lo tau gue tinggal sama orang tua? Dan juga, dari mana lo tau rumah gue coba?!" Aku masih belum mengatur emosiku. Gilang tertawa dan mengacak rambutku. Membuat wajahku semakin merah padam karena emosi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Strange
Novela JuvenilIni semua dimulai setelah percobaan bunuh diriku. Hai, aku Naomi dan hidupku tidak sebagus namaku. Saat koma setelah percobaan bunuh diri, aku bermimpi akan mendapatkan sebuah kemampuan aneh yang menurutku merugikan sekaligus menguntungkan, dan meng...