Aku bahkan tidak ingat kalau aku ulang tahun. Kenapa berencana kabur ke rumah Helen segala, ya? Dan si Naoki sialan ini, ternyata semua ini perencanaannya.
"Ya, maaf ya Nao. Susah juga pelajarin bahasa non-formal disini. Udah gitu harus pake bahasa kasar. Untung gue pinter." Akunya.
Aku memandangnya sinis. "Heh, gara-gara lo gue tadi ditampar Ayah."
"Itu kan Ayah sebelum dapet kabar dari gue kalo gue kaburnya bohongan." Naoki terkekeh. Sialan.
"Emang lo kapan kasih taunya deh? Lo orang paling setan, tau."
"Pas lo putus asa buat ngejar gue." Naoki terkekeh lagi. "Gue sama Helen udah negoisasi juga, jadi untung aja lo kasih kesempatan buat gue kabur. Jadinya Ayah sama Ibu kan panik tuh, dan yah, semua tepat perhitungan gue." Aku memicingkan mata. "Gak termasuk hadiah tamparan dari Ayah!"
"Dan gue juga tadi sempet pingsan, tau!"
"Nah, justru karena lo pingsan itu Artha dan Evelyn gue suruh berpartisipasi." Gilang angkat suara.
"Ah, kampret lo mah! Tha, Lyn, lo mau aja deh disuruh dia."
"Kapan lagi ngerjain lo, Nao?" Kata Artha sambil terkekeh sementara Evelyn tertawa lepas.
"Sorry, Nao! Tapi Artha bener." Kata Evelyn.
Aku mendengus. Mereka semua jahat sekali. Tapi, tunggu. Aku mengingat sesuatu. Aku menghampiri Ibu.
"Bu." Panggilku. Ibu yang sedang tertawa dengan Tante Gita menoleh.
"Ya, Nao-chan?" Ah, aku rasanya ingin menangis saat Ibu memanggilku dengan sebutan itu lagi.
"Naoki... kembaran Naomi, ya kan?" Tanyaku.
"Iya... lalu?" Ibu menaikkan sebelah alisnya. Aku menggeleng sambil menyengir.
Aku berlari kecil menuju ke tempat Naoki, saat jarakku dengannya kira-kira semeter, aku memanggilnya.
"Naoki!" Kataku sambil mengatur nafas.
Naoki menoleh. "Kenapa?"
Aku berlari dan menghambur ke pelukannya. "Otanjoubi omedetou*, Onii-chan**." Aku langsung melepas pelukanku, tersenyum menatapnya. Naoki diam, mematung. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali lalu kembali menatapku.
"Kamu... barusan, apa? Onii-chan? Aku gak salah denger kan?" Aku memutar bola mataku jengah.
"Pake lo-gue aja kek. Dan, iya. Lo gak salah denger, Bang." Aku nyengir setelahnya. Membuat mata Naoki berbinar-binar dan ia kembali memelukku.
"Makasih, adek kembar." Bisiknya.
"Kayaknya kita gak cocok disebut kembar deh." Kataku saat kami tak lagi berpelukan. "Lo lebih tinggi dari gue, udah lah gue jadi adek lo aja, gak usah jadi kembaran."
Naoki tertawa. "Plus, gue lebih dewasa dari lo."
"Idih." Aku mendengus.
"Nao!" Panggil Artha.
"Kenapa Tha?"
"Si Evelyn dapet kabar dari bokapnya Melvina!" Deg. Aku buru-buru mendekati Artha dan Evelyn.
"Kabar apa?"
"Yang nabrak Melvina." Aku membelalakkan mataku tak percaya.
"Serius? Kita disuruh kesana?" Artha menggeleng.
"Gak tau, tapi gue mau kesana sama Evelyn."
"Ikut!" Pekikku.
"Lo disini aja, lagi ultah sih." Artha tersenyum. "Habede lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Strange
Roman pour AdolescentsIni semua dimulai setelah percobaan bunuh diriku. Hai, aku Naomi dan hidupku tidak sebagus namaku. Saat koma setelah percobaan bunuh diri, aku bermimpi akan mendapatkan sebuah kemampuan aneh yang menurutku merugikan sekaligus menguntungkan, dan meng...