Happy reading
Di rulung senja ia terpaku, di batas kota ia termangu, menatap cantiknya sinar oranye yang perlahan hilang di permukaan. Tanda malam akan tiba, panggilan suara adzan kian mendera.
Beramai-ramai orang berjalan, menggiring para umat muslim untuk melaksanakan perintah dari Tuhan. Tuhan semesta alam, yang menciptakan beribu banyak insan.
Remaja manis, yang memiliki lesung pipi. Sebut namanya Fajri. Putra bungsu dari Umi dan Abi, memiliki kedua Kakak yang kini keduanya tengah menempuh pendidikan di universitas islamiah di Bandung. Fajri sendiri masih menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, tepatnya kelas sebelas.
"Besok udah mau berangkat ya? Koper nya udah diberesin atau belum, kalau belum biar Umi bantu," tawar Umi dengan senang hati. Selepas ia pulang dari masjid tadi, Fajri sempat membicarakan keberangkatannya ke Jakarta tadi bersama dengan Umi.
Liburan semester sudah berlalu. Dan hanya tersisa besok hari libur, Fajri sekolah di Jakarta bersama dengan teman-temannya yang lain. SMA pelita, sekolah menengah atas yang fasilitasnya bukan main. Sekolah favorit yang di isi orang-orang tertentu saja. Tidak banyak, terkadang ada anak beasiswa juga disana.
Sudah dua tahun terakhir ini, Fajri memilih tinggal di asrama sekolah yang sudah tersediakan. Supaya ia tidak perlu bolak-balik dengan jauh ke tempat asalnya tinggal. Ia hanya akan pulang ketika liburan semester saja.
Seperti besok. Ia akan kembali meninggalkan rumah dan bertemu dengan ketujuh temannya disana. Umi, maupun Abi selalu menitipkan beberapa pesan kepada putra bungsu mereka. Supaya selalu rajin, semangat dan riang setiap harinya.
Malam kian semakin larut. Sinar bulan terlihat begitu menyinari langit yang hitam, suara jangkrik menjadi irama di malam hari. Tidak begitu banyak beban pikiran, hanya saja semakin tumbuhnya menjadi sosok remaja. Banyak sekali hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
***
Hanya sebuah pertemanan. Bukan tali ikatan percintaan. Arbor Vi, yang berarti persahabatan yang sebenarnya. Hanya terkait beberapa konflik ringan, yang bertumpu dengan pentingnya memilih teman, dengan kesadarannya membantu orang. Dan tau apa arti persahabatan.
Asrama sudah mulai padat oleh beberapa siswa. Fajri melangkahkan kaki menuju kamarnya dengan menyeret satu koper dan ransel kecil yang terselip di bahu kanannya.
Ketika pintu dibuka. Sudah ada tiga teman sebayanya yang menyambut kedatangan Fajri dengan riang. Satu remaja berkacamata, satu remaja manis yang memiliki kulit sawo matang, satu lagi remaja putih yang tingginya melebihi yang lain.
Mereka, Zweitson si remaja berkacamata, Gilang Remaja berkulit sawo matang, dan Fiki. Remaja putih yang memiliki tinggi badan menjulang.
Ketiganya berhambur memeluk tubuh Fajri yang membuatnya hampir terjungkal ke belakang. Hanya dua minggu mereka tidak bertemu, dan setiap hari pun saling melempar kabar. Entah, jika sudah menjadi teman lama seperti ini rasanya rindu saja.
"Di depan ada kang cilok. Son, mau beli enggak?" tanya Fajri meletakan barang bawaannya didekat lemari.
"Kamu baru aja sampai, istirahat dulu aja," papar Zweitson membantu Fajri memindahkan baju-bajunya ke dalam lemari.
Kedua anak yang lain sudah tidak heran lagi dengan Fajri dan Zweitson. Mereka tahu persahabatan apa yang kedua insan itu jalin, sebuah komitmen dari jaman MPLS dulu sampai sekarang masih tetap sama dan utuh.
Nyatanya setelah libur semester pun tugas masih saja menumpuk. Tidak ada keringanan minimal satu hari saja, sekarang semua murid SMA pelita sudah berada di lapangan untuk menyambut kepengurusan baru organisasi OSIS. Memang menyebalkan mereka harus panas-panas di lapangan mendengarkan pidato panjang yang tak kian usai.
"Tugas dari Bu Mia mau di kerjain kapan?"
"Bu Mia tuh, guru apaan gue lupa," ujar Gilang menyipitkan mata, kala silau matahari menyorot sejenak pada matanya.
Fiki. Remaja itu menghela napas, berbicara tugas dengan Gilang memang suatu hal yang salah. Ia akan berbagi diskusi dengan Zweitson dan Fajri saja. Kelas mereka tidak sama, jadi sulit untuk meminta pendapat apapun.
Gilang dan Fiki yang berada di kelas 11 IPS 4. Fajri dan Zweitson yang berada di kelas 11 MIPA 1. Dan keempat kakak kelasnya yang dekat dengan mereka berada di kelas 12 IPS 3.
Semua siswa bubar beberapa menit yang lalu. Ada waktu istirahat dua puluh menit, sebagian siswa menyempatkan waktu istirahat mereka dengan berjalan menuju kantin. Termasuk keempat anak ini yang ikut berjalan ke kantin.
Disana sudah ada Fenly, Farhan, Shandy, dan Ricky yang merupakan kakak kelas mereka yang satu asrama. Kecanggungan sudah tidak mereka rasakan lagi, terkadang candaan pun sudah menjadi makanan sehari-hari.
"Oy, Bang!" sapa Zweitson seraya menepuk pundak Ricky yang tengah menunduk memelas room chat dari grup ekstrakulikuler.
"Woyy siapa lo, bro?" Zweitson hanya mencibir dalam hati. Sudah biasa dengan tingkah aneh mahluk sosial satu ini.
"Liburan kemana aja selama di rumah." Shandy berucap sambil mencomot keripik kentang pedas dari tangan Farhan yang duduk disebelahnya.
"Di rumah aja, Bang," balas Fajri.
"Ho'oh. Soalnya mau kemana lagi, lebih enakan di rumah rebahan aja," tambah Fiki.
"Lo berdua?" tanya Shandy menunjuk Zweitson dan Gilang dengan dagu nya.
"Biasa Bang, habisin waktu sama kanvas. Kalau Gilang mah enggak tahu, mungkin---"
"Si Gilang mah cari cewek pasti di setiap gang rumah," sela Ricky membuat semua orang tertawa. Minus Gilang yang misuh-misuh sendiri.
"Ada juga lo, kali Bang. Lo kan buaya," celetuk Gilang apa adanya.
"Kalau ngomong suka bener nih bocah!" balas Ricky menutup perbicangan mereka di pagi hari.
Hanya dialog random dari kedelapan remaja SMA pelita ini yang mereka bahas pada chapter awal.
To be continued~
Kuningan, 06 Mei 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBOR Vi [End] || Un1ty
Teen FictionFajri tidak pernah menyangka, jika semua akan berakhir pada masanya. masa yang sulit, membuat dirinya tidak ingin bangkit. Sebuah konflik yang datang, menerjang kapal yang sedang berlayar. diterpa badai dan lautan yang berakhir tenggelam. Fajri ||...