Happy Reading
Dari arah sana ....
Zweitson dan Thera sedang mengobrol. Tepatnya didepan kelas dengan Thera yang menyodorkan satu kotak berbentuk persegi kepada Zweitson, ada gadis lain yang menyaksikan kejadian itu dengan begitu jelas.
Gadis itu Lita. Lita yang sendari tadi membuntuti Zweitson sampai ke sini, sekolah sudah bubar hanya tinggal beberapa siswa saja, para tamu dari sekolah lain pun turut meninggalkan sekolah SMA Pelita ini yang baru saja menggelar beberapa acara.
Kedua matanya memanas, terasa berkaca-kaca oleh air matanya yang berharga. Kedua tangannya mengepal, ia marah, ia kecewa entah itu kepada siapa. Karena Lita, gadis itu tidak bisa marah sama sekali kepada Zweitson.
"Lita." seseorang menepuk pundaknya pelan, bersamaan dengan itu air mata yang sendari tadi ia tahan pun meluncur dengan sendirinya tanpa diminta.
"Hei!" teriak Fajri. Menyadari Lita yang berlari dengan spontan membuat tubuh Fajri terdorong ke belakang dengan tidak sengaja.
Rupanya itu Fajri, Fajri melihat Lita tanpa sengaja didekat tiang koridor. Fajri masih menatap jejak Lita yang kini sudah menghilang, Fajri mengedarkan pandangan ke setiap sudut dekatnya, sepi dan kosong.
Dan tunggu.
Didepannya ada Zweitson dan Thera yang sepertinya selesai mengobrol, terlihat sekali Zweitson yang berjalan meninggalkan Thera, sedangkan Thera tengah menutup lebih dulu pintu kelas.
Fajri kembali menatap koridor yang kosong, beberapa detik yang lalu Lita berlari begitu kencang meninggalkan bekas air matanya yang tanpa sengaja ia lihat. Lalu pandangannya kembali pada Zweitson dan Thera.
Fajri paham sekarang. Laki-laki manis itu menggeleng pelan lalu tersenyum kaku.
"Son," panggil Fajri. Pemuda berlensa bulat itu seketika menghentikan langkahnya.
"Temui Lita, dia salah paham." Zweitson mengernyitkan dahi, seakan tidak paham dengan Fajri. Karena memang Fajri langsung to the point tanpa embel-embel apapun.
"Jangan tanya padaku, tanya pada diri kamu sendiri." Fajri menepuk pundak Zweitson beberapa kali, lalu setelahnya ia pergi meninggalkan Zweitson dengan begitu banyak pertanyaan yang timbul dibenaknya.
Zweitson masih diam. Mencerna baik-baik kata-kata Fajri yang barusan menganggu pikirannya, lama sekali Zweitson berdiri disana, seperti patung yang tiada nyawa, tidak bergerak tidak juga berbicara. Otaknya ia paksa untuk berpikir.
"Kok belum pulang?"
Intrupsi dari seseorang mengejutkan Zweitson. Segera ia tersadar, sesekali memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit melorot. Tersenyum kaku lalu menggeleng.
"Ini mau pulang, mau bareng?" tawar Zweitson. Thera terkekeh, ia tidak mungkin pulang jalan kaki bersama, arah rumah dan asrama Zweitson berlawanan.
"Jalan kita berlawanan Zwei," balas Thera seraya berjalan diikuti Zweitson.
"Ya enggak papa, jalan dari sini sampai gerbang aja," kata Zweitson tercengir, memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Fajri memicingkan mata, langkah kecilnya terhenti dengan tidak sengaja ketika menangkap sosok Lita yang sedang duduk sendiri didekat pohon rindang, tepatnya di samping taman bermain anak-anak. Ia duduk sendiri, termenung sesekali mendongkak entah menatap apa.
Fajri berjalan menemui Lita. Tanpa berkata apapun Fajri memilih duduk disamping Lita, membuat gadis itu menoleh ke arahnya.
"Kenapa?"
Lita sepertinya tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Fajri. Mood nya hancur parah hari ini.
"Kamu salah paham sepertinya, coba tanya langsung sama Zweitson," ucap Fajri menatap Lita yang kini sedang menatapnya juga.
"Untuk apa, mungkin memang iya aku salah paham," balas Lita menundukkan pandangan.
"Biar lebih jelas Ita."
Lita mengerjap beberapa kali, panggilan yang aneh menurutnya. Tidak ada orang lain selain Fajri yang memberikannya nama panggilan yang berbeda dari yang lain, bahkan Zweitson sekali pun itu.
"Kenapa disini? Memang nya kamu enggak sibuk?" tanya Fajri. Nampak helaan napas dari Lita yang dapat Fajri tangkap.
"Enggak. Aku semalaman merengek meminta waktu libur, sekarang waktu liburku ternyata sia-sia," ungkap Lita memang benar begitu.
Fajri mengulum senyum, ia bangkit lalu mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Entah apa itu, Lita tidak tahu. Lita hanya melihat gerak-gerik Fajri saja.
"Ambil ini, anggap ini sebagai pertemuan pertama kita sebagai teman. Aku pulang dulu, jangan lupa nanti hubungi Zweitson ya! Sampai bertemu kembali Ita!" seru Fajri berlalu begitu saja dari hadapan Lita.
Lita membuka genggaman tangannya. Sebuah gantungan kunci berbentuk bulan sabit dan bulan, Lita menarik senyum memandangnya. Fajri teman laki-laki pertama untuk Lita. Zweitson memang sering menceritakan sosok Fajri, dan sekarang Lita benar-benar nyata bisa berbincang dengan sosok itu.
"Aji."
***
Si raja siang telah sirna, kini posisinya tergantikan oleh indahnya sinar rembulan yang nampak jelas sekali diatas nabastala yang menghitam. Dibarengi cantiknya bulan yang kini hanya terlihat setengah saja. Bulan yang paling Fajri sukai.
Sepulang dari sekolah tadi, Fajri maupun Zweitson tidak saling bertegur sapa. Entah karena apa, Fajri merasa aneh, ia memiliki salah? Jika iya kenapa maaf Fajri hanya Zweitson anggap angin lalu.
Fiki dan Gilang yang melihat mereka seperti itu pun bergeridik ngeri, mereka tidak ingin ikut campur.
"Son, bilang kalau aku punya salah. Jangan seperti perempuan," ujar Fajri pada akhirnya. Ia tidak tahan terus diam-diaman seperti ini.
"Aku ulangi kata-kata kamu tadi siang. Jangan tanya sama aku, tanya sama diri kamu sendiri!" sentak nya membuat Fajri yang sekarang dilanda pikiran.
"Iya aku punya salah apa? Kalau kamu diam aja, aku enggak akan pernah paham," tutur Fajri. Nada nya masih terdengar normal, tidak ketus dan tidak cuek.
"Ngapain kamu sama Lita tadi siang?!"
Fajri diam. Kenapa sekarang masalahnya semakin rumit, ini kesalahan pahaman yang luar biasa menyebar. Sedangkan Fiki dan Gilang yang diam-diam mengintip dari balik selimut pun nampak serius mendengar perdebatan mereka.
"Enggak perlu kamu jelasin apapun lagi Fajri," sela Zweitson tanpa memberi ruang untuk Fajri berbicara. Zweitson lebih dulu naik ke atas kasur tanpa ingin mendengarkan penjelasan Fajri lebih dulu.
Masalahnya kian menyebar sekarang. Padahal ini hanya kesalahan pahaman semata saja. Fajri menatap nyalang Zweitson, selaku teman baiknya yang sekarang sedang berjaga jarak dengannya.
Tentu hal ini menjadi pikiran untuk Fajri. Anak ini pemikir terlalu keras.
To be continued~
Ane yang sedang sibuk :v
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBOR Vi [End] || Un1ty
Ficção AdolescenteFajri tidak pernah menyangka, jika semua akan berakhir pada masanya. masa yang sulit, membuat dirinya tidak ingin bangkit. Sebuah konflik yang datang, menerjang kapal yang sedang berlayar. diterpa badai dan lautan yang berakhir tenggelam. Fajri ||...