Cinta masa lalu☁

157 35 15
                                    

Happy Reading







Semburat jingga menyilaukan pandangan, setutur harapan tercipta melalui perasaan. Masih ditempat yang sama, setelah kemarin hilangnya asa yang tertelan, memicu kekacauan dalam gurauan.

Sudah pukul tiga sore. Belum ada tanda-tanda Lita datang ke tempat ini, Zweitson hanya mampu tertahan disana. Ingin kembali ke asrama, takutnya ia yang akan mengecewakan pihak yang lain.

Lagi dan lagi, pandangannya melihat Fajri yang kembali datang kemari dengan membawa dua kotak tupperware dan antek-antek. Napas kecewa ia hembuskan, kali ini apa lagi?

Namun, tidak lama setelahnya. Mobil hitam yang teramat ia kenal berjalan dibelakang Fajri lalu melaluinya begitu saja. Harapannya kembali ada, rupanya Lita datang kemari, dengan senyum yang bahagia, Zweitson membawa kotak dengan bingkisan elegan ke dekat mobil. Rupanya sudah ada Lita yang menyambutnya didalam.

Fajri menatap mobil yang kembali berjalan, setelah beberapa detik berhenti, membawa seseorang yang duduk di halte tadi. Dan meninggalkannya seorang diri.

"Selamat bersenang-senang." Fajri tersenyum kecut. Ia bisa melihat jelas Zweitson melihatnya berjalan tadi, niat untuk makan bersama gagal begitu saja. Zweitson yang memilih menemani kekasihnya, ketimbang dirinya yang hanya berstatus teman.

Fajri menarik senyum kembali, ketika pandangannya beradu melihat tiga anak kecil dengan pakaian kumuh dan kotor. Satu anak laki-laki yang memegang gitar kecil, dua anak perempuan yang tengah menghitung uang recehan di pinggir trotoar.

Dari pada mubazir tidak ada yang memakan, lebih baik ia berikan kepada orang yang lebih membutuhkan.

"Hallo," sapa Fajri membuat netra ketiganya melihat langsung ke arahnya.

"Hallo Kak, ada apa?" dari ketiga anak itu. Yang menjawab dan memberi pertanyaan adalah anak kecil laki-laki yang sedang membawa gitar.

"Kakak mau mengobrol sebentar boleh?" tawar Fajri yang di angguki ketiganya.

"Ikut Kakak. Kita duduk di halte itu," tunjuk Fajri. Ketiganya hanya menurut saja, sesampainya disana. Fajri hanya berceloteh kecil saja, sesekali bercanda membuat tawa anak-anak itu terdengar.

"Kalian pasti belum makan, kalian bisa makan ini." Fajri menyerahkan dua kotak tupperware yang isinya lauk pauk kesukaannya juga Zweitson. Tidak lupa minuman yang ia bawa pun, Fajri berikan kepada anak ini.

Fajri bisa melihat bagaimana ketiga anak ini melahap makanannya dengan cepat. Dari mereka, Fajri bisa menyimpulkan. Hidup orang itu tidak semuanya beruntung. Terkadang Fajri malu, sering mengeluh hal-hal kecil dihadapan Tuhan. Padahal di luaran sana jauh yang kurang beruntung darinya.

Dan seperti itu. Zweitson mungkin, masih tidak menyadari Fajri adalah sesuatu yang beruntung bisa ia kenal dan diajak berteman. Sayangnya Zweitson hanya menganggap Fajri teman biasa. Tidak lebih.

Ngomong-ngomong, Fajri belum pernah terlihat menyukai seseorang bukan. Ia selalu sibuk dengan pertemanannya bersama Zweitson dan yang lain.

Fajri mengagumi seseorang. Gadis yang selalu singgah di mimpinya setiap malam, suatu saat. Mungkin ia akan bertemu kembali, setelah beberapa tahun dipisahkan oleh keadaan. Tidak mudah baginya untuk melupakan gadis itu, gadis yang kian masih tidak ada kabar. Bahkan Fajri sudah kehilangan jejak.

Orang yang pertama kali membuatnya lupa dan kembali pada dunia adalah Zweitson. Pertama kali ia bertemu dengan Zweitson, anak itu banyak sekali memberikannya motivasi. Dan Fajri ingin melupakan masa lalu, maka ia selalu berbuat banyak hal dengan Zweitson.

Dari sini Fajri menganggap siapapun itu, sedekat apapun itu, dan sekalipun itu perempuan yang mengajaknya berkencan ia anggap itu teman.

Gadis yang masih ia harapkan pun, ia anggap teman. Teman hidupnya kelak.

Masa lalu Fajri bersama kekasihnya dulu memang buruk.

***

"Ck! Ganti drakor ajalah udah, itu setan kagak ada cakep-cakepnya," protes Fiki yang sudah berteriak heboh sendari awal film di setel.

"Lagian, mana ada setan cakep!" balas Gilang mempouse durasi yang lima belas menit lagi berakhir. 

"Ada, si manis jembatan Ancol. Itu setan nya cantik." Gilang menoyor kepala Fiki pelan, menonton film horor dengan anak ini memang tidak akan berjalan dengan baik.

"Iya ini beda lagi dodol! Gimana sih," decak Gilang kesal setengah mampus. Tadinya ia ingin mengajak Fajri dan Zweitson juga, berhubung kedua anak itu sedang sibuk mengerjakan tugas jadi niat mereka urung.

Zweitson terus bercerita tentang harinya tadi bersama Lita. Sambil menggambar sketsa yang Fajri buat, anak itu mengangguk-angguk sambil mendengarkan cerita dari Zweitson yang terus saja bercerita dari awal mereka membuat tugas.

"Fajri kamu enggak pernah cerita kalau kamu punya cinta masa lalu," celetuk Zweitson tiba-tiba.

Fajri terkekeh. Sambil membolak-balikan sketsa yang ia buat, Fajri mulai bercerita.

"Heem. Namanya Thera," kata Fajri.

Zweitson semakin anteng mendengarkan cerita dari Fajri. Sambil menopang kedua dagunya dengan kedua telapak tangan.

"Orangnya gimana?"

"Baik, dia tidak sesempurna gadis lain. Tetapi dia imut. Setiap kali dia tersenyum, selalu membawa ketenangan. Tapi sayang, sewaktu kita lulus dari sekolah dasar. Thera menghilang tanpa ada jejak sedikitpun," tutur Fajri.

"Terus sampai sekarang belum ada kabar, begitu?"

"Iya." Fajri berucap singkat, sambil memberikan sketsa gambarnya yang telah selesai.

"Ekhem! Cerita masa lalu nih." suara Fiki yang tiba-tiba menyahut membuat suasana haru kembali buyar. Memang, Fiki dimana-mana pun menjadi perusak suasana.

"Biarin kali, gue juga punya seseorang bay the way," celetuk Gilang tiba-tiba.

"Enggak nanya, wlee!" balas Fiki sambil menjulurkan lidah mengejek Gilang.

"Bocah prik! Gini-gini gue laku, emangnya lo? Mana ada yang mau," cibir Gilang.

"Ihh muka baby face gini enggak ada yang mau? Hello fiks mata mereka katarak! Makannya ketampanan ku tidak di lihat."

"Serah lo! Fiki TER.SERAH!" Gilang menekan kuat kata-kata yang barusan ia lemparkan. Menatap penuh permusuhan pada Fiki.

Sebuah perdebatan kecil pada kamar pemilik keempat remaja ini. Berceloteh random membuat kenangan tercipta setelah mereka lulus nanti.








To be continued~

ARBOR Vi [End] || Un1ty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang