Lembayung senja ☁

83 28 12
                                    

Happy Reading










Tak pernah aku pikirkan, bahwasanya hari ini adalah hari terakhir. Hari terakhir aku bisa menatap netranya yang cantik, hari terakhir aku berpijak bersamanya yang ternyata membawa kabar tidak baik, sungguh. Hatiku benar-benar sakit, tidak seperti biasanya yang selalu mengalah dan bersabar.
Lita_

Awan terlihat semakin kelabu, nampak seperti sudah tidak kuat untuk menopang beratnya air hujan. Hawa dingin mulai menyelusup masuk, sedikit angin yang sesekali membawa dedaunan kering memenuhi pojokan trotoar.

Sesekali air itu menetes, membawa lamunan seseorang yang kemudian buyar lalu kembali tersadar.

Lita dibuat tidak percaya, ia melihat Zweitson yang sedang berjalan kearahnya. Bahkan dibuntuti oleh Fajri dan Thera yang berjalan berdampingan.

Senyum manis tercetak jelas dikedua sudut bibir Lita, namun itu tidak berlangsung lama. Karena getar suara Zweitson meruntuhkan segala harapan kecil Lita.

"Kita putus."

Sungguh, benarkah orang dihadapannya ini Zweitson? Zweitson yang sebelumnya Lita bangga-banggakan. Zweitson yang sebelumnya selalu memberikannya ketenangan, Zweitson yang Lita anggap sebagai penyempurna hidup.

Benarkah?

"Mulai detik ini, awan dan jalanan yang aku pijak menjadi saksi. Kita tidak ada hubungan apapun lagi, Lita."

Seluruh tubuh Lita menegang, ia bahkan tidak bisa membalas perkataan apapun. Mulutnya terkunci, seakan kehabisan kosa kata yang seharusnya ia lontarkan.

Penantiannya selama ini ternyata sia-sia? Katakan saja bahwa Lita gadis yang bodoh, menunggu seseorang yang bahkan seseorang itu tidak menunggunya kembali, bahkan sekalinya kembali memberikannya luka dan ... masalah perasaan.

Fajri dan Thera diam. Ikut kaget, sekaligus tidak benar-benar percaya, apalagi Fajri yang sudah lama berteman dengan Zweitson, tentu ia tahu hubungannya dengan Lita semanis apa. Lantas? Hari ini, kenapa hal-hal manis itu berubah menjadi sebuah kenangan?

"Kenapa? Karena dia 'kah?!" teriak Lita pada akhirnya, Zweitson mengikuti arah tunjuk Lita pada Thera.

Thera yang menjadi sasaran kaget, dirinya? Apa salahnya, katakan. Di mana letak salah Thera, sehingga Lita bisa menunjuknya seperti itu.

"Tidak ada hubungannya dengan Thera, Lita. Jangan mengada-ngada," balas Zweitson menatap tidak suka pada Lita.

Lita tersenyum miring, tidak lagi menatap netra Zweitson, justru kedua matanya yang kini tajam menatap Thera tidak suka. Kedua tungkai yang sendari tadi hanya berdiri pun berjalan, berjalan ke arah Thera dengan emosi yang menggebu-gebu. Entah kenapa itu...

"Kenapa? Kenapa harus Soni!"

Thera tidak bisa melawan apa-apa, kedua tangan Lita mencengkram kuat bahu Thera yang sudah terpojok dibelakang pohon. Rintik hujan semakin besar, bersamaan dengan itu langit ikut menyaksikan bagaimana keempat remaja itu terpaku dalam suasana hati yang kacau.

"Lita, sungguh. Ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan, aku tidak menyukai siapapun, aku dan Zwei hanya teman," ungkap Thera memang benar seperti itu.

ARBOR Vi [End] || Un1ty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang