Happy Reading
Memilikinya kembali seperti ilusi, tidak akan bisa disentuh, tidak bisa juga untuk dimiliki.
☁
SMA Pelita. Sekolah menengah yang terkenal akan murid-muridnya yang berprestasi kini sedang ramai-ramainya oleh para tamu dari berbagai sekolah lain.
Dari hari ke hari yang telah berlalu, pada akhirnya hari yang ditunggu sudah didepan mata. Banyak jas almamater yang berbeda dari sekolah yang lain, ada pula jabatan tangan sebagai salam perkenalan.
Fajri menatap pantulan dirinya didepan cermin, tepatnya di toilet. Tubuhnya sudah dibalut baju basket yang akan menjadi saksi bisu atas kemenangan atau kekalahannya nanti. Ketukan dari luar pintu membuat lamunannya tersadar.
Ia segera berlalu membuka pintu, tersenyum canggung saat pemuda berkacamata dari sekolah lain menatapnya datar.
Koridor benar-benar padat. Fajri tengah berjalan menuju loker yang berada di lantai bawah. Setiap ia berjalan, banyak pasang mata yang meliriknya sesekali menyapa Fajri ramah.
"Aji!" teriak seseorang dari arah yang berlawanan.
Ada Thera dan Zweitson yang tengah berjalan menemui Fajri.
"Semangat ya, sebelum dimulai jangan lupa berdoa dulu. Aku nanti duduk paling depan deh," seru Thera dengan semangat. Fajri mengangguk disertai senyuman tipis yang menghiasi wajahnya.
Mengobrol soal Thera dan Fajri. Mereka kemarin banyak mengobrol di kantin, ada satu hal yang tidak Fajri maupun Thera yang tidak dibahas, mereka sama-sama menutup hati yang sudah lama tersakiti oleh keadaan, oleh waktu, bahkan oleh mereka sendiri.
Ketika mereka dipisahkan lalu kembali dipertemukan, rasa canggung memang hal yang sudah biasa. Apalagi perubahan wajah dan sikap mereka yang jauh dari dulu.
Ting!
Zweitson melirik ponselnya yang terdengar notifikasi. Kontak seseorang tertera jelas memberikan pesan singkat padanya.
Soni, semangat lomba nya. Pulang sekolah aku tunggu kamu di halte ya.
[Lita who misses soni]
[Keep being the Soni i know, love you a lot]
[Happy dating with your olympic questions!]
[Love ❤]
Zweitson terkekeh, ia tidak membalas pesan singkat dari Lita, melainkan langsung menekan gagang telpon yang diiringi suara panggilan yang berdering.
Tanpa berkata-kata ataupun pamit. Ia meninggalkan Thera dan Fajri dengan ponsel yang sudah ia letakkan pada telinga kanannya sambil berjalan menuju lantai atas.
"Ra, aku ke lapangan dulu. Selamat tinggal." tanpa menunggu Thera membalas ucapannya Fajri sudah berlari menuju lapangan yang sudah banyak sekali tim yang akan bertanding nanti.
Thera memandang tubuh jangkung Fajri yang mulai menghilang dari pandangan, kedipan matanya menjadi saksi kesendirian. Thera menunduk, masa lalu yang kelam membuat dirinya dan Fajri sekarang terhalang dinding pembatas. Dan Thera tahu itu, sesuatu yang sudah ia rusak tidak akan bisa ia perbaiki dengan mudah.
"Aji sekarang hati kita itu sama-sama sebuah ilusi," gumam Thera tanpa berkedip menatap tiang koridor dengan tatapan kosong.
Di depan gerbang ada Oliv dan Fiki. Rupanya mereka benar-benar ditugaskan didepan, Oliv sudah mengipasi wajahnya dengan kedua tangan, lantaran matahari yang begitu menyengat menengahi wajahnya langsung.
Fiki berdiri dibelakang tubuh mungil Oliv, melepaskan jas osis miliknya dan ia angkat tinggi-tinggi menutupi kepala Oliv yang tersorot matahari. Anak tengil ini sekarang sedang menjadi pahlawan kesiangan, lihatlah.
"Fiki, masuk aja ayo. Kayanya semua tamu udah masuk deh, panas ini," kata Oliv celingak-celinguk ke kanan ke kiri. Memang sepertinya semua tamu sudah masuk ke dalam.
"Memang masih panas? Padahal aku udah payungin kamu," balas Fiki menatap lurus ke depan.
"Eh." Oliv menutup mulutnya, mengedarkan pandangannya ke arah lain, kedua pipinya sudah memerah bak kepiting rebus. Kedua sudut bibirnya ia tahan agar tidak tersenyum didepan Fiki.
Fiki tertawa, merangkul bahu Oliv dan membawanya ke dalam. Oliv tidak memberontak sedikitpun, ia terlihat biasa-biasa saja, Gilang yang saat itu sedang berteduh di bawah pohon rindang, tepatnya di depan ruang guru menatap ke arah Fiki dan Oliv yang sedang berduaan.
"Idih si upil onta lagi cosplay jadi buaya," ujar Gilang kembali menatap ponselnya yang sedang bermain game.
WiFi ruang guru memang sangat lancar. Gilang dan yang lain suka sekali berteduh disini sambil menggunakan WiFi sekolah, mereka menggunakan untuk bermain game bukan untuk belajar. Tempat yang biasanya hanya di isi oleh beberapa orang, kini lumayan juga.
Ada anak dari SMA lain juga yang duduk di samping Gilang yang sibuk dengan buku dan penanya.
***
"HUU FAJRI SEMANGAT!"
"SMA PELITA JAYA, JAYA, JAYA!"
Pekikan keras dari lapangan basket menjadikan semangat mereka bertambah, Fajri yang lincah menggiring bola membuat teriakan mereka semakin kencang. Rambutnya sudah basah oleh keringatnya sendiri, tim lawan menatap sengit pada tim Fajri yang sendari tadi terus saja mencetak angka.
Perbandingan mereka jauh, tim sebelah hanya menampilkan angka dua. Dan tim Fajri yang sudah menampilkan angka delapan.
"YEAH!"
Thera tidak sebising anak-anak yang lain, Thera hanya diam. Tetapi kedua tangannya terus mengepal memberikan semangat saat Fajri melirik pada barisan depan, tidak dipungkiri. Fajri juga benar-benar mencari keberadaan Thera yang mengatakan pada dirinya tadi jika Thera berada di barisan depan.
Thera memang berada dibarisan yang paling depan, hanya saja ia berada di paling pojok. Fajri tidak bisa melihat dengan baik tentunya, banyak sekali anak-anak lain yang juga ikut memberikan support pada perwakilan sekolah mereka.
Acara berkahir pukul empat sore. Anak osis yang masih berada di sekolah, tengah membereskan ruangan kelas sampai lapangan yang begitu berantakan.
Akhir acara, Zweitson melangkah menuju halte untuk menemui Lita. Fajri sendiri sedang makan bersama dengan yang lain di kantin usai memeriahkan kemenangan mereka, Fiki anak osis yang sedang sibuk bolak-balik ruangan bersama crush nya si Oliv.
"Soni," sapa Lita melambaikan tangan ketika melihat seseorang yang sudah ia tunggu sudah di depan mata.
"Gimana, soalnya sulit apa enggak?"
"Enggak kok. Yang sulit itu melupakan kamu," ucap Zweitson diakhiri tawa.
"Jelas karena aku cantik," balas Lita percaya diri.
"Aku mau ajak kamu ke---"
Lita menghentikan ucapannya secara tiba-tiba, ketika Zweitson yang melirik ponselnya. Mungkin saja ada pesan penting, tanpa mengucapakan apapun Zweitson berlari kembali ke arah sekolah dengan terburu-buru.
Lita menatap heran, ada apa? Kenapa ia merasakan untuk kedua kalinya hal yang berbeda dari Zweitson.
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBOR Vi [End] || Un1ty
Novela JuvenilFajri tidak pernah menyangka, jika semua akan berakhir pada masanya. masa yang sulit, membuat dirinya tidak ingin bangkit. Sebuah konflik yang datang, menerjang kapal yang sedang berlayar. diterpa badai dan lautan yang berakhir tenggelam. Fajri ||...