Happy Reading
Menyadari suatu hal yang berharga itu terkadang perlu waktu. Seperti sekarang, mungkin mereka menyadari sesuatu walau itu terkesan terlambat.
Sore ditemani langit yang cerah dan udara yang segar. Kedelapan remaja itu tengah berkumpul di taman kecil yang letaknya didepan asrama para senior mereka. Disana sudah terbagi tiga tim sesuai nomor urut yang telah mereka pilih.
Fiki dan Fajri masuk ke dalam kelompok yang membuat gorengan sejenis bakwan, Zweitson dan Gilang yang masuk ke dalam kelompok membuat nasi kuning, dan terakhir ada kakak kelas mereka yang turut ikut serta yaitu Ricky dan Shandy. Fenly dan Farhan yang akan menjadi juri. Ngomong-ngomong ...
Ricky dan Shandy membuat es buah.
"Waktu kalian hanya dua puluh menit, masing-masing uang lima puluh ribu itu jangan sampai habis, minimal harus ada sisa." Fenly yang pertama kali memberi mereka instruksi awal, mereka disuruh berbelanja ke toko terdekat dalam waktu yang sudah Fenly katakan.
"Buah-buahan 'kan mahal," protes Shandy yang disetujui Ricky.
"Buah-buahan enggak akan mahal kalau kalian pintar memilih," balas Farhan.
"Iya, beli secukupnya aja. Lagi pun ini untuk kita-kita aja," tambah Fenly.
"Oke sip."
"Waktu dimulai dari sekarang." ketiga tim itu berlari menuju toko yang mereka tuju. Sedangkan Fenly juga Farhan duduk santai sambil menunggu mereka kembali.
Fiki yang paling rusuh disana. Anak itu mengambil bahan-bahan yang sangat tidak bermanfaat sama sekali, membuat Fajri berdecak kesal. Fiki memasukkan semua yang ia temukan ke dalam keranjang.
"Fiki udah stop! Ngapain beli susu kotak astagfirullah, kita mau buat bakwan! BAKWAN FIKI! Bukan buat jajanin bocil!" teriak Fajri frutasi.
"Iy-iya tapi ini buat aku," jawab Fiki memamerkan gigi nya.
"Taro balik!" titah Fajri dengan garang. Mau tidak mau Fiki mengembalikan kembali semua bahan yang ia ambil.
Fajri mengambil dua tepung, dan beberapa sayuran seperti wortel, kol juga daun bawang. Agaknya memang hanya Fajri yang waras. Beralih pada tim Gilang dan Zweitson, mereka tengah mencari bahan untuk membuat nasi kuning dan antek-antek, Gilang maupun Zweitson terlihat normal seperti biasa. Tidak seperti Fiki tadi.
Shandy dan Ricky tengah memilih buah-buahan, bimbang antara beli setengah kilo atau satu kilo. Mereka benar-benar tidak pernah berbelanja seperti ini.
"Udah gini aja. Buah naga satu kilo, apel satu kilo, pake selasih biar mantap," kata Ricky yang dibalas tatapan tajam dari Shandy.
"Lo pikir satu kilo harganya goceng hah?! Seperapat aja udah, fiks gue pintar," ujar Shandy setengah memuji dirinya.
Ricky memutar bola matanya malas.
Ditempat pembayaran ...
Lagi dan lagi mereka ribut. Fiki yang ingin duluan padahal datang ke sini terlambat, Gilang yang tidak mau kalah karena mereka memang fatner ribut. Shandy pun mau tidak mau mengalah walau mereka masih saja ribut.
"GUE DULUAN YANG KE SINI FIKI! IH UDAH SANA NGANTRI DONG," teriak Gilang didepan wajah Fiki.
"Aku cuman sedikit kok ini, aku dulu lah mendingan," balas Fiki tidak mau kalah. Ia hendak membawa keranjangnya ke meja kasir namun Gilang terus menghadang Fiki.
"Tapi gue duluan yang dimari! Fiki udah deh sana, ngantri anjir ngantri, tahu ngantri kagak?!"
"Enggak! Aku duluan, minggir." Fiki terus menerobos Gilang yang mencoba membuat dinding pembatas disana. Dengan badan dan kedua tangannya.
Zweitson dan Fajri saling pandang, lalu keduanya mengangguk bersamaan. Seakan mereka tahu apa yang seharusnya mereka lakukan.
Mereka terus berdebat sampai tidak menyadari jika tim mereka sudah tidak ada disini. Gilang yang pertama kali menyadarinya, ia segera menarik tangan Fiki untuk menyusul mereka yang meninggalkan dua anak ini di toko.
"Salah lo sih," tuduh Gilang yang tak henti-hentinya mengajak Fiki berdebat.
"Salah kamu ih," kata Fiki melempar kesalahan yang jelas-jelas mereka berdua yang bersalah.
***
Acara masih sedang berlangsung. Ketiga tim itu masing-masing tengah sibuk dengan acara memasaknya, ada Fiki yang sedang memotong sayuran, ada Gilang yang membantu Zweitson menyiapkan nasi, ada juga Shandy dan Ricky yang tengah memotong buah-buahan.
Fenly tidak menyia-nyiakan momen berharga ini. Suatu saat momen ini yang hanya akan menjadi kenangan dalam sebuah album usang. Ia memotret kegiatan ini beberapa kali, nampak sekali senyuman dan keceriaan mereka yang terdapat dalam poto yang Fenly ambil.
"Astagfirullahalazim ya Allah." Fajri menghela napas pasrah, Fiki melirik ke arah Fajri dengan wajah bingungnya seakan ia melakukan kesalahan. Dan memang Fiki melakukan kesalahan.
"Fiki wortelnya dipotong panjang enggak bulet-bulet kaya wajah kamu gini, kita mau buat bakwan bukan sayur sop," kata Fajri mengusap wajahnya lelah.
"Hhe gimana-gimana Fajri coba contohin," titah Fiki memberikan benda lancip itu kepada Fajri.
Kegiatan mereka sampai pada waktu magrib. Semua masakan sudah matang, hanya tinggal menunggu Fajri, Fiki, Farhan, Gilang Ricky dan Shandy menyelesaikan sholat magrib lebih dulu.
"Ketua dari masing-masing tim bisa maju ke depan sambil membawa makanannya," titah Farhan yang kini sudah memulai penjurian.
Zweitson, Shandy dan Fajri membawa nampan yang berisikan makanan yang sudah tersaji.
"Mantep es buah segar," kata Shandy seperti tengah mempromosikan minuman.
"Enak 'kan? Iya dong pasti," ujar Shandy dengan percaya diri.
"Lo bikin es buah kaya gini yang ada bikin orang diabetes," balas Fenly yang disetujui Farhan.
Shandy jadi ingin mencicipinya sekarang. Memang es buah buatan dirinya juga Ricky terlalu manis begitu? Padahal senyuman mereka lebih manis bay the way.
"Mantep, kurang asin dikit," koreksi Fenly yang beralih mencicipi bakwan buatan Fajri dan Fiki.
"Nah ini. Ini wajib buat dicobain," kata Fenly sambil mengunyah nasi kuning yang dibuat Zweitson dan Gilang.
Acara berkahir sebelum isya. Lomba masak ini dimenangkan oleh tim Zweitson dengan nilai nyaris sempurna, kedua disusul tim Fajri dan Fiki, dan yang terakhir Shandy dan Ricky.
Dalam pekatnya malam, disaksikan oleh bintang yang bertebaran mereka berceloteh ria sambil memakan makanan yang mereka masak sendiri. Rasanya begitu menyenangkan.
Mereka merasakan sesuatu.
Kebersamaan sesungguhnya. Iya mereka merasakan hal itu sekarang.
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBOR Vi [End] || Un1ty
Novela JuvenilFajri tidak pernah menyangka, jika semua akan berakhir pada masanya. masa yang sulit, membuat dirinya tidak ingin bangkit. Sebuah konflik yang datang, menerjang kapal yang sedang berlayar. diterpa badai dan lautan yang berakhir tenggelam. Fajri ||...