Happy Reading
Hari Senin. Sebagian siswa bahkan hampir seluruh siswa tidak menyukainya. Selain karena ada acara rutin yakni upacara bendera, Senin juga banyak sekali mata pelajaran. Apalagi kelas Fajri dan Zweitson, Senin bebarengan dengan olahraga.
Dan kelas Fiki sekarang tengah ada presentasi.
Ingin menghilang saja dari pelajaran pertama rasanya. Namun guru yang sudah lanjut usia itu masuk tepat setelah upacara bubar, padahal masih ada waktu sepuluh menit untuk beristirahat.
"Fiki. Kamu yang jadi moderator ya, aku sama Sarah udah nyatat materi," kata si bendahara kelas yang masuk pada kelompok Fiki.
"Gilang aja gimana?"
"Kita sih boleh aja, tapi anaknya gimana. Mau enggak?"
"Kagak ada ya Fiki! Gue udah rangkai sketsa hidih. Lo tuh belum kebagian apa-apa," ucap Gilang menolak dengan keras. Tidak ada klarifikasinya lagi.
"Padahal semua berjalan dengan baik itu karena aku," gumam Fiki pelan. Masih bisa didengar para anggota kelompoknya.
"Emangnya kamu bantu apa?"
"Bantu do'a," celetuk Fiki. Perkataannya halal untuk di bully. Fiki berbicara dalam hati, tidak salah ia bicara begitu kok. Tanpa doa semua tidak akan berjalan sesuai rencana bukan?
Gilang sudah hampir ingin melayangkan buku tulis jika Sarah tidak menahannya. Lagi dan lagi perempuan yang turun tangan, Sarah yang akan menjadi moderator untuk lancarnya presentasi kelompok mereka.
Seluruh murid kelas 11 MIPA 1 tepatnya berada di lapangan. Seluruh siswa semuanya rata tengah meminjat masing-masing kaki mereka, terutama perempuan yang sudah banyak sekali mengeluh, mengeluh panas lah, pegel lah dan masih banyak lagi.
Olahraga telah usai. Mereka hanya melakukan senam lantai saja untuk pertemuan hari ini. Sisanya mereka diberi istirahat lebih sampai jam pelajaran ke dua masuk.
"Son, ini." Fajri menyodorkan satu botol air mineral dingin kepada Zweitson yang tengah mengipasi wajahnya dengan buku paket.
"Makasih. Kenapa enggak ngajak aku juga ke kantin tadi," kata Zweitson.
"Kenapa? Kamu mau beli yang lain juga?" tanya Fajri yang sekarang duduk disebelah Zweitson.
"Enggak sih. Mau temenin kamu aja," jawab Zweitson antusias.
"Enggak perlu lah. Emangnya kita ciwi-ciwi kemana aja harus selalu di antar. Ke kantin di antar, ke kamar mandi di antar, pulang sama berangkat sekolah barengan enggak lah Son," ucap Fajri pelan. Takut didengar oleh para perempuan, bisa habis dia.
Zweitson terkekeh setelahnya ia tertawa "Iya juga."
Beberapa hari ke depan mungkin Fajri akan sangat sibuk. Pembina basket bilang, akan ada perlombaan antar sekolah. Sekolah mereka akan berulang tahun ke 6 tahun, sekolah mereka mengundang seluruh tingkat SMA untuk menghadiri beberapa acara yang akan mereka gelar disini.
Tentunya ini menyibukkan anak osis juga. Banyak dana yang harus keluar nantinya, dari sekarang para osis sudah mulai rapat demi lancarnya kelangsungan acara nanti.
"Nanti kamu pulang duluan aja," celetuk Fajri tiba-tiba.
"Kenapa?"
"Aku ada latihan sama anak-anak. Pulangnya mungkin sore," ungkap Fajri menepuk-nepuk celananya yang kotor setelah duduk di lapangan.
"Ohh oke. Aku juga ada janji sama Lita, yaudah ganti baju yuk, sebentar lagi Bu Ani masuk." Fajri mengangguk. Berjalan ke tempat sampah lebih dulu, membuang botol yang sudah tidak lagi berisi.
Matahari kian naik, cuaca panas membuat mereka yang di dalam ruangan pun mengeluh kesal. Tidak cukup dengan AC karena memang cuaca panas sekali.
Ada Fiki yang sedang mengobrol dengan Oliv. Sekretaris cantik dikelasnya, mereka tengah membahas perihal acara yang akan di gelar beberapa hari ke depan.
Fiki anak osis. Walau tidak termasuk ke dalam inti, namun anak ini cukup bertanggung jawab juga, Gilang sendiri hanya menjadi murid teladan. Namanya tidak terdaftar di ekstrakurikuler manapun. Apalagi organisasi, tidak sama sekali. Karena Gilang anaknya malas gerak dan ingin enteng saja.
"Aku jadi penjaga didepan gerbang aja, tapi maunya sama kamu," kata Fiki.
"Kenapa? Akunya enggak mau Fiki, panas."
"Biar terus lihat kamu, enggak hilang dari pandangan," ungkap Fiki. Gilang yang mendengarnya bergeridik ngeri.
Fiki dan Oliv memang sudah lama akrab. Karena mereka juga satu organisasi, mereka hanya teman biasa yang penuh dengan canda tawa. Tak jarang mereka pun terkadang duduk bersama, main bersama, mengerjakan tugas bersama. Semua itu tidak dianggap spesial bagi Fiki. Dia hanya teman nya saja, tidak lebih.
"Gombal terus, gantungin perasaan orang enggak nanggung-nanggung!" teriak Oliv tepat ditelinga Fiki.
"Oliv dipanggil Kak Fenly ke ruang osis." ketua kelas yang bernametag Ajun meneriaki Oliv dari ujung pintu masuk.
"Aku kesana dulu. Bye bye Fiki," pamit Oliv berlari meninggalkan Fiki.
"Heh! Buruan tuh tembak si Oliv keburu di ambet sama yang lain," ujar Gilang yang menyenggol baju Fiki.
"Enggak akan ya! Oliv kan suka nya sama aku yang gantengnya di akui dunia." Gilang menatap malas wajah Fiki yang kembali berulah sekarang.
***
Zweitson kembali menunggu Lita di halte. Katanya hari ini Lita ingin mengunjungi Zweitson sekaligus melihat asramanya yang sudah lama tidak Lita kunjungi. Sudah setengah jam Zweitson menunggu, tidak ada tanda-tanda anak itu datang.
Jalanan hanya dipadati beberapa kendaraan bermotor, terkadang ada dedaunan kering juga yang mengotori jalanan.
Zweitson menyerah. Ia mengambil tasnya lalu melangkahkan tungkai kakinya menuju asrama, mungkin Lita tidak akan datang. Namun baru beberapa langkah, pinggangnya terasa ditarik seseorang dari belakang.
Lita dengan wajah konyolnya menatap Zweitson dari arah belakang sambil memeluk sang empu.
"Hehe. Kaget enggak? Kaget enggak, ohh iya dong kaget masa enggak," heboh Lita membuat Zweitson geleng-geleng kepala saja.
"Ayo lah langsung aja ke asrama kamu," ucap Lita beralih menggandeng tangan Zweitson membawanya sedikit berlari dengan riang.
Kedua pasangan itu berjalan riang, menikmati panasnya suasana siang yang berujung menjadi tenang. Kedua tangan mereka saling bertaut, menjadikan saksi oleh dedaunan kering yang mereka injak setiap berjalan.
To be continued~
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBOR Vi [End] || Un1ty
Teen FictionFajri tidak pernah menyangka, jika semua akan berakhir pada masanya. masa yang sulit, membuat dirinya tidak ingin bangkit. Sebuah konflik yang datang, menerjang kapal yang sedang berlayar. diterpa badai dan lautan yang berakhir tenggelam. Fajri ||...