Berharap ☁

100 25 9
                                    

Happy Reading










Tentang sebuah pesan, yang belum tersampaikan. Lewat sebuah aksara, dirinya mengungkapkan. Hatinya dikelilingi rasa rindu, yang terus membelunggu.

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, bahwa semua memang akan berakhir pada masanya.

Sore itu, sebuah pertikaian terjadi. Memang tidak pernah menyangka, hari besok akan seperti apa, dan seterusnya harus bagaimana bukan?

Zweitson menatap ponselnya yang menampilkan layar hitam. Sedang menunggu notifikasi pesan yang masuk dari seseorang, mungkin. Ia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan apapun lagi, dia yang membangun dan ia sendiri yang menghancurkan.

"Kalian kenapa sih, diem-dieman gitu."

Fiki memukul bahu Gilang lumayan keras, sampai terdengar suara, yang membuat sang empu meringis.

"Jomblo mendingan diem deh, ini tuh masalah hati," kata Fiki merubah raut wajahnya menjadi dramatis seperti itu.

"Ini ti misilih hiti, heleh!"

Fajri maupun Zweitson tidak terganggu dengan kebisingan yang dilakukan oleh Fiki maupun Gilang. Memang, dari awal seharunya Zweitson seperti Fiki dan Gilang saja. Tidak terlihat masalah hati dan perasaan seperti ini.

Memikirkannya Zweitson jadi pusing sendiri. 

"Ji, kenapa sih?"

Gilang kembali bertanya. Fajri memalingkan wajah, bahkan remaja itu sudah menutupi tubuhnya dengan selimut. Fajri tidak ingin berbicara apapun untuk sekarang.

Sadar akan situasi, Gilang dan Fiki memilih untuk tidak ikut campur. Mereka menyimpulkan, Fajri dan Zweitson sedang bergelut dalam konflik yang tak kunjung usai. Karena mereka melihat, banyak sekali keanehan beberapa Minggu ini.

Zweitson menghela napas jengah. Gelas dihadapannya bahkan kosong, sudah beberapa hari tidak diisi. Biasanya, akan ada Fajri yang duduk bersamanya lalu memberikannya teh dan mengobrol random.

Sekarang ..

Hanya kesunyian yang hanya bisa Zweitson rasakan.

***

"Sendiri aja lo, mana temen lo itu? Si, siapa deh gue lupa? Siapa Jo?"

"Si Aji, Bos," jawab teman disebelahnya.

Zweitson tidak berniat untuk membalasnya, bahkan ia hendak bangkit dari tempat duduknya namun tangan seseorang lebih dulu menahannya.

Itu Charles dan Jojo. Dua anak berandal yang terkenal masuk keluar BK. Bahkan, kabarnya dua anak ini hampir dikeluarkan dari sekolah, namun jabatan kedua Ayahnya menyelamatkan mereka, sehingga masih berada diposisi ini.

"Santai-santai. Kasihan, dijauhi ya, enggak ditemenin ya, wajar sih. Jadi temen enggak tahu diri banget," ujar Charles setengah meledek Zweitson.

"Gimana-gimana kronologinya Jo, jelasin coba," pinta Charles menyuruh kembali teman bersambut ikal itu.

"Katanya, dia--"

"Enggak usah sok tahu, lihat diri kalian sendiri? Sudah benar atau tidak." Zweitson berujar dengan mantap, membenarkan letak kacamatanya lalh hendak kembali berjalan.

"Jangan buru-buru dong, kita ini baik hati mau ngajakin lo yang celingak-celinguk enggak ada temen, udah deh enggak usah mikirin si Aji, Aji itu. Mendingan kita senang-senang yakan, ayo ikut kita."

"Kalau gue sih ya ada yang ngajakin enggak bakal gue tolak," tambahnya lagi semakin meracuni pikiran Zweitson.

"Lagipula, sikap lo enggak beda jauh sama kita-kita."

ARBOR Vi [End] || Un1ty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang